Bentrokan Sipil – Aparat di Kota Kunshan, Daratan Tiongkok Meletus, Menyoroti Penderitaan Warga Kota Kecil dan Menengah yang Terabaikan

oleh Jin Shi

Sebagai akibat penerapan lockdown kota yang tanpa pertimbangan diberlakukan di seluruh negeri. Banyak kota kecil dan menengah di daratan Tiongkok yang sejak lama sudah ditutup demi mencegah penyebaran epidemi, telah membuat roda ekonomi dan penghasilan warga menjadi “mati total”. Lebih serius lagi yaitu kondisi tersebut justru terabaikan oleh otoritas

Sejak awal April tahun ini, otoritas Kota Kunshan yang letaknya tidak jauh dari Shanghai, telah menerapkan lockdown ketat. Akibat tekanan hidup yang sulit ditahan lagi oleh warga sipil, protes berskala besar sering terjadi, tetapi selalu ditindas dengan keras oleh pihak berwenang.

Para pengunjuk rasa yang marah merobohkan tenda darurat yang digunakan sebagai stasiun pencegahan epidemi dan mencoba menghancurkan tanda rambu-rambu kaitannya. Petugas pencegahan epidemi yang berpakaian pelindung tidak dapat mengendalikan situasi dan hanya bisa melarikan diri. Namun demikian, tidak lama kemudian mobil polisi dikerahkan untuk menekan, dan banyak pengunjuk rasa yang langsung ditangkap oleh polisi.

Beberapa warga mengatakan bahwa penutupan kota Kunshan yang sudah berjalan lama membuat kehidupan mereka terancam.

Seorang warga di Kota Kunshan mengatakan : “Selama 1 bulan lebih kami terisolasi di sini karena lockdown, kemudian beredar kabar bahwa tak lama lagi pembatasan akan dilonggarkan. Tetapi karena wabah kembali meluas, sekarang masalahnya adalah kita sudah tidak memiliki makanan, kehidupan sudah terancam”.

Warga Kunshan Mr. Feng kepada reporter New Tang Dynasty TV mengatakan bahwa banyak insiden massal terjadi di komunitas Zhonghua setempat akhir-akhir ini. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di sana adalah warga migran yang merupakan masyarakat lapisan bawah. Setiap hari mereka bekerja di pabrik-pabrik dengan upah yang dihitung harian. Sejak otoritas menginstruksikan penutupan ketat kota, orang-orang ini tidak bisa pergi bekerja sehingga  makan menjadi masalah.

Ia juga mengatakan, warga pendatang yang terisolasi di tempat asing ini jelas tidak ada pemasukan karena tidak bekerja, tentu mengharapkan bantuan pemerintah. Tetapi pemerintah selain tidak membantu mencarikan solusinya, bahkan mengirim polisi khusus untuk melakukan penindasan. Insiden yang terjadi kemarin juga sama seperti itu. 

Video yang disediakan oleh Mr. Feng menunjukkan, warga sipil yang protes memanjat pagar besi yang dipasang di gerbang komunitas, beberapa orang mencoba untuk merobohkan pagar besi tersebut.

Terlihat juga seorang pejabat setempat yang sedang berkomunikasi dengan para pemrotes, tetapi tidak meredakan suasana.

Kata pejabat itu dalam rekaman : “Jangan bertengkar dengan saya, jika Anda terus bertengkar dengan saya, saya berhak menangkap Anda”.

Dari video rekaman warga terdengar ia mengatakan : “Konflik terus meningkat, semakin banyak orang yang mulai membuat masalah, polisi sudah datang”.

Kunshan di Suzhou merupakan “pijakan yang diandalkan Shanghai” dan juga tempat berkumpulnya sejumlah besar pengusaha Taiwan, termasuk produsen semikonduktor dan komponen elektronik. Lockdown membuat para pekerja yang sebagian besar adalah warga migran kehilangan pekerjaan dan penghasilan.

Sedangkan situasi di Kunshan, Suzhou ini hanyalah sebuah mikrokosmos dari kota-kota kecil dan menengah yang tak terhitung jumlahnya di daratan Tiongkok.

Penduduk Kota Dongxing di Provinsi Guangxi mengatakan : “Kami telah terisolasi di sini selama lebih dari 50 hari. Ya, Anda tidak salah dengar. Kecuali turun ke bawah untuk melakukan tes asam nukleat, semua orang hanya bisa diam dalam rumah selama hampir 2 bulan”.

Tercatat hingga akhir April tahun ini, Kota Suifenhe di Provinsi Heilongjiang telah ditutup selama hampir 90 hari. Kota Dongxing di Provinsi Guangxi telah ditutup selama 60 hari. Kota Ruili di Provinsi Yunnan telah dibuka-tutup selama 160 hari. 

Namun demikian, hanya ada sedikit berita yang terekspos dari tempat-tempat ini, yang menurut penjelasan Tang Jingyuan, seorang komentator urusan terkini bahwa itu mungkin terjadi karena 2 alasan berikut.

“Pertama, kota-kota kecil dan menengah ini relatif sedikit mendapat perhatian publik. Dan mungkin karena kontrol lokal yang relatif kuat terhadap opini publik yang relevan”, kata Tang Jingyuan.

Tang Jingyuan percaya bahwa penutupan dan pengendalian terhadap sejumlah besar kota baik kota besar, menengah maupun kecil telah dijadikan semacam norma. (sin)