Akibat Inflasi Global, Permintaan Menurun, Tarif Angkutan Laut Peti Kemas Turun Tajam

oleh Li Siqi

Tarif angkutan laut untuk peti kemas global telah turun tajam sejak bulan Maret tahun ini. FBX (Freightos Baltic Index) menunjukkan penurunan dalam 6 bulan lalu yang mencapai hampir setengahnya. Biasanya kuartal ketiga di setiap tahun adalah musim puncak untuk pengiriman kargo laut, tetapi karena inflasi global, ekspektasi ekonomi melemah dan permintaan yang menurun menyebabkan industri pelayaran mengalami paceklik.

Indeks FBX berada di USD. 4.862 pada 9 September, tetapi pada awal Maret tahun ini menunjukkan di atas USD. 9.700. Indeks FBX adalah salah satu dari laporan harian tentang tarif angkutan peti kemas global, yang terdiri dari tarif gabungan angkutan peti kemas berukuran 40 kaki di 12 rute pelayaran utama antara Asia, Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan. Harga indeks itu termasuk angkutan laut dan biaya tambahan terkait, tetapi tidak termasuk bea masuk, dan biaya-biaya pelabuhan di pelabuhan keberangkatan maupun  tujuan.

China Containerized Freight Index (CCFI) terus menurun pada September. Pada 9 September, CCFI turun menjadi 2.722,77. Pada hal seminggu yang lalu, indeks masih berada di 2.830,11.

Mengenai penurunan tarif angkutan laut global, Song Weijun, seorang peneliti politik dan ekonomi di Tianjun yang memiliki 27 tahun pengalaman di industri ini mengatakan kepada “Epoch Times” : “Alasan utama dari penurunan adalah ekspektasi resesi ekonomi telah menyebabkan permintaan yang lebih rendah karena faktor ketidakpastian, dan kenaikan tingkat suku bunga global juga menjadi penyebab perusahaan mengurangi skup bisnis”. 

Dia mengatakan : “Menurut pengalaman di waktu lalu, sekarang adalah musim puncak perdagangan ekspor, tetapi data perdagangan luar negeri Tiongkok justru menunjukkan bahwa ekspor jauh lebih rendah dari yang diharapkan. Hal mana mencerminkan bahwa permintaan di negara-negara Eropa dan Amerika telah menurun, para konsumen membatasi pengeluaran. Keadaan ini akan berlanjut sampai tahun depan”.

Pada Agustus, total nilai ekspor komoditas Tiongkok adalah USD.314,92 miliar, turun 5,3% dibandingkan Juli. Di antaranya, ekspor komoditas Tiongkok ke Amerika Serikat dan Eropa pada Agustus masing-masing sebesar USD. 49,77 miliar dan USD. 5,135 juta. Sedangkan ekspor Juli masing-masing adalah sebesar USD. 53,39 miliar dan USD. 55,04 miliar. Masing-masing mengalami penurunan sekitar USD. 3,62 miliar dan USD. 3,69 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan di pasar Eropa dan Amerika Serikat menurun.

Guotai Junan Securities Co., Ltd. Melalui analisis terhadap data resmi impor dan ekspor Tiongkok pada Agustus, Guotai Junan Securities Co., Ltd. percaya bahwa menaikkan suku bunga the Fed telah ikut mendorong penurunan permintaan eksternal, dan ekspektasi resesi di luar negeri akan membebani harga massal, sehingga harga dan volume menjadi turun.

Bank investasi internasional Goldman Sachs baru-baru ini memperkirakan bahwa The Fed akan kembali menaikkan suku bunga September dan November tahun ini dengan masing-masing sebesar 75 basis poin dan 50 basis poin. Selain itu, Goldman Sachs memprediksi The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan Desember tahun ini, bahkan masih ada kemungkinan menaikkan suku bunga di tahun depan.

Inflasi di zona Euro juga menambah tekanan pada Bank Sentral Eropa untuk menaikkan suku bunga. Pada 8 September, Bank Sentral Eropa mengumumkan bahwa mereka akan menaikkan tiga suku bunga utama sebesar 75 basis poin, yang merupakan kenaikan terbesar dalam sejarah suku bunga acuan Bank Sentral Eropa. 

Pada Agustus, indeks harga konsumen (CPI) di kawasan Euro membuat rekor baru dengan kenaikan sebesar 9,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dan meningkat 0,2% dari tingkat pertumbuhan tahunan CPI pada Juli.

Eropa saat ini sedang dilanda krisis energi, harga gas alam tahun lalu adalah 5 kali lipat dari Amerika Serikat, dan tahun ini naik menjadi 7 kali lipat. Kekurangan energi membuat industri padat energi seperti baja, bahan kimia, dan pupuk mengalami pukulan paling berat, dan melonjaknya biaya membuat perusahaan harus memangkas produksi, menghentikan pekerjaan, atau bahkan menutup usaha.

Mengenai dampak krisis energi terhadap pengiriman kargo lewat laut, Song Weijun percaya bahwa krisis energi memiliki dampak tertentu. Bagaimanapun, 40% komoditas sosial terkait dengan minyak. Namun dari perspektif pengiriman, itu bukanlah peran yang menentukan. Tetapi penurunan permintaan itulah faktor utamanya. (sin)