Klinik PTT Dr. Wen Pinrong : Kehidupan adalah Ketergugahan yang Tak Terduga

Dalam kehidupan kapan seseorang tersadar? Apakah pada saat disakiti? Manusia paling mudah disakiti oleh siapakah? Oleh orang asing? Teman? Keluarga? Tersakiti pada umumnya dapat diobati dengan waktu. Disakiti oleh orang yang paling disayangi, acap kali menimbulkan luka yang paling mendalam, paling menyakitkan, juga butuh waktu paling lama untuk disembuhkan. Jika disakiti oleh keluarga sendiri, tidak mampu melepaskan diri, bagaimana caranya agar bisa membebaskan diri?

Seorang wanita berusia 51 tahun, belum menikah, adalah putri kedua dalam keluarga (selanjutnya disebut: Putri II), dengan seorang kakak perempuan (si Sulung) dan adik perempuan (si Bungsu). Wanita tersebut bekerja di bagian administrasi sebuah perusahaan perdagangan, karena kurang supel bergaul, dia selalu diganggu, sering kali harus menahan amarah, begitulah 10 tahun dia terus bersabar menelan kepahitan. Di saat bekerja, tekanan mental dan beban pekerjaan silih berganti mengusiknya.

Sepulang kerja, kehidupannya tidak lebih baik. Sang ibu yang perfeksionis, sangat ketat mengatur dirinya, selalu mencari-cari kesalahannya, cerewet, memarahinya dengan kata-kata yang pedas dan tajam, begitu pula dia selalu dimarahi hingga tak terasa 30 tahun telah berlangsung. Selama ini dia tidak berani membantah, dan menelan semua kepahitan itu seorang diri, menguburnya dalam-dalam sepanjang masa mudanya.

Usia muda begitu cepat berlalu, tanpa terasa wanita itu telah memasuki periode menopause, gejala seperti sensasi panas (hot flash, red.), keringat malam (night sweat, red.), jantung berdebar, insomnia, mata kering, nyeri pinggang, benjolan keras pada payudara dan lain sebagainya menyiksa dirinya, secara berbarengan memperburuk situasi, ibarat api membakar diri, bagaimanakah mengatasinya?

Wanita itu datang dari wilayah utara khusus untuk berobat, sepasang mata hitam pekat, untaian perasaannya yang terpendam, ibarat Jalur Sutra yang diterpa angin berpasir yang di sepanjang jalan tersimpan di mulutnya, dan dia memperlihatkan kesedihan tak terhingga, tubuh yang kurus lemah itu, seakan menahan kepiluan beradab-abad. Ketika penulis memeriksa payudara si wanita ini, pada dada sebelah kiri terdapat benjolan keras yang tidak beraturan, tampak dari luar berwarna memar kehijauan, suhu kulitnya sedikit panas.

Saya bertanya, “Apakah Anda mengetahui penyakit apa yang terjadi pada payudara Anda?” Dengan suara berat dia menjawab, “Seharusnya kanker payudara.” Saya bertanya lagi, “Apakah Anda tidak memeriksakannya ke dokter medis Barat? Apakah keluarga mengetahuinya?” Dia menjawab dia tidak ingin dokter medis Barat mengangkat payudaranya. Juga tidak ingin orang tua mengetahuinya, bahkan tidak ingin kakak dan adiknya tahu. Bahkan termasuk rekan kerja serta teman baiknya, di dunia ini hanya saya yang tahu.

Melihatnya harus menanggung penderitaan penyakit ini seorang diri, saya mengenggam ringan tangannya dan berkata, “Apakah tekanan yang Anda alami di rumah begitu besar?” Wanita itu menundukkan kepala, tidak tahu harus memulai dari mana. Belum sempat kata terucap, air mata telah berkisah, kepedihan dan kepahitan di dalam hati terburai dalam bentuk butiran air mata, ibarat kalung mutiara yang terputus, butirannya bertaburan pada busana dan lantai.

Penanganan Akupunktur

Pengalaman terdahulu dalam mengatasi kanker payudara, difokuskan pada kondisi penyakit, khusus untuk mengatasi tumornya. Tapi semakin banyak pengalaman terakumulasi, dalam mengobati kanker payudara harus dimulai dari kondisi psikologis dan emosional pasien, maka saya pun menghabiskan banyak waktu untuk mengurai kekalutan di hati pasien, fokus tusuk jarum juga dipusatkan pada penguraian beban pada meridian liver.

Saya awali dengan tusuk jarum bahagia, tusuk di titik Shenting menembus ke arah Yintang, di titik Yintang menusuk dari atas ke bawah, agar memperlancar meridian Ren dan himpitan emosi di dada, sekaligus bisa mengatasi insomnia dan sesak nafas. Untuk menenangkan hati dan mengatasi depresi, tusuk di titik Taichong, Qimen, dan Sanyinjiao. Untuk sesak, jantung berdebar, tusuk di titik Neiguan dan Tanzhong. Untuk kanker payudara, tusuk di titik Jianjing, Zhongfu, Rugen, Tanzhong, dan Taiyuan. Menetralisir racun darah, tusuk titik Xuehai, Quchi, dan Sanyinjiao.

Putri II kurang memiliki selera makan, sehingga badannya sangat kurus, tusuk titik Zusanli dan Zhongwan, serta dapat memperlancar meridian lambung pada payudara. Kanker payudara tergolong “menyiksa pada musim dingin, suhu rendah di musim semi”. Untuk menyingkirkan dingin dan patogen tersembunyi di musim gugur, tusuk titik Guanyuan. Untuk memperbaiki gizi, tusuk titik Zusanli dan Sanyinjiao. Setiap kali disesuaikan situasi dan kondisinya, pada tiga bulan pertama, setiap minggu tusuk jarum sekali, sembari mengkonsumsi ramuan.

Setelah setengah tahun tusuk jarum, minum obat, dan terapi mental, kondisi Putri II telah mulai membaik, lantaran kesibukan pekerjaannya, dan jarak yang jauh, saya mengalihkan dia agar berobat di dokter PTT (Pengobatan Tradisional Tiongkok, red.) lain. Sebelum pergi Putri II itu berkata, dia sedang berupaya membujuk si Sulung agar mau berobat pada saya, kakaknya mengidap kanker payudara stadium satu, dan sedang menjalani pengobatan medis Barat untuk diangkat payudaranya.

Mendengar itu saya sangat terkejut! Kakak beradik sama-sama mengidap kanker payudara, dan sama-sama di sisi kiri. Dari pengalaman empiris bertahun-tahun, kanker payudara bersifat keturunan, tidak sepenuhnya karena masalah gen, melainkan kondisi linkungan yang dihuni bersama, khususnya lingkungan keluarga. Juga terobservasi para pengidap kanker payudara sebelah kanan, mayoritas berkaitan dengan hubungan emosional, seperti hubungan yang tegang dengan pacar, atau dengan suami. Terutama apabila pihak prianya otoriter, atau adanya pihak ketiga, tapi tidak berani mengungkapkannya, atau setelah terjadi pertengkaran tapi tidak mengubah situasi, adalah orang yang paling mudah menjadi sasaran.

Sedangkan kanker payudara sebelah kiri, mayoritas ada kaitannya dengan tekanan di dalam keluarga, walaupun suaminya baik, tapi mertua seperti ranjau darat, begitu kurang hati-hati sedikit saja bisa terinjak, sehingga akumulasi emosi tidak tersalurkan. Dahulu menantu perempuan takut pada ibu mertua, pada zaman modern ini ibu mertua takut pada menantu perempuan, hubungan keluarga yang tegang seperti ini, dari ibu mertua dengan menantu berubah menjadi hubungan ibu dan putri, membuat orang sangat tertekan. Jadi akar penyakit dari kedua kakak beradik ini, sangat mungkin bersumber dari sang ibu.

Si Sulung bekerja di sebuah perusahaan asing yang terkenal, acap kali bepergian ke luar negeri dalam rangka tugas. Karena sangat kompeten, sangat dipercaya oleh majikannya, kakaknya mampu mengerjakan beberapa tugas bersamaan, sehari bekerja belasan jam tanpa merasa lelah, energinya sungguh luar biasa, dalam waktu singkat dia sudah diangkat menjadi direktur, berkat dari kegigihan!

Suatu kali, si Sulung memeriksakan diri dan mendapati adanya tumor di payudara, bertepatan temannya bekerja di bagian Onkologi, memaksanya untuk diperiksa lebih rinci, ditemukan bahwa tumor tersebut berukuran 2,5 cm, hasil biopsy menunjukkan tergolong ganas. Sehingga dia merelakan karirnya yang bagus, dan berpisah dengan pacarnya, seorang pria WN asing, berfokus untuk mengobati kanker payudaranya. Sang kakak sudah menjalani operasi, dan 4 kali kemoterapi, menggunakan obat kemoterapi yang terbaik, setiap kali biaya yang dibayar NTD 30.000 (14,5 juta rupiah), setelah tiga kali kemoterapi, si Sulung menerima usulan adiknya bahwa pengobatannya selanjutnya dibarengi dengan Pengobatan Tradisional Tiongkok (PTT).

Di suatu sore hari yang cerah, wanita itu menelepon saya, mengatakan bahwa dia pada akhirnya berani membantah ibunya, berdebat, saling memaki, setelah emosi diluapkan, dia merasakan kenyamanan yang tidak pernah dirasakan sebelumnya, dadanya juga tidak sesak dan tidak tegang lagi. Akan tetapi, sifat ibunya masih saja seperti itu, bara api sekam di dalam rumah terkadang masih saja berkilauan di atmosfer.

Setelah si Sulung menjalani terapi selama 2 bulan, kemoterapi berhasil dilewatinya dengan selamat, tidak terasa ketidak-nyamanan apapun, dan merasa kondisinya sangat baik. Dibawa sertalah ayah ibunya untuk datang merawat kesehatan mereka, akhirnya saya berkesempatan mengenal sendiri tokoh di dalam legenda.

Sang ibu telah berusia 80 tahun, namun masih memiliki sorot mata tajam, sedikit-sedikit melontarkan perintah. Jurus ketentraman sang ayah ialah: Ketidak-berdayaan, serta agar tidak terjadi pertengkaran biarkan saja dia, dan menerima sepenuhnya. Perawatan Kesehatan untuk kedua orang tua itu adalah: penyakit manula, insomnia, pusing, nyeri pinggang dan punggung, kaki dan pinggang tidak bertenaga, mata kering dan kabur. Ibunya meminta saya agar khusus mengobati penyakit sang ayah berupa: Telinga berdenging, pendengaran kurang baik, hampir tuli, pelupa, dan gejala Alzheimer.

Setelah 2 bulan dirawat, sang ortu merasa sangat puas, kondisi kesehatan keduanya mengalami perbaikan yang sangat nyata. Tapi sang ayah selalu saja menjaga pamornya, bagaimana pun saya mengajaknya bercanda, tetap saja ia tidak berekspresi, selama sang istri duduk di sampingnya, sang suami tidak berani sembarangan, dan tidak berani gegabah, agar tidak terjadi “bencana” yang tidak diinginkan.

Beban di hati si Sulung, setelah beberapa kali dialog kalbu, justru berubah menjadi membaik di tengah penyakitnya, hidupnya berubah total, setelah mengintrospeksi kehidupannya, semuanya bisa diikhlaskan, dia berubah menjadi ceria, tidak ada lagi ketakutan dan tertekan akibat kanker payudara, sebaliknya musibah itu malah memberinya kebahagiaan, dia merasa dirinya tidak pernah selega ini sebelumnya, dan bahagia, dia telah menemukan jiwanya. Wajah berubah seiring hati, paras si Sulung terlihat lebih cerah dan cantik, tampak lebih muda, serta lebih memiliki pesona seorang wanita.

Di sisi lain, Putri II itu sudah lebih dari setengah tahun tidak datang berobat, dia menelepon menceritakan kondisinya belakangan ini, karena keseleo di pinggang, dokter melakukan pengeluaran darah (bloodletting, red.), mengeluarkan darah baginya yang bertubuh lemah ibarat menguras stamina, dia hampir ambruk, sekujur tubuh lemah tak bertenaga, dan kesulitan bernafas, maka mau tidak mau harus mengambil cuti untuk merawat kesehatan.

Jika dia mengalami keseleo pinggang, seharusnya efek dari mengeluarkan darah sangat baik, mengapa yang terjadi justru sebaliknya? Mungkinkah sel kanker telah berpindah ke tulang? Suaranya terdengar agak terengah-engah, sering kali harus berhenti sejenak kala berbicara, saya sangat khawatir sel kanker berpindah ke paru-paru? Saya menyadari kondisi wanita ini tidak begitu baik.

Saya bertanya pada si Sulung, “Tahukah Anda penyakit yang dialami adik Anda?” Kakaknya menggeleng. Pertanyaan yang sama juga saya tanyakan pada ibunya, sang ibu juga menggeleng. Saya sangat terkejut! Mengapa tidak ada yang peduli kondisi putri kedua ini? Kondisinya begitu buruk, mengapa tidak ada yang menyadari penyakit putri kedua? Saya merasa sudah seharusnya keluarganya membantunya, dan memberikan kesempatan bagi Putri II dan ibunya untuk menghilangkan saling membenci satu sama lain.

Maka, saya pun memberitahu mereka berdua tentang kondisi Putri II, si ibu dan si Sulung sangat terkejut! Dengan nada berat saya berkata pada sang ibu, “Tahukah Anda penyakit putri Anda itu, penyebabnya adalah karena Anda? Melepas lonceng harus dilakukan oleh orang yang mengikat lonceng itu sendiri, mohon ibu mengasihani putri Anda, mulut emas ibu ibarat sebatang pisau tajam, selalu menusuk hati putri Anda. Dia sudah begitu dewasa, Anda pun juga sudah sepuh, masih saja selalu mengatur dirinya. Dalam keluarga yang paling dibutuhkan adalah cinta kasih, bukan ajang birokrasi yang penuh dengan otoritas.”

Mendengar kata-kata saya, kemarahan ibunya hampir tak terbendung, kedua matanya melotot memancarkan hawa membunuh, seolah hendak mengatakan, “Urusan keluarga saya, Anda tidak usah ikut campur”. Si Sulung malahan diam-diam mengacungkan jempol dari belakang punggung ibunya, dan gesturnya memuji saya.

Begitu sang ibu pergi ke ruang akupunktur, si Sulung baru mengatakan, kanker payudaranya juga timbul akibat angkara murka sang ibu yang sangat keterlaluan, apapun yang tidak sesuai dengan kehendaknya, dia selalu marah dan mengamuk, rumah itu pun ibarat terjadi skenario dalam film serial “Siluman Ular Putih”, yang menimbulkan gejolak dan membuat sekeluarga termasuk hewan peliharaan pun menjadi tidak tenang, akhirnya semua orang berhenti meronta. Beruntung si Sulung sekarang mulai bisa mengikhlaskan, membiarkan si ibu mengamuk tapi tidak menimbulkan sedikitpun ketergerakan hatinya, namun Putri II masih di dalam pusaran amarah, dan gontai hendak roboh.

Saking marahnya sang ibu tidak lagi mau datang berobat, namun si Sulung masih membawa ayahnya datang terapi tusuk jarum. Tanpa istri galak di sisinya, ia datang dengan senyum merekah, bahkan ia sendiri memulai bercanda, benar-benar ibarat dua orang yang berbeda. Berbicara panjang lebar soal kiat-kiatnya dalam bermain saham, dia sangat mahir membaca laporan keuangan perusahaan yang go public. Apalagi kalau sudah bicara soal golf, ia sangat bersemangat. Ternyata sang ayah begitu menarik, pendengarannya masih normal, hanya saja ia sengaja berpura-pura tuli di hadapan istrinya, juga pura-pura bodoh, sungguh bijaksana dan cerdas!

Suatu hari, sang ayah yang telah berusia 82 tahun itu, entah karena apa, tiba-tiba membentak keras kepada istrinya yang sedang memberikan perintah itu, “Jangan lagi menganggapku seperti wayang kulit, kalau kau berbuat begitu lagi, kuceraikan kamu”. Ayah yang sekonyong-konyong mengamuk, membuat sang ibu pun tertegun, tiga putrinya juga sangat terkejut! Akankah rumah ini buyar?

Pada suatu hari, Putri II kesulitan menghirup nafas, dan dilarikan ke rumah sakit, hasil pemeriksaan menunjukkan, sel kanker payudaranya telah menyebar ke paru-paru, liver, dan tulang. Mengapa separah itu? Barulah sang ibu panik, dan mulai merawat putrinya dengan penuh perhatian, maka terjadilah yang berambut putih merawat yang berambut hitam! Walaupun kala itu pandemi COVID-19 begitu merajalela, seakan tidak ada apa-apanya dibandingkan meletupnya kanker payudara putrinya, darah dan nanah yang mengalir keluar mengeluarkan bau sangat busuk, membuat ibunya merasa sangat ketakutan. Ibarat sudah jatuh ketimpa tangga, setelah itu putri bungsunya juga terdiagnosa menderita kanker payudara.

Di dunia ini tidak ada orang tua yang tidak memikirkan kebaikan bagi anak-anaknya, bahkan macan pun tidak memangsa anaknya sendiri, walaupun ibu tua merawat Putri II dengan penuh perhatian, akan tetapi, segalanya sudah terlambat! Pada akhirnya, tetap saja ortu yang telah uzur harus mengantarkan kepergian sang anak yang masih muda. (sud)