Wanita Hamil 8 Bulan yang Perutnya Sakit Alami Keguguran Akibat Terpaksa Menunggu Selama 2 Jam di Depan RS. Xi’an

oleh Gu Qinger

Beberapa hari lalu, seorang wanita hamil 8 bulan pergi ke Rumah Sakit Teknologi Tinggi Xi’an untuk perawatan medis karena perutnya sakit. Tetapi meskipun sudah di depan pintu rumah sakit, ia tetap tidak diperbolehkan masuk untuk mendapat perawatan karena masalah tes asam nukleat. Karena itu ia terpaksa menunggu di pintu rumah sakit selama 2 jam dengan menahan rasa sakit. Akhirnya terjadi pendarahan hebat yang menyebabkan bayi berusia 8 bulan meninggal dunia dalam kandungan. Setelah tragedi itu terungkap, keluhan publik muncul di media sosial daratan Tiongkok.

Pada Selasa 4 Januari, seorang netizen Sina Weibo menggunakan nama “@别下雨了成吗” memposting sebuah berita : Pada 1 Januari malam sekitar jam tujuh lebih, bibinya sakit perut, jadi minta bantuan medis dengan menyambung nomor telepon darurat 120, tetapi tidak berhasil dihubungi karena nomor tersebut terus berada dalam keadaan sibuk. Ia kemudian minta bantuan dengan menelepon nomor darurat 110 (kepolisian) dan berhasil tiba di Rumah Sakit Teknologi Tinggi Xi’an setelah lewat pukul 8 malam. Tetapi, pihak rumah sakit melarang bibi masuk untuk menerima perawatan dengan alasan perlu tes asam nukleat.

Dia menggambarkan bahwa bibinya dengan menahan rasa sakit terpaksa menunggu di depan pintu masuk untuk menerima hasil tes asam nukleat yang membutuh waktu proses lebih dari 4 jam. Pukul 10 malam itu, pendarahan hebat terjadi karena terlalu lama menunggu perawatan. Dari video yang dikirim oleh paman saya, terlihat bahwa bibi sangat sulit menopang tubuhnya dengan tangan dengan setengah duduk di kursi, darah mengalir dari celananya, membasahi kursi dan menggenangi lantai.

Dia mengatakan bahwa karena pendarahan hebat, rumah sakit baru buru-buru membawa bibi ke ruang bedah. Namun, akibat perawatan yang tidak tepat waktu, bayi berusia 8 bulan dalam kandungannya meninggal !

Menurut media daratan Tiongkok ‘Xingqiu News’ bahwa wanita hamil itu, Mrs. Sun (nama samaran) dan suaminya, Mr. Yang (nama samaran), tinggal di 210 komunitas Distrik Yanta, Kota Xi’an. Saat itu, mereka dihentikan oleh petugas rumah sakit yang berada di depan gedung karena hasil tes asam nukleat mereka sudah melebihi 48 jam.

Menurut laporan bahwa staf rumah sakit mengatakan mereka perlu meminta petunjuk kepada pemimpin mereka. Namun, jawaban dari pimpinan cukup enteng : “Tunggu”. Padahal di luar gedung suhu udara sedang di bawah nol derajat, Mrs. Sun memegang perutnya dengan satu tangan dan menahan rasa sakit masih harus menunggu 4 jam. Setelah lewat jam 10 malam. Anggota keluarga yang mengambil gambar memperlihatkan darah membasahi celana, kursi dan menggenangi lantai. Saat itu Mr. Yang yang berada di samping berteriak : “Lihatlah, darah sudah mengalir seperti ini”.

Orang-orang yang berada di sekitar mulai membantu Mr. Yang dengan meneriaki petugas rumah sakit untuk memberikan pertolongan. Melihat situasi itu pihak Rumah Sakit Teknologi Tinggi Xi;an baru buru-buru membawa Mrs. Sun ke ruang bedah untuk diambil tindakan. Namun, sudah telat dan janin dalam kandungan tidak terselamatkan. Laporan menyebutkan bahwa seperti yang dikatakan oleh dokter yang menangani kasus tersebut kepada Mr. Yang bahwa keguguran kandungan besar kemungkinan karena naiknya tekanan darah sang ibu.

Saat ini, akun Weibo itu “@别下雨了成吗” sudah tidak dapat dijumpai, entah siapa yang melenyapkan ?

Terungkapnya kasus ini menyebabkan kemarahan para netizen di daratan Tiongkok, dan mereka memposting tulisan yang mengecam otoritas yang tidak berperikemanusiaan. Pada 5 Januari, ketika kasus ini terus memanas dan disebarluaskan netizen, beberapa media arus utama di Tiongkok mulai menindaklanjuti laporan tersebut.

Sejak virus komunis Tiongkok (COVID-19) merajalela di Kota Xi’an, langkah-langkah ekstrem telah diambil otoritas guna mengendalikan penyebaran lebih lanjut epidemi. 

Sejak 23 Desember tahun lalu Xi’an memberlakukan lockdown penuh, sejumlah fenomena kekacauan muncul, seperti beberapa pasien yang sakit kronis kehabisan obat dan atau tidak bisa memperoleh perawatan di rumah sakit yang ditutup. Beberapa wanita tidak bisa keluar rumah untuk membeli pembalut wanita yang sudah habis. Beberapa warga kekurangan persediaan sehari-hari, dan beberapa warga terpapar COVID-19 yang minta otoritas membawanya ke tempat karantina, akhirnya membuat seluruh anggota keluarganya terinfeksi juga karena kegagalan otoritas membawanya. (sin)