Zhongnanhai Menentang Kemerdekaan Yudisial, Mendorong Pemikiran Xi Jinping Sebagai Pedoman Hukum

oleh Luo Tingting

Menjelang diselenggarakannya Rapat Dua Sesi Partai Komunis Tiongkok (PKT), pemerintah pusat mendesak pihak berwenang untuk lebih menggencarkan penggunaan pemikiran Xi Jinping sebagai landasan dalam memimpin negara, menentang Trias Politica ​​dan kemerdekaan yudisial Barat. Hal ini telah memicu sejumlah dugaan.

Pada 26 Februari, media corong Partai Komunis Tiongkok Xinhua melaporkan bahwa baru-baru ini, Kantor Umum Komite Pusat Partai Komunis Tiongkok dan Kantor Umum Dewan Negara menerbitkan surat pemberitahuan yang diberi judul “Opini tentang Penguatan Pendidikan Hukum dan Penelitian Teori Hukum di Era baru”, yang berisikan permintaan kepada lembaga pendidikan hukum, untuk terus mempertahankan penggunaan pemikiran Xi Jinping sebagai pedoman dalam pendidikan hukum, demi memperkuat kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok dalam pemerintahan. Di samping itu PKT menentang dan menolak konstitusionalisme Barat, Trias Politica dan independensi peradilan.

Ini bukan pertama kalinya PKT secara terbuka menentang kemerdekaan peradilan. Pada 14 Januari 2017, Zhou Qiang, Ketua Mahkamah Agung Tiongkok telah secara terbuka mengatakan : “Menolak pengaruh pemikiran Barat yang salah seperti demokrasi konstitusional, pemisahan kekuasaan (Trias Politica), dan independensi peradilan, berani ‘mencabut pedangmu’ (berbeda pendapat)”. Ucapan Zhou Qiang telah dikritik karena membalikkan sejarah, dan memicu sejumlah cendekiawan Tiongkok menuntutnya untuk mengundurkan diri.”

Sekjen PKT Xi Jinping juga telah berulang kali secara terbuka menyangkal independensi peradilan. Pada tahun 2013, tak lama setelah Xi Jinping naik tahta, “tujuh larangan” beredar di Internet. Pihak berwenang meminta dosen untuk tidak membicarakan dan membahas soal “nilai-nilai universal, kebebasan pers, masyarakat sipil, hak-hak sipil, kesalahan yang pernah dibuat PKT, kapitalis kaya dan kuat, juga independensi peradilan”.

Pada 15 Februari 2019, Xi Jinping sendiri secara terbuka mengatakan bahwa perlu terus memperkuat kemampuan rezim dalam “memerintah negara sesuai hukum (PKT) yang berlaku”, dan jalur independensi peradilan harus dibendung.

Wang He, seorang ahli masalah Tiongkok mengatakan kepada The Epoch Times pada 27 Februari, bahwa aturan hukum yang dibicarakan PKT sebenarnya bertentangan dengan aturan hukum internasional. “PKT adalah partai yang memimpin segalanya. Partai Komunis Tiongkok yang merumuskan undang-undang, dan partai yang memimpin supremasi hukum. Partai adalah hukum, dan hukum itu sendiri hanyalah sebuah alat partai.”

Dia percaya bahwa penekanan ulang PKT untuk menentang Trias Politica dan independensi peradilan Barat mungkin terkait erat dengan rencana reformasi kelembagaan yang akan datang.

Pada 26 Februari sore hari, Sidang Paripurna Kedua Komite Pusat ke-20 Partai Komunis Tiongkok diadakan selama tiga hari di Beijing, membahas rancangan “rencana reformasi kelembagaan” PKT. Ada kabar yang beredar bahwa pihak berwenang sedang membentuk “Komisi Urusan Dalam Negeri dari Komite Sentral PKT” yang bertujuan untuk memperkuat pengawasan terhadap biro keamanan publik dan keamanan nasional.

Wang He mengatakan : “Dari rumor yang beredar saat ini, tampaknya reformasi tersebut akan mempererat integrasi antara partai dengan pemerintah, sehingga kontrol pemerintah terhadap seluruh masyarakat bisa menjadi semakin ketat. Hal ini sangat mungkin bisa menimbulkan reaksi besar dari rakyat. Untuk mencegahnya, sekarang mereka menghembuskan rumor agar di kemudian hari dapat merealisasikannya secara paksa.”

Ia berkata : “Kekuasaan Xi Jinping telah mencapai puncaknya, tetapi wibawa pribadinya jatuh ke dasar jurang”. Wang He mengatakan bahwa pihak berwenang rupanya kembali menempuh jalur lama dalam memerintah, yaitu dalam menghadapi tekanan kuat dari oposisi dalam negeri, Xi butuh melawannya dengan kekuasaan dan kekuatan lebih besar. “Jadi situasi politik Tiongkok sangat berbahaya sekarang.”

Li Yuanhua, seorang sejarawan yang hijrah ke Australia dan mantan profesor di Capital Normal University, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa pemberitahuan terhadap independensi peradilan ini ditujukan untuk lembaga peradilan, dan pihak berwenang berharap lembaga peradilan akan bekerja sama dengannya dan menerapkan otokrasi atas nama hukum.

Wu Shaoping, seorang pengacara hak asasi manusia yang berbasis di Amerika Serikat, mengatakan kepada The Epoch Times, dengan melihat pengumuman resmi itu, dapat diduga bahwa akan terjadi lebih banyak ketidakadilan di seluruh peradilan Tiongkok di masa mendatang, yang akan menghantarkan rakyat Tiongkok memasuki era kegelapan. (sin)