Xi Jinping Mengundang Jokowi Berkunjung ke Beijing, Apa Keinginan Kedua Belah Pihak ?

 oleh Xu Jian

Pada Senin (25/7), Presiden Indonesia Joko Widodo mendapat undangan dari Xi Jinping untuk mengunjungi Beijing. Jarang terjadi, Xi Jinping mengundang pemimpin negara lain untuk berkunjung ke Beijing di mana epidemi merajalela dan otoritas lagi sibuk dengan penerapan kebijakan Nol Kasus Infeksi. Menurut analisis eksternal, mungkin kedua belah pihak masing-masing memiliki keinginan.

Presiden Jokowi dijadwalkan bertemu Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Keqiang pada Selasa (26/7) sebelum mengadakan pembicaraan dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Tokyo pada Rabu (27/7), dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol di Seoul pada Kamis (28/7).

Indonesia menjadi tuan rumah KTT G20 yang diadakan pada pertengahan November tahun ini. Selain itu, Indonesia juga akan menjabat sebagai ketua bergilir Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tahun depan.

Menlu RI : Pembicaraan fokus pada perdagangan dan investasi

Hari Kamis pekan lalu 21 Juli, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan kepada media menjelang kunjungan presiden bahwa pembicaraan Jokowi dengan Xi akan berfokus pada isu perdagangan dan investasi.

Tiongkok adalah mitra dagang terbesar Indonesia. Tahun lalu, perdagangan dua arah kedua negara mencapai USD. 110 miliar. Investasi Tiongkok di Indonesia mencapai USD. 3,2 miliar. Tiongkok juga telah mempertahankan status sebagai negara pengekspor komoditas terbesar ke Indonesia selama beberapa tahun berturut-turut.

Al Jazeera melaporkan bahwa Trissia Wijaya, seorang peneliti di  Center for Indonesian Policy Studies -CIPS- mengatakan kunjungan Jokowi akan menjadi manfaat ekonomi bagi Indonesia.

Trissia Wijaya mengatakan bahwa topik pembicaraan kedua belah pihak mungkin termasuk proyek kereta cepat perusahaan Tiongkok yang telah lama tertunda, Jokowi berharap sebelum 2024 kereta cepat ini bisa mulai beroperasi”.

Proyek kereta cepat Jakarta – Bandung didanai oleh China Development Bank di bawah inisiatif “One Belt, One Road” dari pemerintah Tiongkok, dan perusahaan PT. Kereta Cepat Indonesia – Tiongkok yang didirikan oleh konsorsium perusahaan Tiongkok dan Indonesia. PT tersebut bertanggung jawab atas konstruksi proyek. Di perusahaan kereta api berkecepatan tinggi India – Tiongkok ini, perusahaan Indonesia menguasai 60% saham, dan perusahaan Tiongkok menguasai 40% saham.

Proyek kereta api berkecepatan tinggi ini memiliki panjang sekitar 142 kilometer. Setelah konstruksi dimulai pada tahun 2018, terjadi sengketa kepemilikan tanah, dan proyek tersebut dikritik karena biaya ekonominya yang tinggi dan berdampak buruk terhadap lingkungan.

VOA melaporkan pada bulan Februari tahun ini bahwa Dwiyana Slamet Riyadi, presiden PT Kereta Cepat Indonesia – Tiongkok (PT KCIC), mengungkapkan pada 7 Februari bahwa proyek kereta api berkecepatan tinggi dari Jakarta ke Bandung, didanai oleh Pemerintah Tiongkok, biaya pembangunannya bisa melebihi anggaran sampai sekitar USD. 2 miliar. Selain itu, pemerintah Indonesia berencana untuk memindahkan ibu kota, yang pasti akan menyebabkan pengurangan arus penumpang setelah selesai pembangunannya. Diperkirakan BEP nya akan memakan waktu 40 tahun.

Apa upaya yang dilakukan Beijing ?

Ketika pemerintah Tiongkok masih belum mau meninggalkan penerapan Nol Kasus Infeksi dalam mencegah penyebaran epidemi, apa pertimbangan Xi Jinping untuk mengundang kedatangan Presiden Indonesia ke Tiongkok ?

Beberapa analis menyimpulkan bahwa pertemuan Xi Jinping dengan Jokowi kali ini mungkin menunjukkan bahwa Tiongkok sedang berusaha keluar dari pembatasan epidemi yang diberlakukan sendiri dari sisi diplomasi. Selain mengirim personel tingkat tinggi untuk berkunjung ke luar negeri, juga telah kembali menerima pejabat tinggi asing. “Menyediakan trap tangga untuk turun”, katanya.

Sebelumnya, South China Morning Post secara eksklusif mengungkapkan bahwa pihak berwenang Beijing berusaha mengundang para pemimpin dari empat negara besar Eropa, Italia, Prancis, Jerman dan Spanyol, untuk mengunjungi Beijing pada bulan November, yang dianggap sebagai “berita palsu” oleh Kementerian Luar Negeri Tiongkok. Namun, laporan dari South China Morning Post kemudian menyebutkan bahwa Beijing memang membuat langkah seperti itu, untuk menciptakan suasana dan merayakan terpilihnya kembali Xi Jinping sebagai kepala negara lewat putusan Kongres Nasional ke-20.

The Washington Post mengutip ucapan analis di dalam dan di luar Tiongkok memberitakan bahwa Xi Jinping, yang menghadiri konferensi internasional melalui video selama epidemi, Mungkin akan hadir langsung di KTT G20 pada bulan November mendatang.

“Saya pikir Xi Jinping akan pergi ke G20 setelah ada kepastian untuk masa jabatan ketiganya”, kata Bonnie S. Glaser, direktur program Asia Marshall Fund.

Siwage Dharma Negara, peneliti senior di Institut Iseas Yusof Ishak, mengatakan bahwa meskipun Tiongkok dan Indonesia tidak memiliki sengketa di Laut Tiongkok Selatan, “Namun, bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia telah ditarik masuk oleh Beijing ke dalam sembilan garis putus-putus Tiongkok, yang selalu menjadi sumber utama, menjadi akar dari  ketegangan diplomatik antara kedua negara”.

Selama satu dekade terakhir, kapal penjaga pantai Tiongkok telah berulang kali memasuki zona ekonomi eksklusif Indonesia dan masuk sampai jarak 12 mil laut yang merupakan wilayah perairan Indonesia. Sejak tahun 2019, pihak berwenang Indonesia juga telah menemukan drone yang diduga milik Tiongkok di perairan Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau, dan Jawa Timur.

Menurut jajak pendapat tahun 2021 yang diselenggarakan oleh Lowy Institute, sebuah think tank Australia, menemukan bahwa kepercayaan orang Indonesia terhadap pemerintah Tiongkok telah menurun.

Ketika responden ditanya soal negara mana yang paling penting bagi perekonomian Indonesia, 18% responden memilih Amerika Serikat, 12% responden memilih Tiongkok, 30% responden mendukung investasi Tiongkok, dan 42% responden mendukung investasi AS.

Sebuah jajak pendapat tahun 2011 oleh lembaga tersebut menemukan bahwa mayoritas penduduk Indonesia percaya bahwa Tiongkok akan menjadi kekuatan ekonomi terkemuka di Asia, tetapi sekarang yang berpikir demikian hanya tinggal 31%. (sin)