Kesaksian Mantan Kepala Kelompok Mafia Jepang Tentang Pengambilan Organ dari Tubuh Hidup Praktisi Falun Gong di Tiongkok

 oleh reporter Epoch Times Tokyo

Sugawara Ushio adalah mantan kepala kelompok Yamaguchi-gumi, salah satu Yakuza atau geng kekerasan terbesar di Jepang pada tahun 2015 telah mengundurkan diri dari kelompok dan beralih sebagai komentator ekonomi. Ia telah menulis belasan buku tentang bidang ekonomi. Selain itu ia juga seorang selebriti internet yang sering membuat komentar kritis terhadap Partai Komunis Tiongkok (PKT) dan memiliki 220.000 orang pengikut di Twitter. 15 tahun silam ia secara tidak sengaja menyaksikan dan mendengar hal-hal terkait pengambilan organ dari tubuh hidup di Tiongkok.

Pada tahun 2007, penyakit liver saudara laki-laki teman Sugawara Ushio memburuk dan dokter menyarankan transplantasi jika ingin hidup lebih lama. Tak lama berlangsung seorang teman yang merupakan perantara segera mendapatkan kabar pendonor liver sudah siap di daratan Tiongkok dan transplantasi dapat berlangsung dalam waktu dekat. Namun, sebelum operasi, produk darah yang disebut albumin yang disiapkan oleh rumah sakit ternyata palsu dan tidak dapat digunakan untuk operasi. Karena itu, temannya jadi meminta bantuan Sugawara Ushio untuk membeli albumin di Jepang dan mengirimkannya ke Beijing. Mulai saat itulah Sugawara mengetahui mengenai seluk beluk pengambilan organ ilegal dari tubuh hidup praktisi Falun Gong yang dilakukan oleh PKT.

Kekhawatiran bahwa rezim mungkin telah mengambil organ untuk keuntungan pertama kali muncul pada tahun 2006. Beberapa whistleblower tahun itu mendekati The Epoch Times menawarkan kesaksian tentang praktik terlarang. Annie (nama samaran), yang bekerja di sebuah rumah sakit Tiongkok di timur laut Tiongkok, mengatakan bahwa mantan suaminya adalah seorang ahli bedah otak di fasilitas yang sama, dan dokter lain mengambil kornea dan organ lain dari praktisi Falun Gong yang masih hidup sebelum membuang mayatnya ke insinerator, terkadang saat mereka masih hidup.

Sebuah panel independen yang berbasis di London 2019, yang dikenal sebagai China Tribunal, menyimpulkan tanpa keraguan bahwa rezim telah membunuh tahanan hati nurani dan menjual organ mereka. Praktisi Falun Gong, mereka temukan, tetap menjadi kelompok korban utama.

Pada awal Mei, Parlemen Eropa menyetujui resolusi yang mengutuk pengambilan organ oleh rezim, menyebutnya “terus-menerus, sistematis, tidak manusiawi.”

The World Organization to Investigate the Persecution of Falun Gong (WOIPFG) atau Organisasi Dunia untuk Investigasi Penganiayaan Falun Gong sebuah kelompok hak asasi manusia yang berbasis di New York, telah mengidentifikasi Rumah Sakit Umum Angkatan Polisi Bersenjata sebagai salah satu pelanggar terburuk yang terlibat dalam banyak kasus dugaan kejahatan pengambilan organ. Panggilan telepon rahasia WOIPFG, setidaknya satu ahli bedah transplantasi dari rumah sakit mengaku mengambil organ dari praktisi Falun Gong.

“Kami memiliki banyak organ,” kata Wang Jianli, wakil kepala ahli bedah untuk lembaga penelitian transplantasi organ rumah sakit, ketika ditanya oleh seorang penyelidik yang menyamar sebagai anggota keluarga pasien yang sedang mencari hati.

Dia mengatakan bahwa satu sampai dua minggu adalah “hampir benar” bagi mereka untuk mengatur operasi.

“Benar, benar, benar,” kata Wang pada November 2018 ketika ditanya apakah organ yang mereka gunakan adalah “organ sehat Falun Gong.”

Pada Senin (20/6/2022) Sugawara Ushio menghadiri acara wawancara dengan reporter Epoch Times Jepang di Tokyo dan menceritakan apa yang pernah ia saksikan dan dengarkan.

Praktisi Falun Dafa dalam sesi latihan kelompok di Kota Shenyang, Tiongkok, pada tahun 1998. (Minghui)

Reporter : Mr. Sugawara Ushio, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda saat itu ?

Sugawara : Pada tahun 2007, penyakit liver saudara laki-laki teman saya memburuk dan dia diberitahu dokter bahwa waktu hidupnya sudah tidak panjang lagi dan satu-satunya jalan keluar adalah menerima transplantasi liver. Pada saat itu, transplantasi liver hanya mungkin dilakukan di Amerika Serikat, Prancis, atau Tiongkok. Di AS dan Prancis, waktu tunggunya lama, biayanya tinggi, dan ada batasan hukum yang ketat. Jadi dia memutuskan untuk operasi di Tiongkok.

Rumah Sakit Umum Polisi Bersenjata Beijing menerima pasien transplantasi dari Jepang, serta orang-orang kaya dari Arab Saudi dan Jerman. Pihak rumah sakit mengatakan bahwa donor mudah ditemukan dengan biaya 30 juta yen Jepang (setara IDR. 3,27 miliar).

Pada Agustus 2007, pihak Tiongkok mengatakan bahwa donor telah ditemukan dan operasi dapat dilakukan kapan saja. Operasi ini membutuhkan albumin yang merupakan konsentrasi darah manusia. Namun sebelum operasi dilakukan, pihak rumah sakit menemukan bahwa albumin di rumah sakit itu palsu sehingga transplantasi terpaksa ditunda. Oleh karena itu saya diminta untuk membelinya di Jepang lalu mengirimkannya ke Beijing.

Itulah kenapa saya jadi tahu soal hal-hal yang berkaitan dengan transplantasi di Tiongkok.

Saya berusaha mendapatkan albumin yang asli di Jepang, tetapi karena ini termasuk obat, jadi  diperlukan lisensi untuk impor dan ekspor. Di pihak Jepang, saya menemukan cara untuk mengeluarkannya dari bea cukai. Kemudian saya mengikuti petunjuk perantara di Tiongkok, masuk dari Kota Dalian, kemudian mengambil penerbangan yang mereka tunjuk menuju ke Beijing. Di Beijing, saya mengalami masalah. Saat itu, seorang perwira senior polisi bersenjata datang untuk menjemput saya, tetapi petugas bandara menemukan obat di bagasi yang diperiksa dan mengatakan bahwa saya tidak bisa mengeluarkannya tanpa izin, karena itu saya ditahan.

Falun Gong atau Falun Dafa adalah sebuah metode kultivasi Jiwa dan Raga dengan prinsip Sejati-Baik-Sabar. Para praktisi melakukan latihan di sebuah acara yang menandai ulang tahun ke-22 dimulainya penganiayaan rezim Tiongkok terhadap Falun Gong, di Washington pada 16 Juli 2021. (Samira Bouaou/The Epoch Times)

Akibat polisi bandara, polisi keamanan publik dan polisi bersenjata tidak termasuk dalam instansi yang sama, jadi mereka menolak membebaskan saya, tidak mau saling mengalah, dan sampai bertengkar selama berjam-jam. Meskipun akhirnya, melalui peran politisi mereka mengizinkan saya untuk meninggalkan bandara.

Setibanya di Beijing, saya menyerahkan albumin kepada pihak rumah sakit, lalu menjenguk saudara teman saya di ruang ICU rumah sakit sehari sebelum transplantasi berlangsung.

Di sana, seorang dokter yang bertanggung jawab untuk melayani saya memberitahu bahwa pendonor organ liver berada di ruang sebelah, apakah saya bersedia melihatnya ? Sambil berbicara dokter tersebut menarik tirai jendela untuk mempersilakan saya melihat. Dalam ruang itu saya melihat pendonor pria berusia 21 tahun itu berbaring di tempat tidur yang tidak sadarkan diri rupanya karena pengaruh anestesi.

Dokter Tiongkok tersebut dapat berbahasa Jepang karena sebelumnya studi di Jepang.

Ia memberitahu saya, pendonor liver ini adalah seorang penjahat yang bagaimana pun juga harus menjalani hukuman mati. Biarlah dia memberikan sedikit kontribusi sebelum mati. Dokter tersebut mengatakan : “Ia masih muda jadi livernya sangat sehat”.

Kemudian saya bertanya apa yang ia (pemuda itu) lakukan sebelumnya. Dokter menjawab : “Dia adalah anggota organisasi teroris”. Saya terus mendesak dengan bertanya apa yang dia lakukan, dan dokter itu menjawab bahwa dia adalah “anggota Falun Gong”.

Namun, transplantasi akhirnya mengalami kegagalan dan pasien meninggal selama operasi berlangsung.

Para praktisi Falun Dafa lainnya dari Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang dan Tangerang Selatan menggelar latihan bersama di Kawasan Buperta Cibubur, Jakarta, Minggu (8/5/2022).

Reporter : Ketika Anda melihat pemuda itu, seperti apa dia saat itu ?

Sugawara : Saya melihatnya ia terbaring di sana dengan tangan dan kakinya diikat perban, tendon di tangan dan kakinya telah dipotong sehari sebelumnya. Dokter mengatakan kepada saya bahwa itu untuk mencegah pemuda ini melarikan diri. Selain itu juga untuk kepentingan transplantasi, karena ketika orang takut, tubuhnya akan meringkuk dan itu dapat mempengaruhi kualitas organ, untuk itu dokter memilih melakukan operasi amputasi tendon.

Reporter : Apakah pemuda itu masih hidup saat pengambilan organ dilakukan ?

Sugawara : Tentu saja, dia masih hidup ketika saya melihatnya. Setelah organnya diambil, orang itu akan mati, jadi ini adalah transplantasi dari organ orang hidup. Transplantasi dilakukan pada saat bersamaan pengambilan organ adalah yang paling baik. Kemudian bagaimana jenazah itu diperlakukan saya tidak tahu lagi.

Para praktisi Falun Dafa lainnya dari Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang dan Tangerang Selatan menggelar latihan bersama di Kawasan Buperta Cibubur, Jakarta, Minggu (8/5/2022).

Reporter : Berapa lama waktu yang dibutuhkan teman Anda untuk menemukan donor ?

Sugawara : Sebelumnya ia pergi ke Tiongkok untuk menjalani pemeriksaan, kemudian kembali ke Jepang untuk menunggu kabar. Setelah 1 bulan, pihak Tiongkok sudah berhasil menemukan organ yang dianggap cocok untuk pasien.

Reporter : Siapa perantara itu ?

Sugawara : Dia adalah perantara spesialis di bidang medis. Pada tahun 2007, banyak warga Tiongkok kaya mulai mengorganisir kelompok wisata medis ke Jepang, dan dia juga melakukan ini. Dia adalah warga negara Tiongkok, pernah studi di Jepang, dan ia memiliki hubungan interpersonal yang luas, memiliki kontak dengan banyak dokter terkenal di Jepang.

Praktisi Falun Gong berpartisipasi dalam parade untuk memperingati 23 tahun seruan damai 25 April dari 10.000 praktisi Falun Gong di Beijing, di Flushing, N.Y., pada 23 April 2022. (Larry Dye/The Epoch Times)

Reporter : Apakah dokter Jepang tahu bahwa sumber organ-organ ini bermasalah ?

Sugawara : Tentu mereka tahu, tapi mereka sengaja menghindari pertanyaan itu karena kepentingan dokter dan pasien sejalan. Sedangkan alasan di pihak Tiongkok adalah karena mereka adalah terpidana mati, mereka pada akhirnya akan dieksekusi, jadi mengapa tidak membiarkan mereka melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain sebelum mati ?

Reporter : Apakah Rumah Sakit Umum Polisi Bersenjata Beijing aktif melakukan transplantasi organ ?

Sugawara : Benar. Menurut yang mereka perkenalkan, bahwa orang-orang kaya dari Eropa dan Amerika Serikat, Rusia, Arab Saudi dan negara-negara Timur Tengah lainnya semua menerima transplantasi organ di Tiongkok. Saya melihat sendiri beberapa orang Eropa dan Amerika. Hanya saja yang orang Jepang hanyalah teman saya pada saat itu, tetapi saya mendengar bahwa banyak orang Jepang yang datang untuk menerima transplantasi.

Ada ruang tunggu khusus untuk pasien, yang menurut saya seharusnya ada di hotel terdekat. Pasien-pasien itu sering didatangi ahli medis dari rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan.

Para praktisi Falun Dafa di Jakarta memperagakan pengambilan organ tubuh yang dialami praktisi Falun Dafa di Tiongkok. Kegiatan digelar di depan Kedubes Tiongkok, Jalan Mega Kuningan, Jakarta Selatan

Reporter : Apakah pejabat pemerintah Tiongkok juga terlibat dalam tindakan tersebut ?

Sugawara : Tentu saja. Mereka mengatakan bahwa tanpa partisipasi pejabat pemerintah yang berwenang tidak mungkin transplantasi organ bisa dilakukan, karena ada banyak hal yang tidak mampu ditangani.

Di bandara, kami menggunakan pintu keluar khusus, melewati lorong dan terowongan bawah tanah rahasia yang hanya khusus buat pejabat senior, dan saya tidak melihat kendaraan lain. Saat itu, selain pejabat senior yang datang menjemput saya, ada juga 4 orang polisi bersenjata lengkap dengan senjata api yang mengawal. Dalam perjalanan dari bandara ke rumah sakit Beijing, mobil polisi bersenjata membuka jalan bagi kami.

Saya tidak tahu apa pangkat pejabat tinggi ini, tetapi saya dapat merasakan bahwa dia adalah pejabat yang cukup memiliki wewenang. Ketika dia datang untuk menjemput saya di bandara, mobil khususnya melaju langsung di bawah pesawat, dan kemudian petugas bea cukai yang menghampiri kita di bawah pesawat untuk melakukan pengecapan paspor saya, setelah itu  mobil khusus yang kita tumpangi melaju keluar bandara melalui tempat tertulis “VIP Exit” .

Mobil yang datang menjemput saya adalah dua Lexus berwarna hitam dengan bendera di depannya, dan mereka semua melewati jalan khusus dan rahasia.

Saat itu saya sempat bertukar kartu nama dengan pejabat tinggi, tetapi karena sudah lama, saya sudah tidak lagi memiliki kartu nama itu.

Warga melintasi spanduk yang dibentangkan oleh praktisi Falun Dafa di Depan Kedubes Tiongkok, Jakarta, 18 Juli 2020

Reporter : Apakah media besar Jepang tahu mengenai masalah ini ?

Sugawara : Mereka tahu, tapi mereka tidak melaporkannya, karena mereka masih ingin melanjutkan bisnis di Tiongkok.

Saat itu juga ada seorang reporter dari salah satu media besar Jepang yang ingin meliput transplantasi organ tersebut, namun tentu saja ditolak oleh pihak rumah sakit. Saat saya sedang makan dengan perantara itu reporter tersebut juga berada di sana.

Kejadian ini benar-benar kejam, dan ketika saya membicarakannya sekarang, saya masih merasa sangat kejam. Menghabiskan 30 juta untuk mengambil nyawa 2 orang bukanlah hal yang baik bagi siapa pun.

Tetapi orang Tiongkok memiliki alasan yang kedengarannya agung, mereka merasa berbuat hal yang benar. Mereka semua telah mengalami cuci otak yang serius.

Mungkin semua dokter Tiongkok berpikir seperti ini, mereka tidak berpikir mereka telah melakukan perbuatan yang salah, mereka pikir bahwa mereka berurusan dengan tahanan hukuman mati, mereka semua telah dicuci otak, mereka semua berpikir seperti itu. Sungguh ini adalah hal yang kejam. (sin)