Orang Tiongkok Pertama yang Beraudiensi dengan Raja Inggris dan Prancis

Zhou Xiaohui

Kebudayaan Tionghoa tradisional memiliki keindahan yang unik, ketika orang Tiongkok zaman sekarang yang telah dicuci otak oleh PKT (Partai Komunis Tiongkok) mengamati budaya tradisional Tiongkok dengan pemikiran yang bermetamorfosis dan terdistorsi, ketika “keindahan unik” yang terkandung dalam budaya Tionghoa tradisional itu dianggapnya sebagai takhayul dan sampah feodal, mereka tidak mengetahui bahwa ada banyak orang asing bahkan tokoh terkenal di dunia yang sangat mengagumi budaya Tionghoa tersebut.

Misalnya, Voltaire, yang dikenal sebagai “Bapak Pemikir Prancis” pada abad ke-18, dalam bukunya yang berjudul On Customs, secara tak terduga mengambil sejarah Tiongkok kala itu sebagai pembukaan dari sejarah dunia. Dalam pemikirannya, Konfusianisme Tiongkok adalah model “agama rasional”, dan kata “li (理)” dari Bahasa Tionghoa atau yang disebut “Tian (天, langit)” adalah “sumber dari segala materi”, juga adalah penyebab dari Tiongkok kuno sebagai “berdirinya zaman dahulu” dan peradaban “sempurna”. Ia mengatakan bahwa orang Tiongkok kala itu “adalah manusia yang paling rasional di antara semua manusia”, serta ia sangat menghormati Konfusius, juga di ruang bacanya tergantung potret Konfusius yang ia beri hormat setiap pagi dan sore hari.

Voltaire juga memuji sistem politik/ pemerintahan Tiongkok kala itu: “Terhadap kelebihan orang-orang Tiongkok, walaupun tidak sampai memuja-muja, tetapi setidaknya kita dapat mengakui bahwa organisasi kekaisaran mereka (kala itu) adalah yang terbaik yang pernah ada di dunia.”

Voltaire dan para pemikir pencerahan Eropa lainnya yang tidak mengerti bahasa Tionghoa dapat memahami budaya Tionghoa, hal ini tidak terlepas dari bantuan banyak misionaris Barat yang pergi ke Tiongkok. Mereka datang ke Tiongkok pada abad ke-16 dan 17, mempelajari huruf Mandarin, meneliti karya klasik Tiongkok, menerjemahkan harta pengetahuan orang Tionghoa kala itu ke dalam bahasa Latin dan disebarkan ke Eropa sekembalinya mereka ke kampung halaman, yang kemudian menimbulkan guncangan besar di kalangan intelektual Eropa. Di antara misionaris ini ada figur seorang Tionghoa yang memainkan peran penting dalam proses menerjemahkan karya klasik Konfusianisme Tiongkok ke dalam bahasa Barat.

Orang ini bernama Shen Fuzong (dibaca: Shen Fu Cung), dan nama asingnya adalah Michael Alphonsius Shen Fu-Tsung. Dia dilahirkan di Karesidenan Jiangning, Provinsi Jiangnan (sekarang Kota Nanjing, Provinsi Jiangsu) pada 1657. Ayahnya adalah seorang tabib kedokteran tradisional Tiongkok dan juga adalah seorang umat Katolik. Shen Fuzong merupakan salah satu dari sedikit orang Tiongkok yang mengunjungi Eropa pada masa awal. Pengalamannya jarang dicatat dalam buku sejarah Tiongkok, namun kisahnya telah dicatat secara rinci oleh orang Eropa, dan dia cukup dikenal di kalangan sinolog Eropa. Lagi pula keluarga Kerajaan Inggris dan Perpustakaan Nasional Prancis di Paris memiliki lukisan potret cat minyaknya.

Konversi Tiongkok, potret karya Shen Fuzong, sekarang tergantung di Galeri Ratu di Kastil Windsor sebagai bagian dari Koleksi Mahkota Inggris. (Domain publik)

Sekitar 1681, pada masa pemerintahan Kaisar Kangxi dari Dinasti Qing, ia yang kala itu berusia 24 tahun, mengikuti seorang misionaris Belgia, Philippe Couplet, menginjakkan kaki di tanah Eropa. Philippe Couplet datang ke Tiongkok pada 1656 dan tinggal di Tiongkok selama lebih dari 20 tahun, dan ketika ia menyebarkan agama di Nanjing ia berkenalan dengan ayah Shen Fuzong. Sedangkan Shen Fuzong tidak hanya menerima pendidikan Konfusianisme ortodoks (murni), tetapi juga percaya pada agama Katolik karena pengaruh orang tuanya dan interaksinya dengan misionaris, serta mulai mempelajari bahasa Latin.

Shen Fuzong tidak takut dengan kesulitan perjalanan pada waktu itu dan memulai perjalanannya ke Eropa. Bepergian ke Eropa kala itu tidak semudah dan secepat sekarang, berlayar dengan kapal membutuhkan waktu lama, dan kesulitan serta mara bahaya yang dihadapi dalam perjalanan tidak bisa dibandingkan dengan zaman sekarang. Karena itu, keberaniannya yang luar biasa patut diacungi jempol. 

Ajari Louis XIV Gunakan Sumpit

Mereka berlayar dari Makau pada Desember 1681, melewati beberapa negara di Asia Selatan, menyeberangi Samudera Hindia, dan mendarat di Portugal pada 1682. Pada Oktober 1683, mereka tiba di pelabuhan utara Belanda, Enkhuysen, sebuah pusat perikanan dan komersial penting pada saat itu. Setelah mereka tiba di Antwerp pada Februari 1684, Yesuit setempat mengirim seorang pastor bernama Wang Yiren (Pieter Thomas Van Hamme) untuk membantu dan menemani mereka ke Roma. Selama dalam perjalanan, Wang Yiren juga mengajarkan bahasa Latin kepada Shen Fuzong, agar ia bisa berkomunikasi dengan orang Eropa.

Pada September 1684, mereka tiba di Paris, Prancis. Kala itu, “demam Tiongkok” sedang melanda Eropa, dan Paris adalah pusatnya.

Dikatakan bahwa Shen Fuzong adalah orang Tiongkok pertama dalam sejarah yang bertemu dengan seorang Raja Prancis. Raja Louis XIV dari Prancis menerima audiensi Bo Yingli dan Shen Fuzong di Istana Versailles.

Selama pertemuan, Shen Fuzong berbicara dengan Raja dalam bahasa Latin yang lancar. Hari berikutnya, pada jamuan makan yang khusus diadakan untuk Shen Fuzong, Louis XIV meminta Shen Fuzong untuk melafalkan Doa Bapa Kami dalam bahasa Mandarin. Ketika Louis XIV bertanya bagaimana cara menggunakan peralatan makan Tiongkok, Shen Fuzong langsung memperagakan cara menggunakan sumpit. Setelah perjamuan, Louis XIV memerintahkan untuk membuka semua air mancur di taman istana khusus ditampilkan untuk Bo Yingli dan Shen Fuzong, hal ini biasanya merupakan penghormatan di saat menjamu tamu kerajaan dan duta besar asing.

Karena Shen Fuzong sangat berpengetahuan, juga mengerti bahasa Latin, dan berasal dari Tiongkok yang jauh, ia menerima perlakuan yang istimewa. Shen Fuzong meninggalkan kesan yang mendalam bagi Louis XIV, dan kedatangan Bo Yingli dan Shen Fuzong membuat Louis XIV memutuskan untuk mengirim ilmuwan dan matematikawan Jesuit Prancis ke Tiongkok guna memahami negara Timur yang jauh itu. Pada Januari 1685, enam akademisi dari Royal Academy of Paris, termasuk Joachim Bouvet (1656-1730) dan Zhang Cheng (Jean- François Gerbillon), diperintahkan untuk berangkat ke Tiongkok atas nama “Pengamat dan Ahli Matematika dari sang Raja”, ini merupakan ekspedisi ilmiah pertama ke Tiongkok. Setelah tiba di Tiongkok, mereka diterima dan dihargai oleh Kaisar Kangxi dari Dinasti Qing. Selama kunjungan Shen Fuzong, surat kabar Paris tidak hanya melaporkan secara tertulis, tetapi pelukis istana juga secara khusus melukis potret untuknya. Potret orisinil tersebut saat ini disimpan di Bibliothèque Nationale de Paris.

Beraudiensi dengan Sri Paus

Setelah meninggalkan Paris, Bo Yingli (Philippe Couplet) dan Shen Fuzong melanjutkan perjalanan ke Roma dan tiba pada awal Desember di tahun yang sama. Mereka disambut dengan hangat oleh para Yesuit terkemuka. Na- mun, baru pada tahun berikutnya, yakni pada Juni 1685, Shen Fuzong diterima oleh Paus Innocent XI. Paus yang memutuskan untuk menemui mereka secara langsung setelah mengetahui bahwa ada orang Tiongkok yang datang ke Eropa.

Usai pertemuan, Bo Yingli dan Shen Fuzong menyumbangkan lebih dari 400 jilid dokumen berbahasa Mandarin yang disusun oleh para misionaris kepada Vatikan. Saat ini dokumen tersebut disimpan di Perpustakaan Vatikan. Namun, permintaan Bo Yingli kepada Sri Paus untuk mengadakan kebaktian dalam bahasa Mandarin tidak disetujui.

Kembali ke Paris Membantu Terjemahkan Karya Klasik Konfusianisme

Sebelum meninggalkan Roma pada Desember 1685, Shen Fuzong mengajukan permohonan untuk bergabung dengan Serikat Yesus dan disetujui. Mereka kemudian kembali ke Paris, dan tiba pada 1686.

Sejak di Roma, Bo Yingli telah menemukan beberapa terjemahan Latin dari klasik Konfusianisme Tiongkok yang diterjemahkan oleh para Yesuit, ia membawa manuskrip terjemahan ini ke Paris, dan berharap mendapat dukungan dari Kerajaan Prancis untuk diterbitkan. 

“Konfusius Filsuf Tiongkok ditulis oleh tim yang dipimpin oleh Bo Yingli. (domain publik)

Berbeda dengan orang asing yang tiba di Tiongkok sebelum Dinasti Ming, para misionaris Eropa pada Dinasti Ming dan Qing mulai secara sistematis dan dengan bertujuan mendokumentasikan Tiongkok, mereka melakukan penelitian mendalam selama misi penyebaran mereka di sana. Selain laporan dan catatan perjalanan mereka sendiri juga memperkenalkan sejarah, budaya, filsafat, bahasa dan politik Tiongkok kepada Eropa, mereka juga menerjemahkan dan menyusun karya klasik Tiongkok.

Pada 1687, dengan dukungan Louis XIV, Bo Yingli menulis dalam bahasa Latin “Confucius Sinarum Philosophus” [BNF O2N-206 (A, 3)] yang diterbitkan di Paris, dengan subjudul buku Xi Wen Si Shu Zhi Jie (di dalamnya ada tiga buku, The Great Learning, The Doctrine of the Mean, The Analects of Confucius, dan seharusnya Mencius tapi tidak terlampir). Bab The Great Learning, The Doctrine of the Mean, The Analects of Confucius, dalam buku adalah terjemahan ke bahasa Latin oleh Shen Fuzong dalam rangka membantu Bo Yingli. “Dedikasi” di halaman paling awal buku tersebut ditujukan kepada Louis XIV.

Ini mungkin buku pertama yang khusus memperkenalkan Konfusius di Barat, dan “Analects of Confucius” juga pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa. Dalam sisipan “Biografi Konfusius” yang dilampirkan pada buku tersebut, terdapat karakter Tiongkok seperti “Zhongni (nama lain dari Konfusius)”, “Tian Xia Xian Shi (Guru Leluhur Negeri)”, dan “Guoxue (Ajaran Nasional)” yang dikelilingi oleh sepasang naga serta buku-buku, serta nama-nama murid Konfusius, ini kemungkinan besar ditulis tangan oleh Shen Fuzong lantas dicetakkan pada halaman tersebut. Buku terjemahan ini didistribusikan secara luas di Prancis, dan terjemahan itulah yang dibaca oleh para pemikir Pencerahan Eropa seperti Voltaire.

Temui Raja Inggris dan Cendekiawan terkenal Hyde dan Boyle

Pada Maret 1687, Shen Fuzong diundang untuk mengunjungi Inggris, dia adalah orang Tiongkok pertama yang mengunjungi Inggris yang tertera dalam catatan sejarah. Raja James II dari Inggris menerima Shen Fuzong. James II, yang tertarik dengan sejarah dan peninggalan budaya Tiongkok, sangat senang melihat Shen Fuzong. Selain mengundangnya untuk menghadiri jamuan makan, ia juga meminta pelukis istana Inggris Sir Godfrey Kneller untuk melukis potret Shen seukuran aslinya. Potret seluruh badan ini tergantung di kamar tidurnya.

Dalam lukisan itu, Shen Fuzong mengenakan jubah Tiongkok, tangan kiri memegang salib, memandang ke luar jendela, cahaya gemerlapan menyinari wajahnya, menyiratkan inspirasi ilahi. Dia berdiri di atas lantai marmer, terlihat pedesaan tropis di kejauhan melalui jendela yang terbuka di belakangnya. Lukisan cat minyak dari Shen Fuzong ini, berjudul The Chinese Convert, sekarang tergantung di Galeri Ratu di Kastil Windsor sebagai bagian dari Koleksi Kerajaan Inggris.

Pada saat yang sama Shen Fuzong juga bertemu dengan beberapa sarja- na Inggris, seperti Thomas Hyde, sarjana orientalis paling terkenal saat itu.

Hyde, yang saat itu berusia 51 tahun, adalah seorang sarjana dengan minat luas yang telah mempelajari sejumlah bahasa Timur, termasuk Persia, Ibrani, Arab, dan Suriah.

Keduanya cocok satu sama lain dan membahas isu-isu seperti sejarah dan filosofi Tiongkok bersama-sama. Atas undangan Hyde, Shen Fuzong, yang telah berada di London selama beberapa bulan, datang ke Oxford pada musim panas dan memasuki Perpustakaan Bodleian di Universitas Oxford, tempat Hyde mengajar, untuk membuat katalog buku-buku berbahasa Mandarin, menulis isi ringkasan buku dan mengajari mereka caranya untuk membaca buku-buku Mandarin. Selama enam minggu di Oxford, dia juga mengajar Hyde bahasa Mandarin dengan cepat, dan buku teks tulisan tangannya sekarang disimpan di British Library (perpustakaan).

Shen Fuzong juga menjelaskan aturan dan cara bermain catur Tiongkok dan Wei-qi kepada Hyde yang menyukai catur internasional. Atas bantuannya, Hyde sangat berterima kasih, dan memujinya sebagai “orang Tiongkok saya,” dan “orang Tiongkok kami,” atau “teman terakrab saya,” serta memujinya sebagai kolaborator sejati dan “sumber informasi untuk memahami segala hal tentang Tiongkok”. “Studi Perbandingan Catur Berbagai Negara” diterbitkan Hyde pada 1694 di Oxford, di mana ia memuji kontribusi Shen Fuzong.

Pada Juli 1687, Hyde menulis surat rekomendasi untuk Shen Fuzong kepada Robert Boyle, seorang ilmuwan Inggris dan ahli kimia yang brilian. 

Dalam surat itu, Hyde menulis tentang Shen Fuzong: “Si pembawa surat adalah seorang Tionghoa yang bekerja dengan saya di Universitas Oxford untuk membuat katalog koleksi berbahasa Mandarin. Kami memiliki beberapa buku Konfusianisme, tetapi sebagian besar buku-buku Tiongkok itu berhubungan dengan fisika (merujuk pada kitab Alkimia dari aliran Tao). Dia mahir dalam bahasanya sendiri dan mahir pula dalam ajaran Konfusius. Ia adalah pria yang sangat baik, rajin belajar, pekerja keras dan berpikiran jernih. Bahasa Latinnya sedikit tidak sempurna, namun ia bisa menguasainya sudah cukup bagus Saya melakukan semua upaya untuk membuatnya membantu kita selama ini, dan saya tidak membuang waktu sejenak pun sejak ia bersamaku…Ia sangat berharap bisa mendapatkan kepedulian dan persahabatanmu.”

Boyle kebetulan  memiliki minat yang mendalam dan konsisten di bidang kedokteran dan alkimia. Dari artikel yang ditulis Boyle dalam buku harian kerjanya, di situ terbaca bahwa surat pengantar Hyde memberikan kesan positif, dan Boyle serta Shen Fuzong bertemu dan berbicara pada Juli atau Agustus tahun itu. Meskipun bukti yang ada menunjukkan bahwa pertemuan mereka itu mungkin sangat singkat, tapi buku harian Boyle menunjukkan kepada masyarakat keingintahuan Boyle tentang Shen Fuzong. Keduanya berinteraksi dalam bahasa Latin Boyle menulis, ia telah mengajukan dua pertanyaan kepada Shen Fuzong.

Pertanyaan pertama adalah apakah jumlah karakter/huruf Mandarin yang perlu diketahui seorang terpelajar di Tiongkok benar-benar sebesar yang dikabarkan. Jawaban Shen Fuzong adalah jumlah karakter Mandarin benar-benar sangat banyak dan dia sendiri telah menguasai 10.000 hingga 12.000 darinya.

Pertanyaan kedua Boyle, ada berapa banyak orang Tiongkok yang benar-benar mengenali begitu banyak karakter Mandarin. Shen Fuzong menjelaskan perbedaan antara bahasa tulisan dan lisan. “Bahasa pejabat sangat berbeda dengan bahasa orang biasa, juga sangat berbeda dengan bahasa pendeta dan beberapa sastrawan, karena sangat sedikit orang yang mengerti bahasa resmi pemerintahan atau mampu menggunakannya.”

Keduanya juga bertukar pandangan tentang banyak isu ilmiah, seperti tekanan udara, pengukuran tekanan udara, dan lain lain, Shen Fuzong memperkenalkan ramuan herbal dan Pengobatan Tradisional Tiongkok ke Boyle. Mereka juga bertukar pandangan sejumlah masalah kimia. Setelah itu, setelah bertemu dengan Boyle, Shen Fuzong tidak kembali ke Oxford, melainkan tinggal di London. Ia juga menghadiri makan malam yang diselenggarakan oleh Earl of Clarendon.

Pada awal September 1687, ketika James II mengunjungi Oxford, ia memanggil Hyde dan secara khusus menanyakan apakah ia mengenal seorang Tionghoa bernama Shen Fuzong, dan mengatakan kepada Hydebahwa di kamarnya tergantung potret dari Shen Fuzong. Hydememberitahu kepada Raja James II bahwa dia tidak hanya mengenal Shen Fuzong, tetapi juga “belajar banyak darinya”.

Pada November tahun itu, Bo Yingli (Philippe Couplet) meninggalkan Paris untuk bergabung dengan Shen Fuzong di London. Pada Januari 1688, mereka menaiki kapal Portugis bertolak ke Lisabon, dan tiba pada pertengahan April 1688.

Meskipun tidak di Inggris, tetapi Shen Fuzong terus bekerja sama dengan Hyde melalui koresponden, hal ini telah memperluas kosakata bahasa Mandarin dari Hyde yang telah melakukan diskusi ekstensif tentang masalah teknis seperti dimensi yang tepat dari satuan pengukuran di Tiongkok. Dia juga mengirim Hyde diagram sistem ujian dan birokrasi yang masih berlaku di Tiongkok, serta sketsa apa yang disebut “sistem upeti” Tiongkok untuk mengklasifikasikan orang asing. Selain itu, Shen Fuzong juga mengirimkan Hyde kosakata bahasa Mandarin untuk mengklasifikasikan berbagai jenis kuil di Tiongkok, dan menjelaskan secara sederhana tentang kepercayaan Buddhisme Tiongkok pada reinkarnasi roh.

Epilog

Karena armada kapal dagang ke Tiongkok sudah pergi, Bo Yingli dan Shen Fuzong terpaksa harus tinggal di Lisabon, Shen Fuzong masuk biara untuk belajar sebagai pemula di Lisabon dan menjadi seorang biarawan.

Pada musim semi 1691, ShenFuzong pergi ke Tiongkok bersama dengan pendeta Jesuit Jerman Gillian dan lainnya. Dalam perjalanan kembali, Shen Fu- zong sialnya tertular epidemi di kapal dan meninggal dunia di kapal dua hari sebelum tiba di Mozambik pada usia 35 tahun.

Di mata orang Eropa pada abad ke-17 dan 18, budaya Timur kuno begitu menawan dan indah. Perjalanan Shen Fuzong ke Eropa menunjukkan kepada orang Barat bahwa seorang intelektual Tiongkok yang santun dan penuh wawasan, telah memperkenalkan budaya Tiongkok dan Konfusianisme klasik kepada orang Eropa, sehingga Eropa dapat lebih memahami Tiongkok, ini berperan dalam mempromosikan Gerakan Pencerahan di Eropa, dan itulah mengapa nama Shen Fuzong selalu terukir dalam sejarah Sinologi Eropa. (lin)