34 Dakwaan Terhadap Trump Malahan Menaikkan Peringkat Dukungannya di Pemilu 2024

oleh Luo Tingting

Peringkat dukungan kepada mantan presiden AS dan calon presiden 2024 Trump justru meningkat setelah ia didakwa dengan 34 kasus “kejahatan”. Para ahli berpendapat bahwa dakwaan itu jelas dibingkis guna mengganggu kampanye Trump.

Pada 4 April sore Trump hadir di pengadilan New York, ia mengaku tidak bersalah atas 34 tuduhan kejahatan memalsukan catatan bisnis, dan mengritik tuntutan Jaksa Wilayah Manhattan Alvin Bragg sebagai “perburuan penyihir” dari partisan.

Di hari yang sama, tim pengacara Trump mengatakan kepada media di luar pengadilan bahwa dakwaan Jaksa Alvin Bragg terhadap Trump tidak memiliki dasar hukum. Surat dakwaan tersebut menuduh Trump melakukan 34 dakwaan, termasuk pembayaran uang tutup mulut kepada aktris Stormy Daniels menjelang pemilu 2016.

“Jaksa negara bagian sedang menuntut perkara yang menurut hakim pemilihan federal adalah pelanggaran terhadap undang-undang pemilihan federal yang hal ini sebenarnya tidak ada. Sesederhana itu ! Itulah kesimpulannya”, kata pengacara Trump Joe Tacopina.

“Anda tidak akan pernah melihat kasus seperti ini, tidak akan pernah,” tambahnya.

Namun, setelah Trump didakwa, peringkat dukungan kepada Trump malahan naik bukannya turun. Menurut jajak pendapat yang dirilis oleh Reuters, sekitar 48% pemilih Republik menyetujui pemilihan kembali Trump sebagai presiden, yang naik 4 poin persentase dibandingkan dengan jajak pendapat pada pertengahan bulan Maret.

Selain itu, penasihat senior Trump Jason Miller dalam pesannya di Twitter pada 3 April menyebutkan, bahwa begitu berita Trump akan didakwa beredar, tim kampanye menerima sumbangan sebesar lebih dari USD. 8 juta dari pendukung dalam waktu empat hari.

Zhang Tianliang, seorang komentator dalam programnya “Tiangliang Time” menjelaskan bahwa Trump telah menerima total sebanyak 34 dakwaan, sebuah angka yang terdengar menakutkan, tetapi 34 dakwaan itu sesungguhnya hanya untuk menakut-nakuti, Pada dasarnya dakwaan intinya adalah mengenai kasus Trump membayar uang tutup mulut kepada bintang film dewasa itu.

Zhang Tianliang mengatakan bahwa mantan pengacara Trump, Cohen membayar uang tutup mulut sebesar USD. 180.000,-  saat itu dibayarkan olehnya secara pribadi. Jika Cohen membayar uang itu untuk urusan kampanye Trump, tentu harus tercatat dalam pembukuan dan dikeluarkan secara langsung, tetapi tim kampanye tidak membayarnya secara langsung, tim memberinya dalam bentuk gaji dan bonus, jumlahnya sebesar USD. 420.000,- yang dibayar dalam 12 kali angsuran bulanan.

Jaksa penuntut New York menganggap setiap pembayaran sebagai tindak penipuan, jadi membayar Cohen saja memunculkan 12 kasus pelanggaran hukum. Zhang Tianliang mengatakan : “Kalian lihat bukan, ini jelas adalah kasus yang dibesar-besarkan”.

Zhang Tianliang percaya bahwa dakwaan yang ditujukan kepada Trump adalah campur tangan terang-terangan dalam pemilihan, yang bertujuan mengganggu kampanye Trump. Karena begitu kasusnya disidangkan, bisa berlarut-larut, dan pemeriksaan saksi bisa tertunda hingga beberapa bulan, bahkan bisa ditunda hingga akhir hari pemungutan suara presiden 2024. Kemungkinan besar memang begitu yang diinginkan partisan.

John Banzhaf, profesor emeritus di Fakultas Hukum Universitas George Washington, juga berpendapat bahwa banyak tuduhan terhadap Trump yang berulang.

Kepada Epoch Times John Banzhaf mengatakan : “Saya pikir bahkan seorang juri yang mungkin tidak memiliki banyak keahlian hukum, setelah melihat kasus yang dituduhkan ini mereka pun akan berkomentar : ‘Yah, isinya banyak yang berulang’ “

Dia mengatakan bahwa dirinya tidak akan terkejut jika tuduhan yang tampaknya keterlaluan ini menyebabkan juri membebaskan Trump dari dakwaan. Mereka mungkin menganggap seluruh kasus ini tidak adil.

Mantan hakim dan jaksa Ohio Mike Allen mengatakan kepada reporter Epoch Times bahwa dakwaan Trump adalah “dakwaan politik” yang akan meninggalkan noda yang tak terhapuskan pada peradilan Amerika Serikat.

“Tidak ada tuntutan politik yang terang-terangan, ini yang membedakan negara kita dengan negara lain, dan itu yang membuat kita tidak menjadi republik pisang. Namun sekarang, ini justru  adalah preseden yang buruk bagi negara kita”, kata Mike Allen. (sin)