Begitu Bebas Pemblokiran Jumlah Pasien Positif Langsung Anjlok, Pakar : PKT Sembunyikan Fakta Epidemi

 oleh Xu Jian

Minggu ini, pemerintah komunis Tiongkok tiba-tiba memutuskan untuk mencabut kebijakan Nol Kasus yang mengejutkan dunia luar. Kemudian pemerintah juga melaporkan jumlah kasus positif COVID-19 yang sangat rendah, begitu pula tingkat kematiannya yang nyaris nol. Menurut pakar bahwa ini permainan, angka palsu yang digunakan untuk menyembunyikan skala dan tingkat keparahan epidemi yang masih terus menyebar di Tiongkok.

Penurunan jumlah pasien positif terinfeksi yang dramatis menimbulkan keraguan

Data resmi Tiongkok Jumat (9 Desember) menunjukkan bahwa tidak terdapat kasus kematian baru di seluruh negeri, dan kasus penularan lokal hanya tercatat sebesar 16.363 kasus, telah mengalami penurunan hingga kurang dari setengah jumlah puncak kasus bulan lalu.

Menurut akal sehat dan pengalaman, setelah PKT melonggarkan kontrol ketatnya, penyebaran virus pasti akan semakin cepat. Terbukti klinik demam di Beijing dan kota-kota lain telah dipenuhi oleh warga sipil yang ingin berobat, obat demam habis terjual. Ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa pihak berwenang Tiongkok sedang berbohong.

Setelah Tiongkok melaporkan bahwa tidak kurang dari 40.000 kasus harian COVID-19 yang terjadi di seluruh negeri dalam beberapa pekan terakhir, dan masing-masing pemda pun secara rutin menyampaikan laporan tentang jumlah pasien positif, angka kematian ke pemerintah pusat. Aneh sekali jika kurva tiba-tiba berbalik dalam semalam. Angka yang disajikan secara resmi tiba-tiba menunjukkan jumlah yang telah berkurang lebih dari setengahnya.

Sebaliknya, Korea Selatan melaporkan lebih dari 620.000 kasus dalam sehari di bulan Maret tahun ini, padahal populasi Tiongkok adalah 27 kali lipat dari populasi Korea Selatan.

Tren infeksi tidak masuk akal yang disajikan oleh PKT ini telah menimbulkan keraguan tentang keakuratan data COVID-19 di Tiongkok, yang juga telah berulang kali melanggar pola normal yang dipraktikkan di negara lain.

Pakar : Sama seperti 3 tahun silam, PKT masih menyembunyikan keadaan wabah yang terjadi

Raymond Yeung, kepala ekonom untuk Tiongkok Raya di ANZ, mengatakan. pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa beberapa kota, termasuk Baoding di Provinsi Hebei, telah mengalami peningkatan jumlah infeksi massal. Bahkan akan ada lebih banyak kota besar yang akan menemui keadaan serupa.

Sekarang ini PKT masih juga menutupi keadaan sebenarnya dari penyebaran epidemi COVID-19 sama seperti di Wuhan 3 tahun silam. Para analis memperingatkan bahwa penurunan atau peniadaan tes PCR  dan data palsu dapat membuat sulit untuk menilai risiko nyata bagi penduduk Tiongkok.

Rodney Jones, penanggung jawab Wigram Capital Advisors, perusahaan yang pernah menyediakan model pendeteksian wabah kepada pemerintah selama pandemi, mengatakan : bahwa persentase jumlah kasus yang terjadi di Tiongkok saat ini sangat mirip dengan tahun 2020.

Rodney Jones menjelaskan : “Kita tidak tahu apakah kita akan melihat kembali jumlah kasus yang terjadi sebenarnya itu, atau apakah penurunan tajam kasus disebabkan oleh berkurangnya jumlah pengujian atau pengaruh manipulasi politik”.  

Wigram memperkirakan bahwa mungkin ada sebanyak 1 juta orang warga Tiongkok yang meninggal akibat “gelombang virus musim dingin” yang akan dengan cepat membanjiri sistem perawatan kesehatan Tiongkok karena negara tersebut tiba-tiba mencabut tindakan penguncian yang ketat.

Untuk menyelamatkan muka, PKT memalsukan data

Beijing pernah bergembar-gembor dan menyombongkan “keunggulan institusionalnya” dibandingkan dengan Barat dalam menangani epidemi. Sekarang kebijakan Nol Kasus telah berubah, sama saja dengan menampar mukanya sendiri. Oleh karena itu, analisis ahli percaya bahwa demi pertimbangan politik PKT lalu memalsukan data.

Raymond Yeung menjelaskan : “Seperti juga Hongkong, (PKT) tidak lagi memberikan data infeksi aktual. Dengan penurunan angka infeksi ‘resmi’, pemerintah akhirnya dapat menyatakan bahwa mereka telah berhasil melawan virus”.

Mendekati akhir April tahun ini, ketika Shanghai berada di puncak tertinggi penularan epidemi, PKT melaporkan bahwa hanya 38 orang yang meninggal dunia dari lebih dari 550.000 kasus infeksi positif. Itu adalah sebuah jumlah yang fantastik secara internasional, dengan syarat jika benar.

Pada waktu yang hampir bersamaan, Korea Selatan, yang memiliki tingkat vaksinasi tinggi, melaporkan tingkat kematian hampir 20 kali lipat dari jumlah yang dilaporkan di Tiongkok.

Rumah sakit di Beijing mulai kehabisan pasokan medis, termasuk ibuprofen dan parasetamol, karena staf medis memerangi wabah yang menyebar dengan cepat. Tetapi Beijing, masih saja tidak malu untuk melaporkan bahwa hanya 2.654 kasus infeksi baru yang terjadi pada hari itu.

Beberapa ahli juga menganalisis bahwa sebagian alasan penurunan jumlah infeksi mungkin karena pembatalan besar-besaran tes asam nukleat di banyak tempat. 

“Saya pikir penurunan kasus yang dilaporkan mungkin mencerminkan pengurangan layanan pengujian asam nukleat berskala besar”, kata Huang Yanzhong, pakar masalah kesehatan global dan rekan senior di Dewan Hubungan Luar Negeri mengatakan kepada Al Jazeera.

Huang Yanzhong juga mempertanyakan bahwa setelah lonjakan kasus infeksi pada bulan November, Tiongkok sekarang tiba-tiba berubah menjadi begitu banyak kasus tanpa gejala dan sangat sedikit kasus parah, yang tentu akan membingungkan. “Apakah itu berarti mereka memiliki cara berbeda dalam memformulasikan angka kematian terkait COVID ?”

Apakah pembebasan blokir berkaitan dengan masalah finansial ?

Pakar lain percaya bahwa biaya tes asam nukleat besar-besaran selama 3 tahun menghabiskan dana tidak sedikit, sehingga kas negara mulai kosong, tidak kuat untuk melanjutkan kebijakan Nol Kaus, mau tidak mau blokiran dibuka.

Sam Radwan, kepala perusahaan konsultan Enhance International mengatakan bahwa Beijing terpaksa membuat keputusan untuk meninggalkan tes asam nukleat massal karena pundi-pundi pemerintah daerah mengering.

Menurut dia, “Dana pada Pusat Manajemen Dana Jaminan Sosial Beijing sudah habis terpakai, dan sekarang untuk pertama kalinya muncul kesulitan membayar tagihan mereka. Itu sebabnya mengapa mereka menutup stasiun tes asam nukleat sebelum pembatasan dicabut.”

Saat ini, warga sipil Tiongkok semakin khawatir terhadap kemampuan sistem medis untuk menangani COVID-19, dan ketidaksesuaian antara pernyataan resmi dan fakta yang terjadi. (sin)