Protes Anti-Kediktatoran Iran Memasuki Minggu ke Empat, Lebih dari 180 Orang Tewas

Zhao Fenghua

Protes anti kediktatoran Iran memasuki minggu keempat. Aksi demonstrasi terus berkobar. Bentrokan dengan kekerasan pecah di banyak tempat, sedikitnya 185 demonstran tewas.

Pada  9 Oktober, protes anti-kediktatoran Iran memasuki minggu keempat, dan bentrokan kekerasan antara polisi dan warga sipil terus terjadi di berbagai tempat. Kelompok hak asasi manusia mengatakan setidaknya 185 pengunjuk rasa, termasuk 19 anak-anak tewas dalam tindakan kekerasan sejak aksi protes meletus, dan ribuan lainnya ditangkap.

Sebuah video menunjukkan asap mengepul dari beberapa kebakaran di sepanjang jalan di kota Javanrud, Iran barat laut.

Video lain menunjukkan mahasiswi meneriakkan “Pergilah” ketika Presiden Iran Ebrahim Raisi mengunjungi kampus di Iran pada 8 Oktober.

Pada 8 Oktober, siaran berita langsung dari televisi pemerintah Iran diretas oleh pengunjuk rasa,  gambar wajah Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei digunakan sebagai sasaran, dan efek khusus dari terperangkap dalam api ditambahkan. Pada saat yang sama, pesan teks seperti “Bergabunglah dengan pemberontakan kami” dan “Tangan kalian berlumuran darah anak muda kami” muncul di layar.

Pada 16 September, seorang adis Iran berusia 22 tahun Mahsa Amini tewas di pusat penahanan. Dia ditangkap oleh polisi agama karena tidak mengikuti aturan berpakaian yang ketat. Insiden itu memicu protes anti-kediktatoran, dengan demonstran menyerukan penggulingan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.

Aksi protes  menyebar tidak hanya di Iran, tetapi juga di luar negeri. Pada 8 Oktober, kerumunan besar berkumpul di London untuk menuntut pemerintah Inggris mendukung protes di Iran. Ada pengunjuk rasa yang mengibarkan bendera “singa dan matahari” Iran dan foto Amini sebelum Revolusi Islam 1979 di Iran.

Aksi demonstrasi anti-kediktatoran Iran dianggap sebagai tantangan terbesar bagi rezim politik dan agama Iran selama bertahun-tahun. (hui)