Orang-orang yang Menganut Keyakinan Terus-Menerus Menderita Penganiayaan di Tiongkok

Nicole Hao

Setelah 22 tahun pelecehan dan penyiksaan di tangan rezim Tiongkok karena keyakinan spiritualnya, Dai Zhidong meninggal dalam usia 60 tahun pada 11 Februari, 35 hari setelah rezim Tiongkok menangkapnya lagi karena membagikan sebuah pamflet, dan kurang dari satu tahun setelah istrinya, Guan Fengxia, meninggal karena penganiayaan berat oleh rezim Tiongkok.

Dalam beberapa bulan terakhir hidupnya, Dai Zhidong bekerja sebagai seorang sopir truk barang. Padal 8 Januari, Dai Zhidong sedang mengisi tangki truknya dalam perjalanan untuk pengiriman di daerah Lindian di Provinsi Heilongjiang, jauh di timur laut Tiongkok, dan memberikan sebuah pamflet mengenai keyakinannya kepada petugas SPBU. 

Tidak lama setelah meninggalkan pompa bensin tersebut, sekelompok polisi muncul entah dari mana dan menghentikan truknya. Polisi itu kemudian menahan Dai Zhidong semalaman tanpa mengeluarkan dokumen resmi apa pun, dan mengambil kunci-kunci Dai Zhidong ke rumah Dai Zhidong.

Keesokan harinya, polisi membebaskan Dai Zhidong setelah mengharuskan Dai Zhidong membayar 10.000 yuan (usd 1.570). Setibanya di rumah, Dai Zhidong terkejut menemukan rumahnya digeledah; polisi telah mengosongkan semua isi laci dan lemarinya dan semua isinya berserakan di lantai, dan memakan setengah kotak jeruk Mandarin yang ia beli sebelum pengiriman terakhir. Kulit-kulit jeruk Mandarin kemudian dibiarkan berserakan di lantai.

Polisi juga telah menyita satu-satunya sisa tabungan Dai Zhidong yang ia simpan di rumah untuk berjaga-jaga—–5.000 yuan (usd 786).

Tanpa dana dan khawatir polisi akan mengganggunya lagi, juga sangat merindukan istrinya, Dai Zhidong pingsan dengan gejala-gejala sebuah awal serangan penyakit parah yang cepat, tidak mampu menanggung puluhan tahun intimidasi dan penyiksaan. Tidak mempunyai asuransi atau uang untuk mengunjungi dokter, Dai Zhidong meninggal di rumahnya pada 11 Februari.

Selama dua terakhir dekade terakhir, Dai Zhidong dan istrinya disiksa dengan kejam oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang berkuasa hanya karena Dai Zhidong dan istrinya menolak untuk mencela keyakinannya pada Falun Gong.

Juga dikenal sebagai Falun Dafa, Falun Gong adalah sebuah latihan spiritual Tiongkok kuno yang terdiri dari latihan qigong dan ajaran moral yang mempromosikan hidup sesuai dengan prinsip Sejati, Baik, dan Sabar. 

Praktisi Falun Gong melakukan latihan di sebuah acara yang menandai ulang tahun ke-22 dimulainya penganiayaan rezim Tiongkok terhadap Falun Gong di Washington pada 16 Juli 2021. (Samira Bouaou/The Epoch Times)

Namun, rezim Tiongkok meluncurkan sebuah kampanye peniadaan yang sistematis pada Juli 1999 hanya karena Falun Gong memiliki 70 juta hingga 100 juta praktisi di Tiongkok, yang jumlahnya lebih banyak daripada anggota Partai Komunis Tiongkok.

Dai Zhidong dan Guan Fengxia dulunya memiliki sebuah keluarga yang bahagia di Daqing, sebuah kota di Provinsi Heilongjiang. Dai Zhidong bekerja di Pusat Pelatihan Perusahaan Pompa Kapal Selam di Administrasi Perminyakan Daqing. Guan Zhidong adalah seorang konduktor di Stasiun Kereta Api Sartu di Daqing. Dai Zhidong dan Guan Fengxia menikmati pendapatan yang stabil dari pekerjaannya, serta kesehatan yang baik dari latihan Falun Gong yang mereka lakukan sehari-hari.

“Berlatih Falun Gong tidak hanya membebaskan saya dari penderitaan penyakit, tetapi juga menyelamatkan jiwa saya,” tulis Dai Zhidong dalam sebuah sharing yang dipublikasikan di Minghui.org, situs web berbasis di Amerika Serikat yang melacak penganiayaan terhadap Falun Gong di Tiongkok. “Saya sekarang mengerti bagaimana menjadi orang yang baik.”

Dai Zhidong menulis bahwa Guan Fengxia mulai berlatih Falun Gong pada 1995, dan Dai Zhidong bergabung dengan istrinya satu tahun kemudian setelah ia menyaksikan bagaimana istrnya berubah menjadi orang yang jauh lebih baik.

Dai Zhidong dan Guan Fengxia meninggalkan seorang putra berusia 34 tahun.

Dai Zhidong

Dai Zhidong mengalami pelecehan, penangkapan, penahanan, pemindahan, penyiksaan, dan pemerasan keuangan di bawah rezim Tiongkok, yang berusaha memaksanya untuk melepaskan keyakinannya, menurut Minghui.org.

Pada Desember 1999, Ma Zhifeng, pejabat Partai Komunis Tiongkok yang mengawasi majikan Dai Zhidong, memaksa Dai Zhidong untuk membayar 3.000 yuan (usd 470)—–beberapa kali lipat dari gaji bulanan Dai Zhidong karena Dai Zhidong berlatih Falun Gong.

 Ma Zhifeng mengklaim bahwa rezim Tiongkok tidak mengizinkan orang-orang untuk berlatih Falun Gong lagi setelah penganiayaan terhadap Falun Gong dimulai pada bulan Juli tahun itu, dan tidak mengizinkan praktisi-praktisi Falun Gong untuk mengajukan petisi. Uang itu akan dipegang oleh rezim Tiongkok  sebagai jaminan untuk memastikan bahwa Dai Zhidong tidak akan pergi ke Beijing untuk mengajukan petisi.

Pada April 2000, polisi setempat meminta Dai Zhidong untuk hadir di kantor polisi untuk menjawab beberapa pertanyaan. Ketika Dai Zhidong hadir, ia ditahan selama lebih dari 45 hari hanya karena ia tidak melepaskan keyakinannya terhadap Falun Gong.

Pada 18 Juni 2000, Dai Zhidong setuju dengan Guan Fengxia, yang juga menghadapi penganiayaan karena berlatih Falun Gong, petisi adalah satu-satunya cara bagi mereka untuk mendapatkan kembali kebebasan berpikir dan berkeyakinan. Jadi, mereka membeli tiket kereta api dan pergi ke Beijing bersama dengan putra mereka yang masih remaja.

Sudah di bawah pengawasan pemerintah, keluarga tersebut tidak pernah berhasil sampai ke Beijing. Mereka ditahan oleh polisi kereta api di dalam kereta api dan dikirim kembali ke Daqing. Dai Zhidong ditahan selama 75 hari, didenda 4.500 yuan (usd 710), dan diberhentikan tanpa pesangon. Guan  Fengxia ditahan selama 45 hari.

Bahkan setelah dibebaskan, polisi terus mengganggu Dai Zhidong. Pada Desember 2000, polisi menangkap Dai Zhidong. Sebelum pihak berwenang dapat mengamankan Dai Zhidong di sebuah fasilitas penahanan, Dai Zhidong menemukan kesempatan untuk melarikan diri. Dai Zhidong melakukan perjalanan ke Harbin berharap dapat menghindari polisi di Daqing yang mencarinya, tetapi akhirnya ia ditemukan. Dai Zhidong didenda 2.300 yuan (usd 360) dan dikirim kembali ke Daqing untuk penahanan lebih lanjut.

Sebuah demonstrasi menunjukkan bagaimana seorang wanita praktisi Falun Gong diberi makan melalui hidung di penjara. (Charlotte Cuthbertson/The Epoch Times)

Dai Zhidong melarikan diri lagi sampai polisi menemukannya pada 22 April 2002. Kali ini, penjara penjaga di Pusat Penahanan Daqing memukulinya dengan kejam dan memaksanya minum air lada cabai. Untuk memprotes penyiksaannya, Dai Zhidong memulai mogok makan. 

Sebagai hukumannya, penjaga penjara kemudian mencolok kerongkongan Dai Zhidong dengan sebuah pipa makanan melalui hidung. Dai  Zhidong memberitahu keluarganya dari penahanan beberapa bulan kemudian bahwa ia sering muntah darah.

Suatu hari di akhir Juni 2002, keluarga Dai Zhidong diberitahu bahwa Dai Zhidong dirawat di sebuah rumah Sakit. Mereka dengan cepat pergi mengunjungi Dai Zhidong, tetapi melihat bahwa orang yang mereka cintai berada dalam kondisi yang buruk. Mereka memberitahu Minghui.org bahwa Dai Zhidong diborgol di sebuah kursi, bibir dan gigi-giginya terdapat lapisan darah kering dan darah segar, wajahnya pucat, hidungnya berwarna ungu, kedua matanya tertutup, dan Dai Zhidong tidak memberi respon.

Keluarga tidak bisa membawa pulang Dai Zhidong karena mereka tidak punya uang untuk membayar polisi. Mereka tanpa daya melihat polisi mengirim Dai Zhidong kembali ke pusat tahanan.

Pada September 2002, Dai Zhidong dipindahkan ke Penjara Daqing di mana ia menderita penyiksaan yang bahkan lebih buruk selama hampir tujuh tahun. Menurut Dai Zhidong, polisi penjara terus-menerus memukuli tubuhnya yang sudah rusak parah. Dai Zhidong kehilangan kesadaran beberapa kali selama bertahun-tahun penyiksaan. 

Pada satu titik,  Dai Zhidong menderita nyeri telinga selama tahun ketika ia kehilangan sebagian besar pendengarannya. Kedua tungkai bawahnya juga cedera sampai akhirnya ia tidak dapat berjalan selama dua minggu.

Metode penyiksaan lainnya juga digunakan dengan kejam pada Dai Zhidong. Penjaga penjara sering tidak mengizinkan Dai Zhidong tidur. Periode tanpa tidur terpanjang di mana penjaga penjara memaksanya untuk tetap terjaga adalah tiga hari. Penjaga penjara juga memaksa Dai Zhidong untuk duduk di sebuah bangku kecil tanpa bergerak selama hampir 20 jam per hari selama beberapa hari. Penjaga penjara menanggalkan semua pakaian Dai Zhidong Dan menuangkan air dingin ke tubuh Dai Zhidong di musim dingin ketika suhu berada di bawah titik beku. Bentuk penyiksaan lain yang dikenakan pada Dai Zhidong adalah dihempaskan ke tanah dan kedua kakinya diseret sejauh lebih dari 100 meter. Setelah penyiksaan itu, baju hangat yang dikenakan Dai Zhidong robek dan kulit di punggungnya terluka.

Dai Zhidong merasa diberkati karena ia meninggalkan penjara dengan selamat pada 21 April 2009.

Guan Fengxia

Guan Fengxia. (Minghui.org)

Guan Fengxia juga menderita penganiayaan karena keyakinannya pada Falun Gong. Dari September 1999, lebih dari satu bulan setelah dimulainya penganiayaan terhadap Falun Gong, Guan Fengxia dikirim dengan kereta api ke sekolah Partai Komunis Tiongkok di Jiagedaqi di mana ia dipaksa menghadiri sesi-sesi cuci otak setiap hari selama lima bulan.

Setelah dibebaskan dari sekolah, Guan Fengxia tidak diizinkan pulang dan dipaksa tinggal di sebuah stasiun kereta api selama lima bulan lagi. Ketika akhirnya tiba di rumah pada akhir Mei 2000, ia menemukan bahwa suaminya telah ditahan dan putranya yang berusia 12 tahun tinggal sendiri di rumah.

Pada saat itu, Guan Fengxia masih percaya bahwa kepemimpinan pusat rezim Partai Komunis Tiongkok di Beijing akan memberinya kebebasan berkeyakinan seperti yang dijamin dalam konstitusi Tiongkok. Ketika berupaya pergi ke Beijing untuk mengajukan banding, Guan Fengxia ditangkap dan dikirim ke Kamp Kerja Wanita Qiqihar Shuanghe selama dua tahun.

“Sel penjara adalah gelap dan lembap, di mana air merembes melalui dinding. Membeku di musim dingin serta penuh nyamuk dan serangga di musim panas. Setiap pagi, saya dapat menemukan lebih dari sepuluh jenis serangga mati di tubuh saya,” kata Guan Fengxia kepada Minghui.org setelah ia dibebaskan pada 2002.

Di kamp kerja paksa, Guan Fengxia juga mengalami siksaan dipukuli, kurang tidur, dan duduk di bangku kecil tanpa bergerak, seperti yang terjadi pada suaminya. Penderitaan terburuk bagi Guan Fengxia adalah saat ia melakukan kerja paksa; ia terkena racun ketika kamp memaksa ia dan tahanan-tahanan lain untuk mengemas pestisida.

“Setiap hari, saya merasa tidak hanya wajah, tangan, dan tubuh saya yang ditutupi dengan pestisida, tetapi juga rongga hidung dan tenggorokan saya penuh dengan pestisida. Saya menderita batuk dan hidung saya berair,” kata Guan Fengxia.

Guan Fengxia dibiarkan membesarkan putranya sendiri selama enam setengah tahun karena Dai Zhidong ditahan di penjara. Dengan mengalami pelecehan dan gangguan yang terus-menerus oleh polisi dalam kehidupannya sehari-hari, Guan Fengxia merasa sulit untuk mencari pekerjaan dan mengalami banyak tekanan mental setiap hari.

Setelah tidak bisa makan selama dua tahun, Guan Fengxia meninggal pada 5 Maret 2021. (Vv)