Mengapa Separuh dari Peserta Eksperimen Tidak Terinfeksi, Kendati Disuntikkan Virus Corona Baru

MU QING

Hasil dari sebuah uji coba terhadap tubuh manusia yakni tentang “infeksi yang disengaja dengan menyemprotkan virus corona baru” yang dilakukan oleh ilmuwan Inggris menunjukkan bahwa separuh dari orang yang berpartisipasi dalam uji coba, ternyata mereka tidak terinfeksi. Mengapa mereka mampu menangkal virus? Dalam situasi epidemi saat ini, inilah yang menjadi fokus perhatian masyarakat.

Laporan eksperimental berjudul “Keamanan, toleransi, dan kinetika virus selama tantangan tubuh manusia terhadap SARSCoV-2 (Safety, tolerability and viral kinetics during SARSCoV-2 human challenge)”, diterbitkan pada 2 Februari tahun ini di jurnal ilmiah Nature.

Eksperimen tantangan tubuh manusia terhadap virus corona  baru (SARSCoV-2) untuk kali pertama disetujui oleh pemerintah Inggris pada 2021, dan dilakukan atas kerja sama dari lembaga gugus tugas vaksin pemerintah Inggris, Imperial College, dan perusahaan  eksperimen medis hVIVO.

Karena risiko yang dihadapi peserta, uji coba ini akhirnya hanya berhasil merekrut 36 sukarelawan sehat berusia antara 18 hingga 30 tahun yang belum pernah terinfeksi virus corona baru, dan belum divaksinasi, dalam tantangan terhadap tubuh manusia ini. Mereka sengaja ditulari virus COVID-19 untuk “menyelidiki secara mendalam proses bagaimana virus itu memengaruhi tubuh manusia”.

Setiap subjek disemprot dengan dosis yang sama dari virus corona baru ke dalam hidung.Para relawan eksperimen yang terinfeksi virus menampakkan gejala yakni termasuk sakit tenggorokan, pilek, dan kehilangan penciuman serta indera perasa dalam waktu 42 jam, dan dinyatakan positif terinfeksi. Tetapi hasil dari percobaan ternyata hanya separuh dari relawan yang terinfeksi.

Dikonfrontir dengan masalah yang sama: 1.  Dr. Lin Xiaoxu, ahli virus dan mantan direktur Departemen Virologi di Institut Penelitian Angkatan Darat AS, 2. Dr. Dong Yuhong, ahli  virus dan penyakit menular Eropa, serta 3. Hu Naiwen, ahli pengobatan tradisional Tiongkok (PTT) dari “Tongdetang Shanghai” di Taiwan, memberikan analisa dari sudut pandang yang berbeda dalam wawancara dengan The Epoch Times.

Lin Xiaoxu menyatakan: “Dalam  eksperimen tubuh manusia ini, jumlah dosis virus yang disemprotkan ke rongga hidung para  relawan adalah sangat rendah.  Desain eksperimen  itu sendiri menetapkan standar yakni asalkan terdapat 50% hingga 70% orang terinfeksi sudah cukup. Oleh karena itu, ketika ada 18 orang dari 34 orang relawan terinfeksi, mereka sudah puas, tanpa meningkatkan  lagi  jumlah dosis virus yang disemprotkan ke hidung.”

“Ketika subjek eksperimen tersentuh virus dalam jumlah dosis yang sangat rendah, penjelasan konvensionalnya adalah bahwa orang yang tidak terinfeksi adalah masalah probabilitas, karena tidak setiap virus memiliki daya tular, juga tidak setiap virus yang mengikat reseptor dapat berhasil masuk menyerang sel.”

Penyebab Infeksi Eksternal dan Internal

Teori probabilitas sangat berpengaruh dalam sains modern, hampir ada di semua tempat. Tapi Einstein pernah berkata: “Bagaimanapun, saya yakin Tuhan tidak bermain dadu.”

Sementara itu seorang pakar lain yakni Dong Yuhong percaya bahwa ini bukan hanya masalah probabilitas saja, ada banyak tingkat interpretasi untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi virus atau tidak.

Ilmu Pengobatan Barat berbicara tentang faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal adalah virus eksternal, mikroorganisme, dan faktor patogen eksternal. Sedangkan faktor internal adalah kemampuan tubuh manusia untuk melawan faktor patogen eksternal.

Bagi virus, tubuh manusia memiliki banyak garis pertahanan. Dong Yuhong di antaranya berbicara tentang tiga garis pertahanan.

Kulit yang kasat mata adalah penghalang fisik tingkat pertama yang kuat terhadap virus, bakteri, dan mikroorganisme lainnya yang berasal dari luar, ini juga merupakan alasan mengapa orang dengan luka bakar parah baru bisa bertahan hidup di lingkungan yang steril setelah kehilangan kulitnya.

Penghalang kedua adalah selaput lendir, yang melibatkan kekebalan bawaan tubuh manusia,

dan termasuk dalam tingkat biologis. Ketika virus dalam udara memasuki saluran pernapasan, sel- sel epitel dalam saluran pernapasan akan menghasilkan serangkaian mekanisme, dan di bawah aksi interferon, reproduksi virus di sel epitel itu terhambat, sehingga virus didepak dari garis pertahanan mukosa.

Interferon adalah semacam zat antivirus yang penting. Setelah ia mengikat sel yang belum terinfeksi, ia dapat mengaktifkan mekanisme khusus untuk mengganggu replikasi virus untuk mencegah infeksi yang terus berkembang lebih lanjut.

Pertahanan kekebalan lini ketiga, di dalam darah juga ada sel-sel kekebalan bawaan,  misalnya sel makrofag dan sel pembunuh alami. Mereka sering berkelana di dalam darah, seperti polisi yang berpatroli. Begitu secara sekilas dapat mendeteksi virus, maka akan memangsanya.

Untuk menjelaskan penyebab penyakit pada tubuh manusia, tabib ilmu PTT, Hu Naiwen mengutip pepatah dalam kitab kuno “Huang Di Nei Jing (Kanon Internal dari Kaisar Kuning)”: “Selama tubuh manusia memiliki Qi (dibaca: chi= energi vital) positif yang cukup dalam materi dan spirit, maka Qi negatif tidak akan berperan.”

Penyebab eksternal orang tertular penyakit, menurut sudut pandang PTT adalah angin, api, pa- nas, lembab, kering,  dan dingin yang berlebihan, yang juga disebut Qi jahat atau negatif. Oleh ilmu pengobatan Barat disebut: Kuman, virus, dan lain- lain. Semua ini termasuk dalam basis material.

Tubuh manusia juga terbagi menjadi konstitusi virtual dan nyata. Di dalam dasar virtual-nyata terdapat pula enam jenis berlainan yakni kondisi tubuh yang berkecenderungan: Angin, api, panas, lembab, kering, dan dingin. Pada saat menghadapi Qi jahat, maka di dalam tubuh manusia akan muncul kondisi perlawanan.

Hu Naiwen menyatakan, misalnya, orang dengan kondisi tubuh berkecenderungan tidak tahan angin, ketika angin jahat datang berlebihan, maka tubuh harus melawan angin; jika itu adalah kondisi tubuh berkecenderungan tidak tahan dingin, maka harus memiliki kemampuan yang lebih kuat untuk melawan dingin, maka tubuh akan muncul ketidakseimbangan. Jika ketika kondisi tubuh tidak cukup untuk melawan, maka orang ini akan jatuh sakit. Menurut ilmu pengobatan Barat, kuman dan virus akan menginfeksi Anda. Di saat seperti itu orang akan terpapar penyakit yang berhubungan dengan angin dan dingin sesuai kecenderungan dalam dirinya.

Hu Naiwen menjelaskan bahwa di musim yang berbeda, ada Qi jahat yang berbeda. Angin- api-panas-lembab-kering-dingin harus dihindari. Dalam aspek perasaan usahakan untuk tidak sombong dan tidak sabaran, sehingga Qi sejati dan spirit mencapai keadaan yang terbaik. Inilah yang disebut Qi positif, maka tubuh tidak mudah terpapar penyakit.

Tubuh Manusia Memiliki Medan Energi yang Berbeda

Selain itu, ilmu fisika mampu mendeteksi bahwa tubuh manusia dapat memancarkan sinar inframerah, sinar ultraviolet, gelombang elektromagnetik, jejak elemen logam, dan lain sebagainya yang tidak kasat mata.

Dong Yuhong berkata: “Spektrum dapat mengukur bahwa tubuh manusia adalah sebuah substansi campuran dari medan energi material yang dapat melepaskan banyak energi. Bakteri dan virus dapat dibunuh oleh sinar ultraviolet. Mereka juga dapat dilenyapkan dalam sekejap di medan dengan tingkat  energi tertentu. Karena jika medan itu tidak cocok untuk bertahan hidup, juga tidak ada ruang untuk bertahan hidup.” “Jika medan energi seseorang sangat kuat, maka ia dapat memblokir virus pada jarak setengah meter hingga satu meter dari tubuh, itulah sebabnya ada sebagian orang tetap tidak terinfeksi meskipun berada dalam lingkungan dengan kadar virus yang tinggi.”

Medan energi tubuh manusia dapat memainkan peran sangat besar dalam melawan virus, jadi orang seperti apakah yang memiliki medan energi kuat itu?

Manusia memiliki tubuh fisik, spirit, memiliki pikiran, dan niat-pikiran. Dong Yuhong berkata: “Orang dengan pemikiran dan emosi yang agak positif, acap kali memiliki medan energi agak tinggi.”

Dr. David R. Hawkins, Power vs. Force, seorang psikolog AS terkenal, bekerja sama dengan pemenang Hadiah Nobel dalam fisika, menggunakan prinsip-prinsip dasar ilmu

kinematika manusia, dikombinasikan dengan penggunaan instrumen fisika yang canggih, dalam  percobaan  klinis selama hampir tiga puluh tahun, menemukan bahwa berbagai tingkat kesadaran manusia memiliki indeks fisika frekuensi getaran energi yang bersepadanan.

Dong Yuhong merangkum penelitian

Hawkins, dan menyatakan bahwa  ketika seseorang memiliki pikiran negatif, seperti nyali kecil, mengumbar marah, gusar, iri hati, dendam, rendah diri, dan lain sebagainya, ini adalah energi negatif. Ketika seseorang memiliki keberanian dan kekuatan untuk menolak hal-hal yang tidak benar tersebut, tubuh orang ini mulai berubah menjadi sebuah tingkat energi positif, dan kemudian naik lagi keatas. Ketulusan, kebajikan, pemaaf, damai, rasionalitas, dan toleransi, semua ini adalah energi positif yang semakin lama semakin lurus, hingga mencapai indeks 500.

Rentang frekuensi  Hawkins untuk  tingkat energi yang dapat dicapai oleh kesadaran tubuh manusia adalah dari angka 1 hingga 1.000.

Dong Yuhong menyatakan: “Tingkat energi tertinggi adalah 1.000. Dalam catatan sejarah manusia, sangat sedikit manusia yang dapat mencapai tingkatan tertinggi ini. Menurut budaya tradisional Tiongkok, itu adalah kondisi dari manusia tercerahkan yang berhasil dalam kultivasinya, dan mencapai kesadaran sempurna.”

Hubungan Erat Antara Spirit dan Kekebalan Tubuh Manusia

Ada banyak penelitian dalam ilmu pengetahuan modern yang menemukan bahwa spirit dan kekebalan manusia juga terkait erat.

Dong Yuhong berkata: “Ketika spirit atau semangat seseorang dalam keadaan positif, bisa memikirkan orang lain, toleran, suka melakukan perbuatan baik, dan memperhatikan kontribusi sosial, maka kekebalan komprehensifnya terhadap virus sangat kuat, termasuk tingkat produksi interferon, kapasitas produksi antibodi, dan juga memiliki kemampuan untuk menghambat peradangan.”

Manusia perlu mempertahankan keadaan stabilitas emosional yang damai dalam hati. Ketika seseorang sedang tergerak secara emosional, maka akan terjadi pelepasan hormon stres, yang membuat orang dalam keadaan siap siaga. Misalnya, ketika seseorang diserang atau menghadapi tantangan besar: “Hormon stres akan merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga terjadi penurunan dalam kemampuan sistem kekebalan untuk melawan virus.”

Dalam kehidupan sehari-hari, stres bisa ditemui di mana saja. Jika di saat seperti itu Anda impulsif dan  mengumbar amarah, maka hormon stres akan dilepaskan. Tetapi jika Anda dapat menjaga kedamaian batin dalam menghadapi stres, maka hormon stres tidak  akan  dilepaskan  begitu cepat. Dong Yuhong berkata: “Hormon stres adalah sebuah indikator emosi manusia.”

Selain itu: “Bila seseorang jujur dan tidak berbohong, maka sekresi hormon stres tubuh juga akan berkurang. Di saat hormon stres mengecil, kemampuan melawan virus secara alami akan meningkat.”

Dokter Hu Naiwen juga berbicara tentang penyebab internal infeksi manusia dari tingkat spiritual.

Dia menyatakan bahwa kegembiraan, kemarahan, kekhawatiran, kepikiran, kesedihan, ketakutan, dan keterkejutan yang berlebihan dapat membuat orang sakit.

“Kegembiraan yang meluap dapat melukai jantung, kemurkaan dapat melukai liver, kesedihan mendalam dapat melukai paru-paru, kekhawatiran dan pikiran yang berlebihan dapat melukai pankreas, ketakutan dan keterkejutan yang berlebihan dapat melukai ginjal. Semua ini berhubungan dengan pengasuhan diri, perubahan watak, dan emosional seseorang dalam kehidupan sehari-hari.”

“Jika materi dan spirit dapat mencapai keadaan normal, maka virus tidak akan dapat mengganggu manusia. Inilah yang disebut oleh ilmu pengobatan Barat sebagai daya kekebalan yang baik,” imbuhnya.

Konsep Kebahagiaan Demi Orang Lain dan Konsep Kebahagiaan Hedonis

“Orang yang mengutamakan kenikmatan konsep kebahagiaan, terlalu mementingkan kepuasan materi, dan jarang berpikir atau kurang memperhatikan pengejaran spiritual, maka status kekebalan anti-virus mereka relatif rendah, juga tingkat sekresi interferonnya sangat rendah, dan kemampuan untuk memproduksi antibodi juga sangat lemah. Sebaliknya, keadaan peradangan kronisnya sangat tinggi.” Dong Yuhong berkata, “Semakin tinggi peradangan kronis, maka  semakin sulit untuk melawan virus.”

“Niat pikiran manusia tidak hanya mempengaruhi keadaan seseorang, semua orang pada berpendapat, pikiran itu abstrak adanya, tidak dapat disentuh dan tidak kasat mata, namun, sains modern telah memiliki bukti eksperimental dan data penelitian,” lanjut Dong Yuhong.

“Jika umat manusia ingin benar-benar keluar dari epidemi, maka mata kita tidak boleh hanya menatap pada virus, bagaimana  perubahannya hari ini ataupun esok. Virus itu senantiasa berubah, kita tidak akan dapat mengendalikan faktor eksternal, tetapi kita dapat mengendalikan hati kita sendiri, mengubah diri sendiri, dengan demikian dapat mengubah status kekebalan, dan secara perlahan mengembalikan keseimbangan jiwa dan raga,” pungkas Dong Yuhong. (lin)