Peringatan Ilahi — Tiga Tahun Menewaskan 400 Juta Orang

Chu Yiding

Pendiri Falun Gong Master Li Hongzhi belum lama ini menjelaskan: selama masa pandemi tiga tahun terakhir ini, di Tiongkok sekitar 400 juta orang telah meninggal dunia. Menurut penuturan masyarakat Tiongkok kuno, perubahan yang sedemikian besar ini adalah malapetaka, dan menandakan perubahan raksasa akan segera terjadi.

400 juta orang, angka ini terdengar fantastis, tetapi setelah dihitung secara seksama tidak begitu mengejutkan. Di Tiongkok terdapat lebih dari 35.000 unit rumah sakit, ditambah dengan lebih dari 36.000 unit klinik pedesaan. Selama tiga tahun pandemi melanda, jika setiap rumah sakit dan klinik setiap hari ada 6 orang meninggal dunia akibat pandemi, maka jumlah totalnya adalah lebih dari 460 juta orang. Ini belum termasuk kematian yang terjadi di pos kesehatan komunitas karena tidak tertolong, serta kawasan terisolasi yang kurang akan obat-obatan, dan yang meninggal dunia di rumah karena tidak dapat dikirim ke rumah sakit.

Inilah yang disebut: Langit dan bumi tidak pilih kasih, semua mahluk adalah setara. Kata-kata Laozi ini terdapat dalam kitabnya “Tao Te Ching”, yang untuk saat ini sangat sesuai menjelaskan fenomena alam semacam ini.

Bagaimana memahami makna di balik perubahan fenomena alam seperti ini?

Di zaman Tiongkok kuno, sejak Periode Musim Semi dan Gugur (770 ~ 476 SM), dalam ranah kebudayaan telah muncul ratusan aliran filosofi, dan salah satu perbedaan terpenting dari berbagai aliran tersebut, adalah penafsiran yang berbeda terhadap arti “Langit dan bumi tidak pilih kasih” dari aliran Taoisme ini. Aliran Konfusius dengan belas kasih sebagai inti ajarannya, telah membentuk pemikiran kemanusiaan Konfusius. Tapi bagi Konfusius sendiri, Langit (sinonim Tuhan dalam bahasa mandarin, redaksi) dalam kepercayaan Konfusius, pada urutan dalam ajaran Taoisme “manusia tunduk pada bumi, bumi terlindung langit, langit terlindung Tao”, langit berada di bawah Tao, jadi mempunyai keterbatasan yang tak dapat dilampaui. 

Jadi, untuk memahami tujuan dari peringatan yang disampaikan lewat fenomena langit semacam ini, tidak ada salahnya dibahas mulai dari kata-kata “Langit dan bumi tidak pilih kasih”.

Keterbatasan belas kasih

Belas kasih adalah prinsip nilai antar manusia pada tingkatan moralitas manusia dalam Konfusianisme, yang eksis dalam batasan kemanusiaan.

Misalnya, anak Anda dan beberapa anak lainnya jatuh bersamaan ke dalam sungai, apakah Anda akan menyelamatkan anak Anda lebih dahulu atau anak-anak yang lain?

Misalnya lagi, Anda adalah pemimpin sebuah negara, negara Anda dan negara tetangga sama-sama mengalami bencana kelaparan, sementara cadangan pangan di lumbung negara hanya cukup untuk menyelamatkan rakyat satu negara saja. Pada saat itu, negara tetangga mengirim utusan, mereka telah kehabisan pangan, dan hendak meminjam bahan pangan. Anda bisa menggunakan cadangan pangan Anda menyelamatkan rakyat sendiri, juga bisa membiarkan rakyat negara Anda sendiri kelaparan dan sisa pangan yang ada Anda gunakan untuk menyelamatkan negara tetangga.

Jika jawaban Anda adalah menyelamatkan anak-anak lain lebih dulu, atau membantu rakyat negara lain walaupun rakyat Anda sendiri harus kelaparan, maka berarti Anda bertindak menentang Langit. Alasannya sangat sederhana: di mata Langit (Tuhan), sebagai orang tua, anak Anda adalah tanggung jawab yang dititipkan dari Langit kepada Anda; sebagai pemimpin negara, rakyat Anda adalah tanggung jawab yang diberikan Langit kepada Anda. Jika Anda mengabaikan tanggung jawab Langit bagi Anda, maka kebaikan yang Anda lakukan mungkin justru merupakan “kejahatan” yang tidak baik dan tidak adil.

Inilah keterbatasan kemanusiaan dalam belas kasih: bahwa manusia tidak mungkin memiliki kasih sebesar Tuhan atau Langit.

Dari keterbatasan kemanusiaan ini tak sulit dilihat, bahwa konsep yang dipromosikan oleh komunisme seperti “mengorbankan diri sendiri demi orang lain” dan lain sebagainya adalah konsep yang tidak benar dan tidak adil yang bertentangan dengan kemanusiaan.

Tak hanya kemanusiaan, dalam urutan “manusia tunduk pada bumi, bumi terlindung langit, dan langit terlindung Tao” dalam aliran Taoisme, aturan pada setiap tingkatan memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing yang memiliki kemampuan masing-masing, oleh sebab itu terdapat pula ketidak-mampuannya.

Lalu apa tanggung jawab dan kewajiban dari berjalannya prinsip Langit atau Ilahi?

Dalam kitab “Tao Te Ching” disebutkan: “seluruh dunia memahami keindahan, maka keburukan pun muncul; seluruh dunia memahami kebaikan, maka kejahatan pun muncul. Jadi yang tidak ada menjadi ada, hal yang sulit diwujudkan dari yang mudah, yang panjang bila dibandingkan yang lebih panjang akan menjadi pendek, yang tinggi bisa roboh menjadi rendah dan yang rendah berubah menjadi lebih tinggi, suara dan nada saling menyelaraskan, depan belakang susul menyusul. Maka orang bijak tidak bertindak dengan relativitas seperti itu sebagai tujuannya, dan mendidik dengan teladan diri.”

Dengan kata lain, tanggung jawab Ilahi, adalah mengatur pertunjukan dari segala kebaikan – kejahatan – keindahan – keburukan. Walaupun Ilahi tidak berbicara, tapi dapat memperlihatkan semua kebaikan dan kejahatan setiap perubahan di hadapan manusia, membuat manusia dapat membedakannya, mengenali, dan mempunyai kesempatan untuk memilih di antaranya.

Oleh sebab itu maka ada gempa, kekeringan, banjir, serangan hama, ada perang, ada pula kebaikan dan persahabatan serta ada juga saling intrik dan menjegal dalam hubungan antar manusia. Intinya, Anda tidak bisa mengukur prinsip hukum Ilahi dengan belas kasih dalam kemanusiaan, inilah makna “Langit dan bumi tidak pilih kasih” yang sebenarnya. Lalu, mengapa Ilahi membiarkan bangsa klasik Tiongkok ini kehilangan 400 juta jiwa dalam tiga tahun terakhir ini?

Takdir dan Pilihan Bangsa Tiongkok

Seperti diketahui, bangsa Tiongkok adalah satu-satunya bangsa di dunia yang secara garis keturunan dan budayanya tidak pernah terputus dari dulu hingga sekarang sepanjang sejarah umat manusia. 

Dibandingkan dengan garis keturunan bangsa Yanhuang (etnis Tionghoa, red.), dalam peradaban kuno pada periode yang sama, ada yang kemudian terputus kepercayaannya, seperti kebudayaan Yunani. Ada yang kepercayaan dan bahasanya tidak diwarisi, seperti kebudayaan Mesir kuno. Ada pula yang kepercayaan dan bahasanya mengalami perubahan ekstrem, seperti kebudayaan India. Ada pula yang bahkan garis keturunannya sudah sulit ditemukan, seperti kebudayaan Babilonia kuno.

Garis keturunan Yanhuang yang kebudayaannya terus menerus diwarisi hingga lima ribu tahun tanpa terputus. Walaupun bangsa ini begitu dipelihara oleh Langit, kebaikan yang diberikan Langit itu tentu saja bukan tanpa alasan. Dengan kata lain, Langit telah mengatur agar bangsa ini memiliki kebijaksanaan yang dapat dimanfaatkan dalam sejarah umat manusia.

Maka pertanyaan pun muncul: apa tujuan dari pengaturan Langit itu?

Melihat sejarah hampir dua abad lalu, tak sulit didapati dalam sejarah bahwa akibat dari gerakan komunisme internasional, bangsa klasik Tionghoa yang telah dipelihara selama lima ribu tahun ini, adalah bangsa yang mengalami penderitaan paling berat selama bencana paling tragis sejarah umat manusia yang telah berlangsung lebih dari seabad lamanya.

Penderitaan, membuat orang berpikir. Penderitaan, dapat mendorong orang berintrospeksi diri. Penderitaan, dapat mendorong suatu bangsa menentukan pilihan terakhir. 

Dan kearifan yang dibutuhkan untuk introspeksi, pemikiran dan pilihan ini telah lama tersembunyi dalam gen dan budaya bangsa ini. Ini adalah pengaturan reinkarnasi ribuan tahun

Tuhan mengizinkan manusia menentukan pilihan dan melakukan kesalahan. Seperti di dalam kisah Agama Samawi bahwa Adam dan Hawa dilarang untuk makan buah apel di Taman Eden, tapi tidak akan merampas hak mereka untuk memilih memakan buah apel. Begitu mereka tidak menaati larangan dan memakannya, mereka dan semua keturunannya harus menanggung akibatnya.

Bangsa yang berada di dataran Huaxia pada abad lalu telah membuat dua pilihan jalan yang sama sekali berbeda. Hasil dari kedua pilihan itu, yang pertama adalah Tiongkok sekarang ini, dan yang kedua adalah Taiwan sekarang ini. Kelompok manusia dan keturunan mereka yang telah menentukan pilihan yang berbeda, selama ini senantiasa menanggung akibat dari dua pilihan tersebut.

Selama lebih dari tujuh dasawarsa PKT merebut kekuasaan politik, dimulai dari gerakan Tiga-Anti Lima-Anti (three-anti 1951 & five-anti 1952 campaign, red.), kampanye anti-golongan kanan, lompatan jauh ke depan, Revolusi Kebudayaan, pembantaian Tiananmen 1989, sampai penganiayaan Falun Gong, generasi demi generasi rakyat Tiongkok harus terus membayar mahal atas kesalahan pilihan para pimpinan mereka.

Selama tiga tahun pandemi yang bersifat milenial, tidak hanya merupakan peringatan yang kedua dari Langit atas akibat dari kedua pilihan ini, melainkan juga semacam lonjakan utama atas segala kejahatan yang dilakukan PKT setelah merebut kekuasaan.

Hari ini, rakyat Tiongkok bisa memilih memanfaatkan kebijaksanaan yang diberikan oleh Langit untuk merampungkan takdirnya: yaitu berani tampil ke depan mengakhiri malapetaka komunisme ini bagi umat manusia. Tentu saja, juga boleh memilih suatu arah dengan terus menentang Langit, dan pada akhirnya akan menuai akibatnya sendiri. (sud)