Zambia Tidak Puas dengan Kebohongan Tiongkok, Minta Segera Dipenuhi Keringanan Utang

NTD

Setelah bergabung dengan Inisiatif One Belt One Road (OBOR) Tiongkok, Zambia, sebuah negara di Afrika telah jatuh ke dalam perangkap utang dan sedang berjuang mati-matian untuk bertahan hidup. Namun, pemerintah Tiongkok, kreditur terbesar negara itu menolak untuk membantu dan malah meminta Bank Dunia bergabung dalam negosiasi restrukturisasi utang Zambia. Zambia sangat tidak puas dengan hal ini dan mengancam, jika Tiongkok terus menunda bantuan keuangan, itu akan menghambat pemulihan produsen tembaga terbesar kedua di Afrika.

Pada Senin (13 Februari), media Inggris “Financial Times” melaporkan bahwa Zambia menentang permintaan pemerintah Tiongkok yang melibatkan Bank Dunia dan lembaga pemberi pinjaman multilateral lainnya dalam restrukturisasi utang Zambia. Selain itu juga memperingatkan bahwa penundaan dalam proses keringanan utang adalah menghambat pemulihan ekonomi Zambia.

Menurut laporan ini, Menteri Keuangan Zambia Situmbeko Musokotwane mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa tahun ini adalah waktu kritis untuk menyelesaikan restrukturisasi utang luar negeri Zambia yang berjumlah sekitar USD. 13 miliar. Zambia sedang mencari solusi darurat, dan semua pihak seharusnya berfokus pada bagaimana keringanan utang dapat dipenuhi, bukan diskusi yang berpotensi menunda penyelesaian masalah.

Situmbeko Musokotwane secara blak-blakan menyatakan bahwa tuntutan yang diajukan oleh pemerintah Tiongkok telah mengganggu negosiasi restrukturisasi utang, dan penundaan lebih lanjut hanya akan memperburuk situasi Zambia.

Dia berulang kali menekankan bahwa semua rencana perlindungan anggaran dan pengeluaran sosial Zambia tahun ini didasarkan pada asumsi bahwa restrukturisasi utang akan tercapai tahun ini, menghilangkan beban utang di pundak Zambia sulit “ditawar”.

Zambia menjadi negara gagal bayar utang pada tahun 2020, ketika itu Zambia memiliki utang luar negeri sebesar lebih dari USD. 17 miliar, yang lebih dari sepertiganya adalah utang kepada pemerintah Tiongkok, dan sekitar USD. 6 miliar merupakan pinjaman infrastruktur yang didistribusikan di antara beberapa bank Tiongkok. Sejauh ini, Zambia masih berutang sekitar USD. 3 miliar kepada Tiongkok.

Tahun lalu, pihak berwenang Tiongkok pada prinsipnya setuju untuk memberikan keringanan utang kepada Zambia, tetapi pada bulan Januari tahun ini mereka mulai meminta Bank Dunia atau lembaga keuangan multilateral lainnya dan kreditur komersial untuk berpartisipasi dalam negosiasi keringanan utang. Sejak saat itu rencana restrukturisasi utang jadi terhenti, sehingga harapan keringanan menjadi buyar, yang berarti bahwa pemerintah Zambia tidak akan dapat memperoleh dana talangan USD. 1,3 miliar dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan tidak akan dapat melanjutkan pembayaran kembali utangnya.

“Financial Times” dalam laporannya menyebutkan bahwa, permintaan Tiongkok selain bertentangan dengan aturan yang ada, juga menunjukkan Beijing menentang prinsip dasar restrukturisasi utang Zambia, alih-alih membahas persyaratan tertentu. (sin)