Derita Enam Jalur Reinkarnasi Tak Bertepi, Begitu Timbul Pikiran Lurus Bertobat Pasti Terselamatkan

Rong Naijia

Apakah manusia bisa reinkarnasi? Setelah manusia meninggal apakah ada surga dan neraka? Para penganut Buddha (dan Hindu) percaya bahwa manusia setelah meninggal tidak seperti lampu yang padam begitu saja.

Manusia setelah meninggal kebanyakan harus pergi ke neraka menerima penghakiman dari raja neraka, yang lantas divonis naik ke surga atau masuk neraka, atau langsung memasuki enam jalur reinkarnasi.

Tentu, setelah sekian lama (tahun), mereka yang naik ke surga atau neraka juga akan memasuki jalur reinkarnasi lagi, kecuali mereka yang telah berbuat dosa-dosa tak terampuni.

Dalam proses reinkarnasi, kehidupan seseorang pada saat ini disebut sebagai kehidupan saat ini, jiwa pada siklus hidup sebelumnya disebut sebagai kehidupan masa lalu dan setelah ajal, siklus selanjutnya disebut sebagai kehidupan masa akan datang (berikutnya).

Umat ​​Buddha percaya bahwa nasib manusia pada kehidupan saat ini diputuskan dari hasil perbuatan baik dan buruk pada kehidupan masa lalu, dan hasil perbuatan manusia pada saat ini menentukan kehidupan masa berikutnya.

 Dalam literatur klasik dan kisah yang bergulir di kalangan rakyat Tiongkok, telah tercatat dan tersebar banyak sekali cerita mengenai reinkarnasi, dan cerita tersebut juga untuk mengingatkan bahwa: berbuat baik akan berbuah pahala dan berbuat buruk akan berbuah karma buruk (atau disebut karma), bukanlah suatu imajinasi belaka.

Imbalan rezeki dan karma buruk adalah hasil dari perbuatan yang telah ditanam pada kehidupan masa lalu oleh jiwa yang bersangkutan.

Yang membuat manusia zaman sekarang terpana ialah, pada kenyataannya, ada eksis juga gagasan reinkarnasi di Yunani kuno dan agama Kristen di Eropa, seperti filsuf Yunani kuno Pythagoras, Plato dan Apollonius serta Yesus Kristus juga pernah menyebut tentang reinkarnasi.

Filsuf Yunani kuno, penemu teorema Pythagoras yang terkenal, secara terbuka mengakui keabadian jiwa dan reinkarnasi, konon dia juga mengatakan dapat mengingat keadaan empat kali reinkarnasi dirinya sendiri.

Seorang filsuf Yunani kuno lain yakni Plato yang meninggalkan tanda yang jelas dalam sejarah manusia juga memiliki pandangan yang sama. Dia mengatakan dalam “Phaedrus”, semua jiwa yang terlahir kembali dalam tubuh manusia, jika kehidupannya sesuai dengan keadilan maka akan memperoleh nasib yang lebih baik, jika kehidupannya tidak sesuai dengan keadilan, maka nasibnya akan menjadi susah.

Ada kota cacat di neraka, dengan radius lebih dari 200 mil. Hanya mereka yang telah dihukum di neraka yang bisa datang ke kota ini dan menerima pembalasan transformasi (transformasi). Gambar tersebut menunjukkan lukisan Goryeo, salah satu dari Sepuluh Raja Neraka dan Enam Jalan Reinkarnasi. (Area publik)

Contoh paling ril dari pernyataan Kristus tentang reinkarnasi adalah penjelasannya tentang hubungan antara Yohanes Pembaptis dan Nabi Elia. Ini dapat dibaca di “Injil Matius”: Murid-murid-Nya bertanya kepada Yesus: “Mengapa ahli-ahli Taurat berkata bahwa Elia harus datang terlebih dahulu?” Jawab Yesus: “Tak diragukan lagi, Elia datang lebih dulu dan hendak memulihkan segala sesuatu”; “Hanya saja  Aku katakan kepada kalian, Elia telah datang, tetapi tidak ada yang mengenalinya, malah kalian telah sembarangan memperlakukannya. Manusia juga akan menderita dari perbuatan mereka.” Barulah para murid mengerti apa yang dikatakan Yesus, yang dimaksud itu adalah Yohanes Pembaptis.

Lebih kurang pada abad ke enam, setelah kaisar Justinianus I di Romawi Timur menghapus halaman-halaman tentang reinkarnasi dari “Alkitab”, umat Kristen pasca abad ke 6 tidak tahu menahu bahwa di agama Kristen ternyata juga ada tentang reinkarnasi, dan konon alasan utama menyangkal keberadaan reinkarnasi adalah “kekhawatiran bahwa teori reinkarnasi akan melemahkan pentingnya penebusan Kristus.”

Siklus kehidupan dalam Enam Jalur Reinkarnasi (1. Dunia Surga, 2. Dunia Asura, 3. Dunia Manusia, 4. Dunia Neraka, 5. Dunia Kelaparan, dan 6. Dunia Hewan) ditentukan oleh buah karmanya masing-masing, serta tingkatan enam alam berbeda. 

Tetapi tidak peduli seseorang jatuh ke alam/dunia mana atau naik ke tingkatan mana, menurut ajaran Sang Buddha dikatakan bahwa “pikiran dari jiwa” mendominasi segalanya. 

Dalam Biography of High Monks (Gāosēng chuán), ada cerita tentang seorang biksu yang berubah menjadi harimau, dan pada akhirnya berhasil melepaskan diri dari alam hewan dengan satu niat pikiran lurus. Memberikan suatu perenungan, dan mengingatkan kita untuk merefleksi diri.

Antara Biksu dan Harimau Hanya Berbeda Satu Kilas Pikiran

Dikisahkan ada seorang biksu di sebuah kampung di pedesaan Gunung Yuanzhou yang secara kebetulan mendapatkan sebuah kulit harimau utuh. Dia secara iseng menutup nya di tubuhnya, lalu meniru harimau menggerak-gerakkan ekor dan kepala, tak disangka ternyata sangat mirip. 

Terkadang ia bermain di pinggir jalan mengganggu orang lewat, dan penduduk desa sangat ketakutan ketika melihatnya, sampai- sampai beberapa orang begitu panik dan melarikan diri dengan tidak lagi memedulikan apa yang mereka bawa. Biksu itu senang memperoleh barang-barang yang ditinggalkan, maka ia pun kerap bersembunyi di samping jalan utama, ketika seorang penjaja lewat, ia tiba-tiba akan melompat keluar dari semak-semak. 

Penjual yang panik segera melarikan diri, dan ia pun mengambil barang- barang yang ditinggalkan sang penjaja. Biksu dengan berbalutkan kulit harimau ini setiap keluar rumah sering kali memperoleh panen barang, dia mengira siasatnya itu sangat jitu, lantas keterusan, maka ia pun melakukannya dengan tidak bosan- bosannya sehingga lupa diri.

Pada suatu hari tiba-tiba ia merasakan kulit harimau yang dikenakan di tubuh bagian atasnya itu seolah-olah telah menempel ketat di tubuhnya. Di hari itu, ketika  ia bertiarap di atas rumput untuk waktu yang lama, dan ketika hendak mencoba untuk sementara waktu melepaskan kulit harimaunya, ia tidak bisa lagi melepaskannya, tak peduli seberapa keras dia mencoba! Tiba-tiba ia melihat kaki-tangannya seperti kaki dan tangan harimau, maka dia bercermin di tepi kolam, dan melihat bahwa kepala, telinga, alis, hidung, dan ekor semuanya seperti harimau, dan dia pun sudah “bukan manusia” lagi.

Biksu Harimau senang berada  di semak belukar, ia berburu rubah dan kelinci untuk dimakan, pada saat seperti itu, menerkam dan menyantap mangsanya semuanya merupakan gerak-gerik harimau. Setelah itu, Biksu Harimau sering bergaul dengan harimau lain, dan juga diperbudak oleh Kuasa Gelap. Dia mondar-mandir di pegunungan pada malam hari, dan tidak dapat beristirahat baik pada cuaca dingin, panas, hujan, ataupun salju, hari-hari seperti itu telah membuatnya sengsara tak terperikan. Meskipun tubuhnya berbentuk harimau, namun pikirannya jelas adalah manusia, hanya saja dia tidak mampu berbicara.

Begitulah tahun demi tahun berlalu, dan pada suatu hari ia sangat putus asa, segala usahanya tidak membuahkan hasil, maka dia menyanggong di pinggir jalan. Tiba- tiba seseorang lewat di depannya, dia melompat keluar dan menggigit orang itu sampai mati, lalu merobek tubuh dan melahapnya. Di saat itu tiba-tiba dia menyadari dan mencermati orang yang dibunuh olehnya itu, ternyata juga seorang biksu (biarawan) seperti dirinya.

Biksu yang telah tewas itu membuatnya merasa siksaan rasa bersalah yang teramat berat dan mendalam. Pikirnya: “Saya sendiri beruntung telah menjadi biksu yang berupaya melepaskan diri dari samsara, tetapi tidak mampu berpantang, telah membuat kesalahan besar, hidup menjadi harimau, dan karma jahatnya telah membesar yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hari ini saya malah memangsa seorang biarawan untuk menghilangkan rasa lapar, apakah neraka masih bisa mengampuni saya? Saya lebih baik mati kelaparan daripada menambah karma jahat saya.” Ia pun berpikir dan berpikir, sekonyong-konyong ia menengadah ke arah langit dan berteriak sekencang-kencangnya, tiba- tiba saja kulit harimau di tubuhnya itu telah terlepas seperti sepotong pakaian.

Kemudian, dia mengembara ke Linchuan Chongshouyuan, dan dengan amat hormat menyampaikan pada Guru Yuanchao peristiwa tentang dirinya yang pernah berubah menjadi seekor harimau, dan memohon petunjuk dengan sepenuh hati tentang pertobatan dari dosa-dosa- nya. Sang Guru berkata, “Hidup – mati – dosa – berkah, semuanya ditentukan oleh pikiran sekilas. 

Dalam sekejap, sudah terbagi antara surga dan neraka, bukannya di kehidupan sebelumnya atau kehidupan berikut nya.” Kemudian memastikan agar ia memulihkan berpikir kebajikan sebagai manusia, mendorongnya untuk membulatkan tekad melanjutkan kultivasi seperti sedia kala; menyingkirkan pikiran jahat, dan sedikit pun tidak ada perbuatan jahat, maka manusia tidak menjadi harimau, dan harimau tidak menjadi manusia. (Pur)

 [Dikutip dari “Biografi Para Biksu Terkemuka)