Penduduk dari Berbagai Tempat di Xinjiang, Tiongkok Terjebak Lockdown dan Dikendalikan Hingga Terancam Tewas Kelaparan

Hong Ning

Xinjiang, Tiongkok telah dikunci selama hampir sebulan karena pengendalian epidemi, dan pengetesan COVID-19 dipalsukan. Netizen di Kabupaten Shihezi, Tiongkok berteriak “kelaparan!”. Orang-orang menuntut agar mereka memiliki kecukupan makanan dan pencabutan lockdown. .

Sejak merebaknya COVID-19 pada 30 Juli, kasus di Xinjiang terus meledak. Jumlah kawasan berisiko menengah dan tinggi pernah mencapai 35 titik.  Sementara itu, banyak tempat ditutup dan dikendalikan, menyebabkan sejumlah besar turis dari tempat lain ikut terdampar.

Menurut Tianshan.com, dari pukul 00.00 hingga 24:00 pada 26 Agustus, Xinjiang menambahkan 15 kasus lokal baru yang dikonfirmasi COVID-19, termasuk 4 kasus di Distrik Tianshan, Kota Urumqi, dan 77 infeksi tanpa gejala lokal baru. Dari pukul 0 hingga 24:00 pada 25 Agustus dalam waktu 24 jam sebelumnya, ada sebanyak 133 kasus baru infeksi lokal tanpa gejala, 11 di antaranya berada di Distrik Tianshan, Urumqi.

Menurut Komisi Kesehatan Xinjiang, pada pukul 24:00 pada 26 Agustus, Xinjiang memiliki 53 kasus lokal yang dikonfirmasi COVID-19 dan 2.568 infeksi tanpa gejala lokal. Namun demikian, angka resmi selalu dipertanyakan dan diyakini tidak sesuai dengan kenyataan.

Warga: Kontrolnya Cukup Ketat, Tes PCR Palsu

Beberapa penduduk setempat percaya bahwa epidemi ini tidak serius, tetapi kontrolnya cukup ketat,dan tes asam nukleatnya palsu.

Chen Yi (nama samaran), seorang warga Kabupaten Shihezi, mengatakan kepada reporter Epoch Times bahwa pemerintah setempat telah dikunci selama lebih dari 20 hari, dan dia tidak pernah mendengar atau melihat siapa pun yang terinfeksi virus tersebut.

Xiao Meng (nama samaran), seorang penduduk Kabupaten Akubaicheng, Xinjiang, mengatakan kepada wartawan bahwa “situasi epidemi di Xinjiang tidak serius. Lagi pula, tidak ada kasus yang ditemukan di sekitar tempatnya. Ia hanya merasakan bahwa Xinjiang telah menggunakan pencegahan dan pengendalian virus epidemi sebagai alasan untuk mengendalikannya dengan sangat serius.”

Xiao Meng berkata bahwa di Kabupaten Baicheng, tes asam nukleat harus dilakukan ketika memasuki kabupaten. Bahkan jika tes asam nukleat dilakukan di Kota Aksu pada hari itu, ketika dia tiba di pos pemeriksaan di Baicheng beberapa jam kemudian, dia masih masih mengulangi pengetesan.

Yang lebih mengganggu adalah ia selalu melihat tes asam nukleat palsu di Internet pada hari kerja, tetapi kali ini ia telah mengalaminya sendiri.

Pada  24 Agustus, warga itu dihentikan di pos pemeriksaan Kabupaten Baicheng dan diminta untuk melakukan tes asam nukleat. Sebelum dia melakukannya, formulir pendaftaran yang dikirimkan kepadanya telah ditandai dengan “V” di kotak “negatif”.

Warga itu berkata : “Jelas, memeriksa virus corona bukanlah tujuan mereka.” Xiao Meng juga percaya, “Ada masalah dengan prosesnya, dan ia tidak dapat memahami pendekatan pemerintah.”

Bahkan, Xiao Meng juga mengatakan bahwa dia menemukan adegan yang membuatnya dan teman-temannya gemetar di tempat kejadian.

Pada saat itu, semua orang berbaris dalam dua baris untuk melakukan tes asam nukleat, dan beberapa yang disebut sukarelawan menyatukan kedua tim. Seorang warga Xinjiang telah mengantre selama sekitar satu jam, dan segera akan tiba gilirannya untuk melakukannya, dan dia diminta untuk berbaris lagi, jadi dia keberatan.

“Saya melihat lima orang berpakaian APD putih bergegas dan mengepung pria itu dan memukulinya. Sekitar lima atau enam menit, pria itu dipukuli sampai berdarah. Teman saya marah dan ingin membantu orang-orang Xinjiang memukul sukarelawan tersebut,” ujar Xiao Meng. 

Mata Pencaharian Masyarakat Terkena Dampak karena Penutupan dan Pengendalian, Netizen Tiongkok: Mati Kelaparan!

Meskipun sumber resmi mengklaim pada 25 Agustus, jumlah infeksi positif baru di Xinjiang  turun selama 6 hari berturut-turut, dan banyak daerah berisiko tinggi telah berubah menjadi daerah berisiko rendah dan menengah, akan tetapi masih menempatkan mata pencaharian masyarakat dalam situasi yang sulit.

Sejumlah besar netizen di Kabupaten Shihezi mengimbau dunia luar agar menuntut penutupan kota segera dicabut untuk mengatasi kesulitan makan. Netizen menulisnya dengan kata-kata : “Kulkasnya kosong, kami akan mati kelaparan!”

Seorang warga bernama Chen Yi mengatakan bahwa county telah ditutup selama lebih dari 20 hari. Pejabat setempat berdalih untuk dibersihkan dan masih tidak membuka blokir.

“Kurangnya persediaan, terutama makanan untuk dimakan, orang-orang harus berebut. Dengan 30 renminbi hanya dapat membeli sedikit makanan dengan kebanyakan wortel, beberapa cabai, kentang bertunas, dan sayuran adalah sisa dari musim dingin, dan semuanya telah layu,” kata Chen Yi.

Netizen memposting. (tangkapan layar web)

Netizen memposting bahwa kulkas di rumah kosong. (tangkapan layar web)

Sedangkan Netizen “Qiqifujixu” menuliskan : “Shihezi benar-benar tempat magis. Biasanya komunitasnya baik-baik saja, pos pemeriksaannya bagus, dan sikapnya buruk, tapi sekarang malah lebih arogan dan kekuatan pihak berwenang sangat kuat. Jika mereka membiarkan Anda lewat , Anda bisa lewan. Jika mereka mengatakan bahwa Anda tidak boleh lewat, Anda harus kembali. Jika Anda tidak boleh menolak, mereka akan mengatakan Anda mengganggu pencegahan epidemi. Saya tidak bisa berkata-kata. Saya tidak tahu harus makan apa, meskipun saya mencintai kampung halaman saya, tetapi saya tidak tahu bagaimana menyukainya.”

Seorang netizen yang bermarga Zhang berkata: “Tepung terigu sudah dipesan selama 4 hari, apakah bisa dikirim sebelum penguncian dicabut? Mengapa tidak ada tomat di dalam paket sayuran, yang ada hanya banyak wortel, harga terlalu mahal, telur, beras dan tepung terigu harganya sangat mahal.”

Netizen lainnya mengatakan: “Saya belum melihat nasi dan mie selama beberapa hari, apalagi telur. Setidaknya bahan paling dasar tidak tersedia. Ada 2 telur tersisa di rumah, saya tidak tahu berapa lama akan bisa bertahan .”

Netizen “Muzi” mencontohkan jika tidak ada kasus baru, jangan ganggu masyarakat biasa, menyuruh orang melakukan tes asam nukleat pada malam atau pagi hari, dan setelah tes bahkan membuang sampah juga tidak diizinkan keluar.”

Netizen juga menuliskan : “Kami telah dikurung di rumah selama setengah bulan, dan kami semua berisiko rendah selama setengah bulan. Bisakah kami secara bertahap membuka bagian dalam komunitas dan membiarkan orang-orang turun untuk beraktivitas.”

Netizen juga mengatakan: “Kantong sayur setiap hari hanya terdiri dari kulit kentang (bawang) atau sedikit kacang panjang. Orang-orang tidak diizinkan bertanya, karena sukarelawan telah bekerja keras. Kemudian sayuran yang dibeli wajib pajak digunakan untuk mendukung dan bekerja sama. Apakah Anda membeli paket sayuran untuk pencegahan epidemi? Sebagian besar kacang yang saya beli di rumah kebanyakan telah rusak. Tomat  tiga kantong rusak. “

Netizen memposting. (tangkapan layar web)