Beijing Menghukum Praktisi Falun Gong Hingga 8 Tahun Penjara Menjelang Olimpiade

Rita Li

Sebuah pengadilan Beijing telah menghukum seorang praktisi Falun Gong delapan tahun penjara saat Olimpiade Musim Dingin 2022 semakin dekat. Hukuman berat kembali menyoroti pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Partai Komunis Tiongkok di saat Tiongkok berusaha untuk meninggikan citra politiknya, menurut Wu Shaoping, seorang pengacara hak asasi manusia Tiongkok di Amerika Serikat.

Wu Shaoping kepada The Epoch Times mengatakan, Komite Olimpiade Internasional harus membuka mata terhadap situasi hak asasi manusia saat ini di Tiongkok di bawah Partai Komunis Tiongkok. Bahkan, tidak boleh terus-menerus bekerja sama dengan Partai Komunis Tiongkok. 

“Hal ini adalah memalukan bagi Komite Olimpiade Internasional,” ujarnya. 

Xu Na, seorang pelukis benda mati yang berusia 53 tahun dari Beijing, adalah salah satu dari 11 warganegara Tiongkok yang ditahan pada Juli 2020, karena memberikan foto-foto dan informasi kepada The Epoch Times edisi bahasa Mandarin selama awal wabah COVID-19 di Tiongkok.

Semua orang yang ditahan itu adalah praktisi Falun Gong. Falun Gong adalah sebuah disiplin spiritual berdasarkan prinsip inti dari Sejati, Baik, dan Sabar, dan ada 70 juta hingga 100 juta orang mempraktikkan Falun Gong di Tiongkok pada tahun 1999. 

Saat itu, rezim Tiongkok menganggap popularitas Falun Gong sebagai sebuah ancaman dan meluncurkan sebuah kampanye penganiayaan nasional untuk memberantas Falun Gong.

“Xu Na dan yang lainnya tidak hanya tidak bersalah tetapi juga berjasa,” kata pengacara pembela Xu Na, Xie Yanyi, yang dilarang membela kliennya di sidang pada 15 Oktober 2021.

Xu Na telah ditahan di sebuah pusat penahanan setempat, sambil menunggu persidangan selama lebih dari setahun sejak 11 orang tersebut ditangkap. Xu Na dijatuhi hukuman hanya tiga minggu sebelum Olimpiade Beijing tahun 2022.

Pengikut Falun Gong mengambil bagian dalam latihan bersama di Taipei, Taiwan, pada 5 Desember 2020. (Pai Chuan / The Epoch Times)

Pengadilan tersebut memvonis Xu Na pada14 Januari hingga menjadi hukuman 8 tahun penjara–—hukuman terlama dari 11 orang tersebut. Lainnya dijatuhi hukuman antara dua tahun dan lima tahun, menurut kepada pengacara perwakilan Xu Na.

Tangan besi komunis telah menghancurkan keluarga Xu Na 14 tahun yang lalu, saat dunia bersiap untuk Olimpiade tahun 2008.

Polisi Beijing menangkap Xu Na dan suaminya pada Januari 2008 dengan alasan sebuah “pemeriksaan Olimpiade.”

Suami Xu Na, Yu Zhou, seorang musisi folk, disiksa sampai mati karena keyakinannya selama dua minggu penahanannya, pada usia 42 tahun. 

Xu Na tidak diizinkan untuk menghadiri pemakaman suaminya dan kemudian Xu Na dijatuhi hukuman 3 tahun penjara.

Apa yang terjadi pada pasangan ini seharusnya lebih dari cukup untuk membangkitkan kesadaran internasional, kata Wu Shaoping.

Beijing adalah kota pertama yang menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas dan Musim Dingin, meskipun seruan internasional untuk boikot penuh atas catatan hak asasi manusia yang sangat buruk yang dilakukan Partai Komunis Tiongkok yang berkuasa, yang seharusnya mendiskualifikasi Tiongkok sebagai negara tuan rumah.

“Setiap ketidakadilan di dunia ini, bahkan jika ketidakadilan itu adalah jauh, masih relevan bagi anda, karena itu selalu menyiksa hati nurani anda,” tulis Xu Na dalam sebuah penyataan pribadi.

Xu Na tidak dapat melupakan rasa sakit yang mengerikan yang dialaminya selama penahanannya yang berkepanjangan  di Beijing, kata Xu Na dalam pernyataan itu, mengingat hari-hari kelam yang dilaluinya.

“Hal tersebut membuat hidup menjadi lebih buruk daripada mati,” kata Xu Na setelah penahanan 5 tahun pertama yang dilaluinya, dimulai pada tahun 2001. Kemudian pada usia 32 tahun, Xu Na mengalami banyak siksaan yang kejam dan telah menghabiskan total  sekitar 10 tahun di balik jeruji besi.

“Betapa saya berharap saya berada di Auschwitz, bukan di sebuah penjara di Tiongkok. Dalam kamar-kamar gas Nazi, seseorang dapat mati dengan cepat, Tujuan [kejahatan] Nazi terhadap kemanusiaan adalah menghancurkan tubuh orang Yahudi, sementara tujuan [Partai Komunis Tiongkok] adalah untuk menghancurkan jiwa manusia, hati nurani manusia,” kata Xu Na dalam pernyataan itu. 

Sekitar 5.200 praktisi Falun Gong dari Taiwan melakukan latihan di Liberty Square di Aula Peringatan Chiang Kai-shek di Taiwan pada tanggal 1 Mei. (Sun Xiangyi / The Epoch Times)

Ketika Xu Na menolak untuk melepaskan keyakinannya di bawah siksaan, seorang petugas polisi memberitahunya dengan serius, “Saya harus mengajukan kraniotomi dan mengeluarkan otak anda.” 

 Pengacara hak asasi manusia Wu Shaoping mengatakan partai Komunis Tiongkok telah melanggar norma-norma hak asasi manusia internasional. Ia menyerukannya dalam sebuah seruan berkelanjutan untuk memboikot Olimpiade Beijing, yang  akan dimulai pada 4 Februari.

Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat telah menyatakan keprihatinan untuk 11 warganegara Tiongkok tersebut, termasuk Xu Na, dalam sebuah email untuk The Epoch Times pada Agustus lalu.

“Amerika Serikat meminta pemerintah Republik Rakyat Tiongkok untuk membebaskan jurnalis dan kontak mereka yang ditahan karena liputan mereka mengenai pembatasan-pembatasan COVID-19 dan untuk menghentikan upaya pemerintah Republik Rakyat Tiongkok untuk membungkam mereka yang berusaha untuk melaporkan kebenaran,” kata seorang juru bicara.

The Committee to Protect Journalists, kelompok advokasi jurnalis yang berbasis di New York, juga menyerukan pembebasan segera dengan semua tuduhan dibatalkan dalam pernyataan Agustus.

Pemimpin redaksi majalah Bitter Winter, Massimo Introvigne berbicara mengenai penangkapan dalam sebuah wawancara sebelumnya, mengatakan rezim Tiongkok lebih takut pada kebenaran dan informasi bebas daripada ketakutan terhadap senjata

Negara-negara yang mengumumkan sebuah boikot diplomatik terhadap Olimpiade termasuk Amerika Serikat, Australia, Inggris, Kanada, Lituania, Belgia, Denmark, dan Estonia. (Vv)