Hujan Deras Landa 9 Provinsi Tiongkok, Proyek Rekonstruksi “Ubah Hutan Jadi Lahan Pertanian” Bakal Memicu Bencana Ekologi

oleh Luo Tingting

Libur 1 Mei baru saja berakhir, 9 provinsi di Tiongkok sekarang sedang menghadapi hujan lebat yang berpotensi mengakibatkan bencana ekologi bagi Tiongkok lantaran PKT sedang mempercepat proyek rekonstruksi “ubah hutan jadi lahan pertanian”. 

Akan ada hujan lebat di 9 provinsi Tiongkok

Observatorium Meteorologi Pusat mengeluarkan peringatan badai hujan biru pada 4 Mei, yang memperkirakan bahwa akan terjadi hujan lebat di Jianghan, Huanghuai, Jianghuai dan tempat lain, 9 provinsi Tiongkok akan dilanda hujan lebat, termasuk Hubei selatan dan timur, Anhui selatan, Hunan timur laut, Jiangxi tengah dan utara, Zhejiang barat, Jiangsu selatan, Semenanjung Shandong, Liaoning selatan, dan Hebei timur.

Diantaranya, hujan lebat (100-120 mm) bisa terjadi di beberapa bagian selatan Anhui dan utara Jiangxi.

Dalam tiga hari ke depan, 9 provinsi tersebut di atas akan terus mengalami hujan lebat, bahkan hujan dan salju berpotensi turun di Xinjiang, Tibet, dan tempat lainnya.

Selain itu, China Weather Network melaporkan bahwa dari mulai 4 hingga 5 Mei, badai pasir dapat muncul kembali di bagian timur Tiongkok Barat Laut dan Tiongkok utara karena pengaruh udara dingin dan angin kencang.

Video yang diposting di Internet menunjukkan bahwa pada 3 Mei, hujan lebat turun di banyak tempat di Hubei, dan beberapa jalan kota tergenang air.

Netizens mengeluh : “Cuaca Hubei sangat parah, sebentar dingin sebentar panas lalu badai angin dan hujan melanda. Membuat kehidupan semakin susah. Entah sampai kapan ?” “Badai hujan jalanan macet membuat terlambat tiba di stasiun KA cepat”. “Cuaca mendung 1 Mei sudah lewat, kini giliran memasuki 6 hari memasang batu bata untuk mencegah genangan banjir”.

Kegiatan “Ubah hutan menjadi lahan pertanian” di musim hujan dapat menyebabkan bencana ekologis 

Musim hujan semakin dekat, yang menimbulkan tantangan bagi proyek transformasi pengembalian hutan menjadi lahan pertanian di berbagai bagian Tiongkok, dan kemungkinan besar akan menimbulkan bencana ekologis.

Video online menunjukkan bahwa air berlumpur mengalir ke tanah pertanian yang baru dibuka di lereng bukit, karena tidak ada tumbuhan di tanah yang menahan, sehingga tanah mudah longsor ketika hujan lebat.

Netizen yang merilis video tersebut memperingatkan : “Proyek mengembalikan hutan ke lahan pertanian di lereng bukit akan menghadapi ujian, dan dapat menyebabkan bencana ekologis. Anda harus membayar dengan harga yang tinggi jika Anda bertindak ngawur dan mengabaikan ilmu pengetahuan”.

Beberapa netizen Twitter menanggapi dengan menuliskan pesan di bawah video yang berbunyi : “Banyak bencana geologis disebabkan oleh tangan manusia”. “Dulu saya bingung tetapi sekarang sudah mengerti bahwa segala sesuatu yang dapat mengurangi populasi dalam skala besar pasti merupakan kesenangan yang dilakukan mereka (PKT).”

Setelah air Sungai Yangtze meluap dan menyebabkan banjir besar pada tahun 1998, Perdana Menteri saat itu Zhu Rongji menginstruksikan pemerintah daerah untuk melakukan “menghijaukan kembali dengan reboisasi hutan”. Namun baru 20 tahun berlalu, otoritas PKT sekarang tiba-tiba membalikkan kebijakan masa lalu dan meluncurkan proyek “ubah hutan menjadi lahan pertanian”. Pada saat yang sama, para pelaksana dalam tim pengelola dinas pertanian PKT bersama petugas berwenang yang membawa alat perlengkapan menebang pepohonan seenaknya untuk mempercepat pengubahan jadi lahan pertanian. Hal mana menyebabkan keluhan publik.

Sebuah video yang diposting di Internet menunjukkan bahwa di daerah Nanning, Guangxi, polisi dan tim pengelola pertanian membasmi lebih dari 6.000 hektar tanaman tembakau. Di daerah Taiping, Distrik Qingxin, Kota Qingyuan, Provinsi Guangdong, ratusan hektar tebu yang ditanam petani dihancurkan tanpa ganti rugi.

Di Leping, Provinsi Zhejiang, seorang kontraktor kebun bambu dalam video yang dipostingkan mengatakan : “Pemerintah telah mengeluarkan pemberitahuan, jadi bambu yang telah saya tanam secara susah payah selama tiga tahun harus ditebang, aduh ! sayang…”

Dunia luar percaya bahwa pemerintah Tiongkok yang tiba-tiba memperkuat kemampuan “mengelola pertanian” dan menggencarkan pelaksanaan proyek “ubah hutan menjadi lahan pertanian” di satu sisi adalah akibat menghadapi krisis pangan, dan di sisi lain sebagai persiapan untuk menyerang Taiwan.

Dalam wawancara eksklusif dengan The Epoch Times pada 28 April, Xu Chenggang, seorang peneliti senior di Pusat Ekonomi dan Institusi Tiongkok di Universitas Stanford mengatakan, bahwa PKT khawatir jika terjadi perang, akan ada masalah dengan impor bahan pangan, sehingga perlu mempertimbangkan soal pengamanan “urusan perut.”

Dia percaya bahwa penyebaran tim pengelola dinas pertanian PKT memiliki tugas ganda, yakni untuk mengendalikan para pekerja migran yang kembali ke kampung halaman tetapi menganggur, agar mereka tidak berontak. Yang lainnya adalah bertujuan untuk menggantikan hasil pertanian yang beragam menjadi padi-padian yang merupakan makanan pokok. Padahal program “Lompatan Jauh ke Depan” di era Mao Zedong yang mengutamakan penanaman tumbuhan padi-padian di awal tahun 1960-an telah menyebabkan puluhan juta penduduk pedesaan Tiongkok mati kelaparan. Apakah PKT akan membiarkan bencana ini kembali terulang ? (sin)