Media Pemerintah Tiongkok Menggunakan Layar Times Square New York untuk Memainkan Propaganda Xinjiang

Eva Fu

Media pemerintah Tiongkok Xinhua menjalankan papan reklame digital di salah satu ruang iklan paling didambakan di dunia. Tujuannya untuk mempromosikan barang dari Xinjiang di tengah meningkatnya kemarahan global atas kampanye penindasan rezim Tiongkok di Xinjiang.

Di Times Square Kota New York tepat sebelum Natal 2021, sebuah layar raksasa berukuran sekitar 19 meter dan lebar 12 meter berulang kali memutar sebuah video oleh Xinhua, menggambarkan Shihezi, salah satu kota terbesar di Xinjiang, sebagai sebuah kota “hijau” yang berkembang.

Video berdurasi 30 detik itu menyebut Shihezi sebagai sebuah “lambang” hijau upaya pengembangan Tiongkok, dengan “buah-buah yang manis, anggur-anggur memabukkan, sebuah citra kota hijau, dan sebuah kehidupan orang-orang yang bahagia,” menurut sebuah keterangan dari sebuah siaran pers 4 Januari dari Xinhua Screen Media Co.

“Kota Shihezi di Tiongkok memanjakan Times Square dengan pembangunan buah-buahan yang hijau,” kata Xinhua dalam siaran persnya.

Penggambaran semacam itu sangat kontras dengan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan rezim Tiongkok di wilayah tersebut, yang mencakup penahanan sekitar 1 juta orang Uyghur di kamp, ​​di mana orang-orang Uyghur itu menjadi sasaran penyiksaan, pekerja paksa, dan indoktrinasi politik.

Kekhawatiran tersebut telah membuat Amerika Serikat dan sekutunya melakukan sebuah diplomatik boikot terhadap Olimpiade Musim Dingin 2022 di Beijing. Pemerintah Amerika Serikat, beberapa parlemen Barat, dan sebuah pengadilan rakyat independen memiliki mengklasifikasikan kampanye Beijing sebagai sebuah genosida.

Menghadirkan Shihezi sebagai sebuah “kota hijau” dengan latar belakang ini terasa ironis, menurut Ilshat H. Kokbore, wakil ketua komite eksekutif kelompok advokasi Kongres Uighur Dunia. Ilshat H.Kokbore bekerja sebagai seorang dosen perguruan tinggi di Shihezi selama 15 tahun 1988-2003.

Rezim Tiongkok sedang berupaya untuk “menghapus tuduhan genosida,” kata Ilshat H.Kokbore kepada The Epoch Times. Menyongsong Olimpiade Musim Dingin 2022 dalam empat minggu, pengakuan diplomatik atau pujian apa pun dari Barat akan sama dengan sebuah “keberhasilan” yang dapat digunakan Beijing untuk meningkatkan legitimasinya,” kata Ilshat H.Kokbore.

Di balik fasad “hijau”, Shihezi adalah sebuah kota bergaya militer yang dijalankan oleh Korps Produksi dan Konstruksi Xinjiang, menurut media negara Tiongkok. Korps Produksi dan Konstruksi Xinjiang adalah sebuah kelompok paramiliter regional yang diberi sanksi-sanksi oleh Amerika Serikat karena pelanggaran hak asasi manusia yang serius.

“Kota ini tidak ramah kepada siapa pun, bahkan tidak ramah kepada suku Han Tionghoa yang tinggal di sana,” kata Ilshat H.Kokboore, merujuk pada kelompok etnis mayoritas di Tiongkok.

Shihezi adalah sebuah kota besar untuk mengekspor produk kapas dan tomat, menurut klaim laporan media Tiongkok.

Ketika Ilshat H.Kokbore menjadi seorang dosen di sana, setiap tahun selama musim panen kapas, yang biasanya dimulai sekitar pertengahan bulan September, ia akan memimpin sekitar 50 hingga 70 mahasiswa Uyghur untuk memetik kapas. Tenaga kerja itu tidak dibayar. Untuk mencapai kuota, mereka kadang harus tinggal di ladang-ladang kapas dari jam 6 pagi sampai 10 malam “Itu namanya pendidikan tenaga kerja bagi para mahasiswa,” kata Ilshat H.Kokbore.

Washington melarang semua impor kapas dan tomat dari wilayah tersebut pada bulan Januari lalu karena masalah-masalah kerja paksa. Pada Desember, Presiden Joe Biden menandatangani sebuah undang-undang yang melarang semua impor dari Xinjiang.

Sanksi ini telah menghantam Xinjiang dengan keras, kata Ilshat H.Kokbore, yang ia yakini adalah alasan utama di balik kampanye iklan Beijing. Dengan ekspor ke Amerika Serikat dikekang, koneksi Ilshat H.Kokbore dari Shihezi memberitahunya, pemerintah Shihezi berada di tempat yang sulit secara keuangan dan bahkan memiliki beberapa masalah sepenuhnya dalam membayar gaji-gaji para pegawai negeri.

Kampanye propaganda ini sepertinya tidak akan membuahkan hasil, mengingat dunia mengetahui pelanggaran yang dilakukan rezim Tiongkok terhadap warganegaranya di Xinjiang dan di tempat lain, kata Ilshat H.Kokbore. 

Ilshat H.Kokbore menunjuk contoh terbaru dari karatina kota Xi’an yang kejam dalam upaya untuk menekan angka COVID-19, yang telah membuat penduduk setempat berjuang keras untuk mendapatkan makanan dan perawatan medis dasar.

“Bagaimana orang-orang dapat mempercayai pemerintah ini?,” kata Ilshat H.Kokbore. 

“Warganegaranya sendiri tidak dapat menikmati kebebasan apa pun …[dan] ketika mereka membutuhkan, bahkan tidak dapat mengunjungi dokter,” tambahnya. 

Xinhua memulai debutnya di Times Square pada tahun 2011 dalam sebuah upaya untuk memperluas jangkauannya ke seluruh dunia global, menggunakan layar untuk memutar video yang menggambarkan rezim Tiongkok dalam sudut pandang yang khusus.

Awal tahun lalu, di tengah meningkatnya pengawasan atas dugaan Tiongkok menutup-nutupi asal-mula pandemi, sebuah iklan dari Xinhua mengklaim bahwa Tiongkok memimpin dunia dalam memerangi pandemi dan menyerukan persatuan. Sekitar waktu itu, Beijing telah menolak untuk menyerahkan data pasien yang mentah kepada Organisasi Kesehatan Dunia untuk penyelidikan asal-mulai virus.

Tetapi Xinhua dan outlet-outlet pemerintah Tiongkok lainnya menghadapi keraguan yang semakin berkembang di Barat. Xinhua terdaftar sebagai sebuah agen asing tahun lalu di bawah perintah dari Kementerian Kehakiman. 

Xinhua juga merupakan salah satu dari 15 outlet berita  milik negara Tiongkok yang ditunjuk oleh Amerika Serikat telah sebagai misi asing, bersama China Daily dan penyiaran berbahasa Inggris CGTN.

Orang-orang Amerika Serikat perlu “mengatakan tidak” kepada rezim Tiongkok, kata Ilshat H.Kokbore.

Mengingat bahwa Beijing sangat membatasi aktivitas outlet Amerika Serikat dan outlet media asing lainnya di Tiongkok, Ilshat H.Kokbore mempertanyakan mengapa Washington harus memberikan begitu banyak kebebasan kepada outlet rezim Tiongkok di Amerika Serikat.

“Mengapa kita harus membiarkan media Tiongkok dengan bebas menyebarkan ideologi komunis? Hal itu tidak boleh terjadi,” tanya Ilshat H.Kokbore. (Vv)