Lebih dari 40 Orang Tewas dalam Bentrokan Kekerasan Terburuk di Peru Selama 20 Tahun

NTD

Aksi Protes menentang pemerintah di Peru telah memicu kekerasan terburuk dalam 20 tahun terakhir, dengan puluhan orang terluka dan terbunuh ketika para pengunjuk rasa mendirikan penghalang jalan di seluruh negeri untuk menuntut Presiden Dina Boluarte mundur.  Meski demikian, ia pada Jumat (13/1/2023) bersikeras  tidak akan mengundurkan diri dan memperpanjang keadaan darurat di ibu kota Lima dan dua wilayah selatan selama sebulan.

Central News Agency (CNA) mengutip Reuters yang melaporkan bahwa Presiden Peru Pedro Castillo yang saat itu berhaluan kiri digulingkan oleh Kongres pada awal Desember tahun lalu, setelah dia berusaha membubarkan Kongres dan menggantinya dengan perintah eksekutif untuk memerintah negara. Insiden ini memicu gelombang protes dan  pada pertengahan Desember, pihak berwenang Peru pertama kali mengumumkan keadaan darurat selama sebulan.

Lebih dari 40 orang  tewas sejak awal Desember dalam bentrokan kekerasan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan.

Presiden Peru Dina Boluarte menandatangani perpanjangan keadaan darurat pada 14 Januari malam, memberikan kekuasaan khusus kepada polisi dan membatasi kebebasan berkumpul dan hak-hak penduduk lainnya di Lima dan wilayah selatan Cusco dan Puno.

Pada 12 Januari 2023, di Arequipa, Peru, para demonstran memblokir Jalan Raya Pan-Amerika dan menghadapi polisi. (DIEGO RAMOS/AFP melalui Getty Images)

Di Puno, hampir separuh dari korban kekerasan telah meninggal dunia; pembatasan lokal termasuk jam malam selama 10 hari.

Para pengunjuk rasa mengibarkan bendera merah putih dan spanduk dengan garis tepi hitam selama pawai di Lima pada 14  Januari untuk memberikan penghormatan kepada korban tewas. Para demonstran juga mengecam Boruarte. Ia meminta maaf atas kematian akibat kekerasan pada 13 Januari  dan menyerukan penyelidikan agar dilakukan. (hui)