Kekhawatiran Pasokan Pangan Global Membuat Beberapa Negara Membatasi Ekspor

Naveen Athrappully

Menghadapi potensi kekurangan pasokan pangan, beberapa negara telah mengadopsi kebijakan yang membatasi ekspor pangan, meningkatkan kekhawatiran global tentang pasokan pangan dan memperburuk kesengsaraan inflasi pangan.

Sejak perang Rusia melawan Ukraina meletus pada akhir Februari, sekitar 30 negara telah mengambil langkah untuk membatasi ekspor makanan tertentu.

Ukraina—dikenal sebagai lumbung roti dunia—menutup pelabuhannya di awal perang dan kemudian melarang ekspor soba, millet, barley, rye, garam, gula, dan daging. Kemudian memberlakukan lisensi ekspor pada minyak bunga matahari, jagung, dan gandum. Larangan ekspor tersebut akan tetap berlaku hingga akhir tahun.

Rusia mengumumkan larangan ekspor biji bunga matahari dan memberlakukan kuota ekspor 700.000 ton untuk tepung bunga matahari hingga 31 Agustus. Rusia juga menangguhkan ekspor jagung, gandum hitam, meslin, gandum, dan jelai hingga 30 Juni.

Serbia membatasi ekspor tepung terigu, gandum, jagung, dan minyak goreng hingga akhir tahun.

Jumlah orang yang menuju kelaparan telah meningkat menjadi 276 juta jiwa dari 80 juta jiwa selama empat hingga lima tahun terakhir, kata David Beasley, direktur eksekutif Program Pangan Dunia PBB, kepada Reuters.

“Kami menghadapi krisis pangan yang luar biasa sebelum Ukraina, biaya makanan, harga komoditas, biaya pengiriman sudah berlipat ganda, tiga kali lipat, empat kali lipat,” kata Beasley.

Mesir juga memblokir ekspor bawang, terong, kentang, dan tomat untuk waktu yang tidak ditentukan.

Turki melarang mengekspor beberapa produk biji-bijian, serta mentega, daging kambing, daging sapi, dan kambing sampai 31 Desember setelah inflasi melonjak 54 persen pada Februari. Harga daging telah meningkat hampir 50 persen di dalam negeri.

Argentina juga membatasi volume ekspor gandum dan jagung. Pembatasan tersebut disebabkan oleh inflasi domestik hingga mengakibatkan penurunan ekspor untuk siklus saat ini menjadi 25 juta ton pada Desember 2021, dari 41,6 juta ton pada musim sebelumnya.

India juga membatasi ekspor gandum, hanya setuju untuk mengekspornya ke negara-negara yang membutuhkan gandum untuk memenuhi persyaratan ketahanan pangan. Pemerintah juga  membatasi ekspor gula pada 10 juta ton ke pasar, yang berlangsung hingga September.

Gelombang panas di Asia Selatan mengakibatkan kerugian pertanian dan mendorong kenaikan harga di pasar domestik. Pembatasan pemerintah yang tiba-tiba mengejutkan pasar internasional karena India—produsen gandum terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok—sebelumnya meyakinkan bahwa perubahan iklim tidak akan memengaruhi jumlah ekspornya.

Akibatnya, harga gandum global beberapa waktu lalu melonjak 6 persen, dengan perdagangan berjangka mencapai $12,4 per gantang, level tertinggi dalam dua bulan. Meskipun harga kemudian sedikit mendingin, tapi masih naik hampir 50 persen sejak invasi Rusia.

Malaysia telah mengumumkan larangan ekspor ayam, memicu kekhawatiran di Singapura, yang mendapat sepertiga pasokannya dari Kuala Lumpur.

“Rumah tangga berpenghasilan rendah di Inggris dan AS berjuang untuk memberi makan diri mereka sendiri,” Skata Sonia Akter, asisten profesor yang berspesialisasi dalam pertanian di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew di Universitas Nasional Singapura kepada Bloomberg.

Kenaikan harga “secara tidak proporsional akan mempengaruhi orang miskin yang menghabiskan sebagian besar pendapatan mereka untuk makanan,.

Di Amerika Serikat, inflasi konsumen 12 bulan berada di 8,3 persen pada April, tetap mendekati level tertinggi empat dekade di 8,5 persen yang tercatat di Maret. Harga makanan pada April lalu telah meningkat sebesar 9,4 persen dalam skala tahunan, sementara harga energi naik sebesar 30,3 persen. (asr)