Akibat Minimnya Lapangan Kerja Kini Profesi Baru “PRT Orangtua Sendiri” Mulai Populer di Tiongkok

 oleh Li Yun dan Wang Peihan 。

Selama 3 tahun pemerintah Tiongkok menerapkan kebijakan mencegah penyebaran epidemi yang ekstrem, pengangguran terus melonjak akibat ekonomi terpuruk dan banyak perusahaan yang ambruk. Kaum muda di Tiongkok dihadapkan pada kenyataan bahwa lapangan kerja sangat terbatas, sehingga menggiring mereka terjun ke profesi baru penuh waktu yang disebut “PRT (pekerja rumah tangga) orangtua sendiri”. Yakni bekerja dalam rumah untuk merawat orang tua sendiri dengan upah bulanan yang dibayarkan oleh orang tuanya.

Seorang perekam video mengatakan : “Lumayan ! Hari ini bisa mengantongi cash back sebagai potongan dari membeli makanan. Jika hal ini lancar-lancar saja, rasanya mendapatkan 1.000,- (yuan) dalam sebulan bukan mimpi lho !”

Seorang pemuda yang berprofesi sebagai “PRT orangtua sendiri” mengambil video selfie untuk memperkenalkan kepada kita pekerjaannya, yaitu membantu keluarga memasak setiap harinya.

Pada 17 Maret, media Tiongkok menerbitkan sebuah laporan hasil survei yang dilakukan oleh “Masa Depan Bebas Khawatir” tentang tawaran pekerjaan untuk para lulusan baru yang menunjukkan bahwa 13,3% responden telah bekerja penuh waktu sebagai “PRT orang tua sendiri”.

Tercatat ada 2.948 orang yang bergabung dalam kelompok yang disebut “Pusat Komunikasi PRT Ortu Sendiri” di web site Tiongkok “Douban.com”.

Orang media Tiongkok yang bermarga Huang mengatakan : “Dalam keluarga kami ada 2 orang, yaitu kakak perempuan nomor dua dan abang saya yang bekerja sebagai ‘PRT orang tua sendiri’. Mengapa begitu ? Pada saat itu kakak perempuan nomor dua saya perlu merawat ayah, ia kemudian mendapat upah yang diberikan oleh ayah yang diambilkan dari uang pensiunannya. Sekarang abang saya juga merawat ayah yang upahnya juga diberikan kakak perempuan paling besar saya dengan mengambil dana dari uang pensiunan ayah”.

Mr. Huang mengakui bahwa keluarganya memang agak berbeda dengan yang lain lantaran ayahnya sedang sakit. Tetapi kebanyakan dari pekerja “PRT orang tua sendiri” itu kan berpendidikan tinggi dan orang tua mereka pun sehat-sehat.

“Munculnya profesi baru ini pertama karena alasan lingkungan ekonomi Tiongkok yang memburuk, banyak orang menganggur. Seperti abang saya, dulu ia sebagai penjual mobil, tetapi banyak orang tidak membeli mobil lagi, sehingga ia menganggur”, katanya. 

Mr. Huang mengatakan bahwa kakak perempuan nomor dua hidup di desa, sekarang semua pekerja migran menganggur, tetapi tidak ada yang dimasukkan ke dalam daftar pengangguran oleh pemerintah.

“Alasan kedua adalah bahwa Tiongkok telah memasuki masyarakat yang menua. Banyak orang telah memasuki periode ‘sakit akibat penuaan’. Memang mereka sudah membutuhkan seseorang perawat. Daripada mempekerjakan orang luar, lebih baik menghabiskan uang untuk mempekerjakan putra-putri sendiri”.

Ada juga sebagian muda-mudi yang digolongkan sebagai “penggerogot orang tua”. Mereka enggan mencari pekerjaan yang memang sedang sulit diperoleh, akhirnya memilih hidup dengan bersandar kepada orang tua mereka.

Li Yuanhua, seorang cendekiawan yang tinggal di Australia mengatakan : “Sekarang yang dipermasalahkan adalah apakah ‘PRT ortu sendiri’ itu tidak menikah dan tidak punya anak ?Jika dia tidak punya penghasilan, apakah dia akan terus menerus menggerogoti yang tua ? Apakah yang menggerogoti itu hanya satu generasi, sedangkan generasi berikuti tidak menggerogoti orang tua ? Jadi munculnya istilah tersebut sebenarnya adalah pencerminan dari sebuah fenomena pengangguran dari sejumlah besar anak-anak muda”.

Pada 12 Maret, media Tiongkok menerbitkan sebuah artikel berjudul “Menghabiskan Dana Jutaan untuk Belajar di Luar Negeri yang Cuma Menjadi ‘PRT Ortua Sendiri’ Karena Tidak Menemukan Pekerjaan”. Artikel itu menyebutkan bahwa telah menjadi fenomena umum para lulusan luar negeri kini menjadi “PRT orang tua sendiri” setelah mereka pulang ke Tiongkok dan sulit mendapatkan lapangan kerja.

“Ini lantaran keluarga mereka kaya, jadi memilih tinggal di rumahnya karena belum mendapatkan pekerjaan. Masyarakat Tiongkok sudah terdistorsi, termasuk nilai-nilainya. Padahal di luar Tiongkok, jika keluarganya kaya, maka orangtua mereka akan mendorong anak-anaknya yang lulusan sekolah tinggi untuk secepatnya menggembleng diri dengan bekerja di perusahaan orang lain, mencari pengalaman. Tidak mungkin membiarkan anak-anaknya yang telah menghabiskan banyak dana untuk sekolah di luar negeri lalu pulang ke rumah untuk menggerogoti orangtua,” kata Li Yuanhua. (Sin)