Pakar : Invasi Militer Tiongkok ke Taiwan Dapat Memicu Perang Dunia  III, Tiongkok Mundur 40 Tahun

NTD

Belakangan ini komunitas internasional terus khawatir dengan Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang terus meningkatkan ancaman, sinyal ingin mempersatukan Taiwan dengan kekuatan militer. Beberapa ahli memperingatkan bahwa jika Xi Jinping memerintahkan militernya untuk menginvasi Taiwan, maka hal itu selain dapat memicu perang dunia ketiga, juga dapat membuat kinerja Beijing dalam 40 tahun terakhir menjadi lenyap seketika. Nasib Rusia adalah contohnya.

Kolumnis “Financial Times” Gideon Rachman dalam sebuah artikelnya yang dimuat pada 15 Mei, mengungkapkan pandangan di atas. Dalam artikelnya yang berjudul “Ambisi Taiwan yang Dimiliki Xi Jinping Mengancam Kebangkitan Tiongkok”. 

Gideon Rachman menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi “sembunyikan kekuatanmu dan tunggulah waktumu” yang pernah diusung oleh Deng Xiaoping 40 tahun silam telah ditinggalkan setelah Xi Jinping berkuasa pada tahun 2012. Xi malahan menekankan : “harus berani berjuang”.

Artikel menganggap bahwa meskipun Xi Jinping tidak secara harfiah bermaksud membawa negara ke dalam peperangan, tetapi ucapan dan perbuatannya menyiratkan bahwa Beijing siap untuk menghadapi lawan internasionalnya.

Tiga Kesalahan Penilaian Xi Jinping

Penulis berpendapat bahwa Xi Jinping salah dalam penilaian tentang situasi di Tiongkok pada tiga tingkat utama : Ia salah dalam menilai niat AS, melebih-lebihkan ancaman yang ditimbulkan kebijakan AS terhadap ekonomi Tiongkok, dan meremehkan risiko konfrontasi dengan AS.

Artikel tersebut menyebutkan bahwa para pejabat dan cendekiawan PKT sering berdebat secara pribadi bahwa Amerika Serikat sedang mencoba untuk mencegah kebangkitan Tiongkok melalui memikat Tiongkok terlibat dalam perang dengan Taiwan. Tetapi bahkan jika Amerika Serikat memasang jebakan ini (yang sama sekali bukan fakta), Xi Jinping dapat menghindari “jebakan” ini selama dia tidak menyerang atau memblokade Taiwan.

Tiongkok terus mengeluhkan bahwa AS sedang mencoba menekan pertumbuhan ekonominya. AS telah membantah berniat seperti itu, dengan mengatakan bahwa kontrol ekspor teknologinya hanya bertujuan untuk melemahkan kemampuan tempur Tiongkok. Tetapi bahkan jika AS memiliki rencana luas untuk menekan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, upaya tersebut pasti tidak efektif jika ekonomi Tiongkok memang kuat dari dalam.

Jelas terlihat PKT bersiap untuk menyerang Taiwan

Xi Jinping, yang menyebut dirinya seorang Marxis, harus memahami bahwa kekuatan politik global berasal dari kekuatan ekonomi, demikian dikatakan oleh penulis. Tiongkok tidak perlu memperluas pengaruh internasionalnya melalui pertumpahan darah di medan perang. Namun perdagangan, bantuan, dan investasi akan berkembang dalam suasana yang minim risiko dan tanpa pertumpahan darah.

Artikel itu mempertanyakan : “Jadi dimana letak kesalahannya ?” Jawabannya jelas – perang. PKT jelas bersiap untuk menginvasi Taiwan. Retorika nasionalis Xi Jinping menciptakan campuran berbahaya antara kesombongan dan kefanatikan.

Jika Xi menggunakan kekerasan terhadap Taiwan, Putin adalah contohnya

Penulis memperingatkan bahwa jika Xi Jinping menarik pelatuk senjata yang diarahkan ke Taiwan, dan sebagaimana yang dijanjikan oleh Joe Biden bahwa AS akan terlibat dalam konflik tersebut, maka Xi Jinping dapat memicu Perang Dunia III dengan konsekuensi yang tak terukur bagi Tiongkok dan dunia.

Artikel itu menyebutkan bahwa bahkan jika Taiwan dengan cepat tertaklukkan, atau Amerika Serikat hanya sebagai penonton, citra global Tiongkok juga akan berubah untuk selamanya, dan semua perusahaan atau negara Barat yang saat ini mempertahankan sikap menunggu dan melihat perubahan Beijing akan bergabung dengan rezim yang memberikan sanksi berat kepada Tiongkok. Jadi ekonomi global akan tercabik-cabik, dan semua pihak akan membayar harga yang mahal.

Artikel tersebut secara blak-blakan menyatakan bahwa meskipun demikian, Xi Jinping mungkin percaya bahwa penaklukan Taiwan akan memastikan keberhasilan dalam memimpin negara untuk menunaikan impian historis dari “peremajaan besar bangsa Tionghoa”. Namun para pemimpin yang memperhatikan sejarah mungkin menemukan bahwa peristiwa sering berkembang di luar kendali mereka, sebagaimana telah dibuktikan oleh Vladimir Putin yang harus membiayai perang di Ukraina dengan harga yang sangat mahal bahkan kemungkinan menghadapi nasib kekalahan. (sin)