Siap untuk Perang Dunia Xi?

James Gorrie

Diktator Xi Jinping telah mengumumkan bahwa Tiongkok siap untuk menghadapi negara mana pun yang berani menghalangi jalannya menuju “peremajaan nasional.”

Dalam proses menetapkan dirinya sebagai pemimpin totaliter Tiongkok yang tak terbantahkan dalam Kongres Partai Komunis ke-20 Oktober, Xi mengungkapkan rencananya untuk masa depan Tiongkok dalam hal “peremajaan nasional.”

Di mana Peremajaan Nasional?

Dilihat secara kasat mata, peremajaan nasional menyatakan tentang gagasan membangun kembali, restorasi ekonomi dan budaya bangsa, yang mana keduanya kini sedang merana. Itu sangat masuk akal.

Tiongkok tentu bisa menggunakan peremajaan nasional. Prospek ekonomi negara itu tak baik, dengan runtuhnya sektor pengembangan real estat, pengangguran yang tinggi, hilangnya investasi asing, dan kepergian massal produsen asing. Bahkan, kondisi terus memburuk.

Tiongkok Ambruk di Bawah Aturan Satu Orang dan Satu Partai

Secara budaya, orang Tionghoa tak senang dengan tren yang mereka lihat dan ragu akan masa depan. Lockdown COVID-19 telah menyebabkan sektor manufaktur berkontraksi dengan cepat, kehilangan pendapatan,  kekurangan, yang mana semuanya mengakibatkan kerusuhan.

Selain itu, kaum muda perkotaan menghadapi keputusasaan dan kekecewaan yang semakin besar; tingkat pengangguran kaum muda 20 persen menunjukkan sedikit tanda akan mereda. Terlebih lagi, ada penolakan yang berkembang terhadap kebijakan totaliter Partai Komunis Tiongkok (PKT) dan legitimasi politik di kalangan generasi muda.

Untuk mengatasi ancaman nyata dan de-stabilisasi ini, PKT mengambil kendali atas setiap aspek masyarakat Tiongkok.

Peremajaan Nasional Berarti Perang dan Ancaman Perang

Memperbaiki kondisi domestik bukanlah prioritas utama Xi. Faktanya, definisi Xi tentang “peremajaan nasional” tak banyak atau tidak ada hubungannya dengan peningkatan taraf kehidupan orang-orang Tiongkok, melainkan dengan Tiongkok mengambil tempat yang selayaknya di dunia sebagai “Kerajaan Tengah.”

Deskripsi referensi diri itu tak lebih mengacu  sekadar lokasi geografis Tiongkok. Visi Xi adalah untuk membuat ulang dunia menurut citranya sendiri,  melibatkan menempatkan Tiongkok bukan Amerika Serikat, sebagai pusat budaya, ide politik, dan aktivitas ekonomi dunia.

Itu menunjukkan poin bagus pada pernyataan Xi bahwa keamanan nasional Tiongkok menghadapi “peningkatan ketidakstabilan yang akan membutuhkan kerja “berat” dari “Tentara Pembebasan Rakyat” (PLA).

“Kerja berat” tentara, tentu saja, mengobarkan dan memenangkan perang.

Tujuan itu diperjelas dalam sejumlah pernyataan terbuka oleh Xi dan pejabat tinggi PKT dalam berbagai konteks. Misalnya, mengenai peran PLA, tujuan akhir Xi tak salah lagi.

“Seluruh militer harus … fokus kepada kemampuan tempur sebagai kriteria mendasar dan satu-satunya, memusatkan semua energi untuk berperang, mengarahkan semua pekerjaan menuju peperangan dan mempercepat membangun kemampuan untuk menang.”

Singkatnya, Xi berupaya menempatkan Tiongkok sebagai pemimpin baru dan unggul dalam tata kelola global. Itu berarti menggantikan posis Amerika Serikat sebagai kekuatan hegemonik global. Tentu saja menambah konteks pada outlet media pemerintah Beijing yang biasanya berbicara tentang Amerika Serikat sebagai ancaman potensial bagi Partai.

Pada dasarnya, kekuatan hegemonik itu kompleks dan berlapis-lapis, tetapi pada akhirnya, didasarkan pada ancaman dan penerapan kekuatan militer yang tak tertandingi. Itulah mengapa keunggulan militer berada di urutan teratas daftar Xi dalam sepak terjangnya untuk menguasai dunia.

Daftar Panjang Kemungkinan Militer

Apa artinya maju? bagaimana perilaku Tiongkok di luar pantainya berbeda dari apa yang telah kita lihat hingga saat ini?

Xi telah memperingatkan seluruh dunia tentang apa yang ingin dia lakukan, yaitu menjaga Tiongkok pada lintasan yang akan mengarah pada konfrontasi dengan Barat. Awal yang jelas adalah Taiwan, tetapi ada tempat lain yang dapat digunakan Beijing untuk menyela dirinya secara militer.

Selat Malaka, misalnya, tetap menjadi kerentanan strategis bagi Tiongkok, pasalnya sumber minyak terbesarnya (sekitar 70 persen) dari Timur Tengah harus melewati jalur sempit itu. Memecahkan “Dilema Malaka” tetap menjadi prioritas utama bagi Beijing.

Jepang juga  menyadari bahwa dalam radar Beijing sebagai negara regional harus dibujuk untuk mengikuti jejak Tiongkok dengan satu atau lain cara. Tokyo sibuk mempersenjatai kembali bangsanya saat Anda membaca ini.

Sekarang Angkatan Laut Tiongkok  hadir secara reguler di Mediterania Timur, memberikan tantangan yang sangat nyata bagi kekuatan Barat. Selain itu, pangkalan militer Djibouti yang luas memposisikan Beijing  dengan cepat untuk memproyeksikan kekuatan di Laut Mediterania dan Samudra Hindia.

Lebih jauh, Tiongkok telah banyak berinvestasi di sisi Atlantik dan Pasifik Terusan Panama. Bukan rahasia lagi bahwa jalur di antara dua samudera tersebut memiliki nilai strategis militer dan komersial. Maka itu belum memiliterisasi wilayah kanal, tetapi Beijing telah memberikan Venezuela rudal anti-kapal. Juga dilakukan dengan Iran.

Jika Xi berencana menegaskan kekuatan Tiongkok yang didukung oleh kekuatan militer di jalan menuju hegemoni global, ini akan menjadi beberapa tempat yang mungkin untuk melakukannya.

Di sisi lain, ada sedikit mitos dalam retorika aspirasional Xi. Beijing tidak pernah menjadi pusat budaya, politik, dan ekonomi dunia. Tetapi, memberikan tekanan pada Xi dan PKT untuk menyampaikan retorika.

Tentu saja, Xi tidak akan menjadi diktator megalomaniak pertama yang secara terbuka mengarang mitos masa lalu atau mempromosikan visinya tentang masa depan sebagai awal untuk mengubah dunia.

Pernah ada seorang seniman gagal dari Austria berkumis yang pindah ke Berlin. (asr)