Pendiri DeepMind : AI akan Menyebabkan Hilangnya Lapangan Kerja Bagi Pekerja Kerah Putih

 oleh Chen Ting

Mustafa Suleyman, co-founder DeepMind, laboratorium kecerdasan buatan (AI) mengatakan bahwa dalam 10 tahun ke depan, kemajuan AI dapat mengancam sejumlah besar pekerja kerah putih, pemerintah perlu segera mengembangkan langkah-langkah dukungan terlebih dahulu.

Menurut Financial Times (tautan), Suleyman mengatakan di Bridge Forum yang diadakan oleh Singapore Government Investment Corporation (GIC) di San Francisco pada Selasa (9 Mei) : “Tidak ada keraguan bahwa lima hingga sepuluh tahun ke depan banyak pekerjaan para pekerja kerah putih akan sangat berbeda … akan muncul banyak pecundang, dan (mereka) akan sangat tidak bahagia, sangat gelisah.”

Mustafa Suleyman meninggalkan DeepMind tahun lalu untuk memulai bisnis chatbot miliknya “Inflection AI”. Startup ini sedang mencoba membuat AI percakapan pribadi, “Pi” adalah Chatbot pertamanya yang baru dirilis minggu lalu.

Suleyman mengatakan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan bagaimana membantu mereka yang kehilangan pekerjaan. Pendapatan dasar universal, juga dikenal sebagai pendapatan dasar tanpa syarat. Itu mungkin bisa menjadi solusi.

“Ini membutuhkan kompensasi material… Ini adalah tindakan politik dan ekonomi yang harus mulai kita bicarakan dengan serius”, kata Suleyman.

Selama enam bulan terakhir, startup AI telah membuat lompatan teknologi yang cukup jauh, lantaran investor bersedia menggelontorkan miliaran dolar ke bidang tersebut. Banyak perusahaan teknologi, termasuk Microsoft, Google, Inflection, dan Cohere, bekerja keras untuk mengembangkan chatbot generasi baru.

Pada saat yang sama, semakin banyak anggota Kongres, orang dalam industri, dan pakar teknis memperingatkan tentang generasi baru chatbots yang digerakkan oleh AI.

Mereka khawatir AI generatif akan berdampak serius pada pasar kerja, dan dampaknya dapat mempengaruhi berbagai industri seperti copywriting, diagnosis medis, pengajaran, kesekretariatan, akuntansi dan sebagainya. Orang-orang mulai khawatir karena banyak pekerjaan akan digantikan oleh robot.

Beberapa akademisi juga memperingatkan bahwa AI bisa menjadi alat untuk menyebarkan informasi yang salah. Awal bulan ini, Geoffrey Hinton, seorang cendekiawan terkenal yang dikenal sebagai “Godfather of AI”, mengonfirmasi bahwa meninggalkan Google setelah 10 tahun mengabdi memungkinkan untuk berbicara secara bebas tentang kekhawatiran dirinya terhadap AI.

Hinton kepada media menuturkan, ia sering menghibur diri sendiri dengan cara seperti ini : Jika ia tidak melakukannya, maka orang lain yang akan melakukannya.” 

“Tetapi sangat sulit untuk melihat bagaimana mencegah orang jahat menggunakannya (AI) untuk melakukan kejahatan”.

Geoffrey Hinton mengatakan bahwa dia khawatir AI akan membuat sejumlah besar orang kehilangan pekerjaan dan membanjiri internet dengan foto, video, dan teks palsu, sehingga orang “tidak dapat membedakan antara benar dan palsu”.

Dia juga menunjukkan bahwa tingkat kemajuan AI yang mencengangkan telah jauh melampaui harapannya dan para pakar lainnya. Saat perusahaan teknologi meningkatkan sistem AI, maka itu akan menjadi semakin berbahaya.

Sebuah studi yang dilakukan Goldman Sachs baru-baru ini juga memperkirakan bahwa pengembangan teknologi AI dapat menyebabkan “kerusakan besar” pada pasar kerja. Bahkan ada sebanyak 300 juta pekerjaan yang berpotensi menghadapi otomatisasi dalam 10 tahun ke depan.

Forum Ekonomi Dunia (WEF) juga memprediksi dalam “The Future of Jobs Survey” yang dirilis pada 30 April tahun ini, bahwa dalam lima tahun ke depan, karena kemajuan teknologi AI, perkembangan digitalisasi, dan perubahan ekonomi lainnya, pasar tenaga kerja akan  kehilangan sejumlah 23% lapangan kerja.

WEF memperkirakan bahwa meskipun teknologi baru juga akan menciptakan lapangan kerja baru, namun secara keseluruhan, dunia dapat kehilangan 14 juta pekerjaan dalam lima tahun ke depan.

Pada 4 Mei, Presiden AS Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris menemui CEO dari perusahaan Google, Microsoft, OpenAI, dan Anthropic di Gedung Putih untuk membahas risiko yang ditimbulkan oleh AI dan masalah perlindungan terkait hal ini.

Kamala Harris berkata bahwa AI adalah salah satu teknologi paling kuat di zaman ini. Untuk menangkap peluang yang dibawa oleh AI, kita harus mengurangi risiko yang ditimbulkan AI terhadap keamanan pribadi, sosial, dan nasional. Risiko ini termasuk potensi ancaman terhadap keamanan, hak asasi manusia dan sipil, privasi, pekerjaan dan nilai-nilai demokrasi (sin)