Menggemparkan! Ditemukan Manusia Baru di Indonesia, “Negeri Liliput” yang Hilang

The Epoch Times

Sejak 2004 lalu, sejumlah ilmuwan Indonesia telah menemukan 7 sosok fosil orang dewasa di sebuah gua yang disebut Liang Bua di Pulau Flores, tetapi panjang fosil itu kurang dari 1 meter, setelah berulang kali diteliti, para ilmuwan tersebut memperoleh suatu kesimpulan yang menakjubkan, yakni tulang belulang itu adalah ras baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya. 

Keberadaannya diperkirakan sekitar 1,9 juta tahun hingga 50.000 tahun lalu. Karena ditemukan di Pulau Flores, maka dinamakan Homo Floresiensis atau manusia Pulau Flores, lalu apakah manusia ras baru itu? 

Terdapat 17 jenis ras manusia yang ada dari zaman dulu hingga saat ini, yakni manusia yang terampil (Homo Sabilis), manusia yang berdiri tegak (Homo Erectus), manusia yang pandai (Homo Ergaster), manusia pendahulu (Homo Antecessor), manusia Heidelberg (Homo Heidelbergensis), manusia Neandertal (Neanderthals) dan lain-lain total sebanyak 17 ras, setelah melalui evolusi selama ratusan ribu tahun, selain kita manusia cerdas (Homo Sapiens) yang tersisa, 16 ras manusia lainnya telah punah, soal bagaimana mereka punah, hingga kini belum ada penjelasan yang masuk akal.

Setelah berita tentang ditemukannya ras manusia baru tersebar keluar, kalangan arkeologi dan biologi pun gempar, banyak ilmuwan menyatakan, jangan-jangan kalian melakukan kesalahan, adakah kemungkinan bahwa itu adalah jasad anak-anak zaman dulu? 

Ilmuwan Indonesia menyatakan, dilihat dari tingkat kerusakan pada gigi dan pencitraan 3D, si empunya gigi setidaknya berusia lebih dari 20 tahun, dan volume otaknya setara dengan sepertiga otak manusia modern, tingkat pertumbuhan otak telah melampaui manusia yang berjalan tegak (Homo Erectus).

Di dalam gua juga ditemukan peralatan tungku masak primitif yang sangat menyerupai tungku perapian modern, sejumlah tulang belulang binatang yang telah gosong, dan lebih dari seribu jenis perkakas batu. 

Peninggalan zaman dulu ini cukup membuktikan, di atas pulau ini terdapat peradaban batu yang berskala tidak kecil, orang yang menciptakan peradaban ini memiliki tinggi badan kurang dari 1 meter, yang pantas disebut manusia kerdil.

Mumi yang diberi nama Pedro ini ditemukan pada bulan Juni 1932 oleh dua pencari emas yaitu Cecil Mayne dan Frank Carr di Pegunungan Pedro sekitar 60 mil barat daya Casper, Wyoming. Jasad kering manusia kerdil itu hanya setinggi 35 cm, kedua tangan saling bersilang, duduk bersila; wajahnya seperti orang tua, memiliki sepasang mata yang kelopak matanya turun, berhi- dung pesek, dahi rendah, mulut besar bibir tipis. Kulitnya berwarna seperti tembaga, dan banyak kerutan

Mereka tidak hanya bisa berburu “gajah mini”, juga bisa membuat perkakas dengan menggunakan batu. Dan di pulau ini juga terdapat kadal raksasa komodo (Varanus Komodoensis) yang panjangnya mencapai 3 meter dan bangau raksasa (Leptoptilos Robustus) yang tingginya mencapai 1,8 meter. Bisa dibayangkan, kadal terbesar di dunia dengan manusia paling kerdil di dunia, hidup bersama di sebuah pulau yang sama? Ini adalah mimpi buruk bagi manusia Homo Floresiensis.

Para ilmuwan sependapat, manusia cerdas (Homo Sapiens) yang merupakan leluhur kita, adalah satu-satunya ras manusia yang ada di muka bumi ini sejak puluhan ribu tahun silam, tapi keberadaan Homo Floresiensis telah menyangkal pernyataan ini. 

Jadi apakah ada manusia yang lebih kecil dari Homo Floresiensis di planet kita ini? Mungkinkah kita manusia benar-benar pernah hidup berdampingan dengan para kurcaci?

Catatan Mengenai Manusia Kerdil Dalam “Shanhai Jing”

Catatan paling awal terkait ras manusia kerdil telah ada dalam kitab “Shanhai Jing” [The Classic of Mountains and Seas, atau Klasik Pegunungan dan Samudra (山海经) adalah catatan mengenai kekayaan alam, geografi, fiksi, mitologi, ritual dan pengobatan Tiongkok kuno sebelum Dinasti Qin (3 – 2 SM)] dalam kebudayaan Tionghoa, dalam buku tersebut disebutkan ada empat ras manusia kerdil, masing-masing adalah manusia Zhou Rao, manusia Jiao Yao, manusia Jing, dan manusia Jun. 

Dalam kitab “Shanhai Jing –  Hai Wai Nan Jing” tercatat: “Negeri Zhou Rao terletak di sebelah timur dari Qi (其), penduduknya kerdil dan kecil, berbusana.” Disini yang dimaksud Qi (其), adalah sisi timur dari habitat sejenis burung aneh yang disebut burung Mie Mung, disitulah tempat manusia Zhou Rao berdiam. 

Penduduk negeri ini memiliki tinggi badan kurang dari tiga kaki, atau sekitar 90 cm, mereka hidup di dalam gua, berbusana seperti manusia pada umumnya, sangat cerdas, tidak hanya dapat membuat perkakas juga dapat bercocok tanam.

Selain negeri Zhou Rao, dalam “Shanhai Jing – Da Huang Nan Jing” juga terdapat sejenis ras manusia yang mirip dengan manusia Zhou Rao, yang disebut negeri Jiao Yao. “Ada manusia kerdil, yang disebut manusia negeri Jiao Yao, bermarga Ji, makanan pokoknya adalah jewawut (millet, red.).”

Manusia kerdil di negeri Jiao Yao lebih kecil daripada negeri Zhou Rao, hanya 1 kaki 6 inci, atau sekitar 53 cm, manusia kerdil di sini semua bermarga “Ji”, dan hanya mengkonsumsi biji-bijian serelia yang berkualitas tinggi, sepertinya kualitas hidup mereka jauh lebih baik daripada manusia kerdil negeri Zhou Rao.

Selain itu ada dua lagi negeri liliput, tercatat dalam “Shanhai Jing – Da Huang Dong Jing 《山海經‧大荒東經》dan – Da Huang Nan Jing”. “Ada negeri liliput, yang disebut orang Jing”; “Di gunung Gaiyou… ada manusia kerdil, yang disebut orang Jun”.

Selain “Shanhai Jiang”, dalam kitab kuno “Guo Yu” juga terdapat cerita serupa. Makna pokoknya adalah, negeri Wu menyerang negeri Yue, setelah berhasil merebut Guiji ditemukan seruas kerangka, panjangnya mencapai sebuah kereta perang. Orang negeri Wu waktu itu sangat terkejut menemukan kerangka sebesar itu, jadi tulang itu pun dibawa kepada Konfusius untuk bertanya.

Konfusius mengatakan ini sama sekali tidak aneh, “Dulu ketika Raja Yu Agung (Da Yu) memanggil pemimpin dari setiap suku untuk berkumpul di Guiji, ada ketua klan Fangfengshi merasa dirinya lebih mulia, dan sengaja datang terlambat, Da Yu berang dan langsung memenggalnya, kerangka tulangnya sepanjang kereta perang.”

Lalu orang negeri Wu bertanya lagi, “Lalu sampai berapa tinggi orang-orang itu?” Konfusius menjawab, “Klan Jiao Yao tingginya 3 kaki adalah yang paling pendek, yang paling tinggi maksimal 10 kaki.” 

Sepertinya, Konfusius sudah mengetahui bahwa kala itu di dunia ini selain eksis manusia seperti kita, masih ada kaum raksasa dan manusia liliput.

Ada legenda yang mengatakan manusia kerdil di Pulau Flores masih eksis hingga kini, hanya saja tidak mau menampakkan diri. Seperti halnya manusia inti bumi, manusia Atlantis, juga manusia hobbit, yang keberadaannya sangat misterius.

Lalu apakah manusia kerdil yang tercatat dalam “Shanhai Jing” benar-benar ada? Ada seorang saksi bernama Ji Xiaolan karena besannya berbuat kesalahan,maka ia dituduh terlibat dan diasingkan ke Provinsi Xinjiang selama tiga tahun lebih, disana ia pernah bertemu manusia kerdil, dan dicatatnya dalam kitab “Yue Wei Cao Tang Bi Ji 《閱微草堂筆記》”.

Saat berada di Xinjiang, Ji Xiaolan pernah sering kali mendengar semacam manusia kerdil yang disebut “Hongliu Wa”, dan merasa sangat penasaran. Hingga suatu kali, ketika wakil bupati bernama Qiu Tianjin sedang berpatroli di peternakan pernah menangkap satu orang, tapi saat proses penyergapannya terlalu kuat, sehingga ketika dibawa pulang sudah tidak bernyawa lagi.

Dia mengetahui Ji Xiaolan sangat penasaran akan hal ini, maka diundanglah Ji Xiaolan datang untuk melihatnya. Ji Xiaolan merasa “Hongliu Wa” selain berbadan kecil, selebihnya tidak ada bedanya dengan manusia dari tempat lain, terkesan seperti anak baru gede, tapi wajahnya terlihat lebih dewasa. Ia merasa, seharusnya inilah yang disebut “manusia Jing” dalam kitab “Shanhai Jing – Da Huang Dong Jing”.

Maka Ji Xiaolan mencatat pertemuannya tentang “Manusia Hongliu” secara rinci di dalam karyanya “Yue Wei Cao Tang Bi Ji”, ia berkata: di Urumqi, di kalangan penggembala kuda beredar luas sejumlah cerita aneh, di tengah hutan lebat terdapat sekelompok manusia kerdil yang tinggi badannya hanya sekitar satu kaki, setiap kali ditemukan mereka selalu berkelompok, lengkap pria wanita tua muda. Mereka mengambil ranting pohon willow sebagai hiasan,dan berbaris sambil bersuara seperti melolong, karena naik turun tinggi rendahnya suara berbeda, terdengar seperti suara nyanyian, bahkan terasa ada sekelumit keceriaan.

Kadangkala, mereka datang ke tenda prajurit untuk mencuri makanan, jika tertangkap mereka akan berlutut menangis dan memohon ampun. Jika mereka diikat dengan tali, mereka akan mogok makan sampai mati. Jika dibebaskan, mereka akan ragu-ragu, sambil menjauh sambil menoleh kembali. Jika dihardik dengan suara keras sambil dikejar, mereka akan kembali berlutut dan menangis. Hanya jika mereka telah menjauh dan merasa dirinya telah aman, baru akan melompat-lompat masuk ke dalam hutan, gerakan mereka sangat lincah, bisa melompat dari tebing ke tebing. 

Manusia kerdil seperti ini jarang dijumpai, juga tidak diketahui dimana sarangnya. Mereka bukan jin hutan, bukan pula setan atau iblis. Orang-orang tidak mengetahui apa dan siapa mereka itu, karena mereka suka memakai ranting willow merah, berbadan kecil seperti bocah, maka itu mereka disebut “Hongliu Wa” (artinya bocah willow merah, red.)

Seperti diketahui, “Shanhai Jing” adalah sebuah kitab Tiongkok kuno, waktu catatannya setidaknya mencapai 4.000-5.000 tahun silam, sampai seberapa awal sebenarnya, tidak diketahui secara pasti. 

“Shanhai Jing” mungkin merupakan peradaban sebelumnya yang telah hilang, penulisnya hingga kini masih menjadi misteri, mungkin pada zaman dahulu kala memang benar ada banyak manusia kerdil.

Lalu apakah di luar negeri ada catatan mengenai liliput? Dalam legenda di Eropa utara liliput disebut juga manusia kate, mereka hidup di hutan, di dalam tanah, atau di dalam liang tambang, mereka sangat menyukai alkimia dengan menggunakan batu, dan memiliki keterampilan seni yang sangat tinggi.

Mengenai sumber dari perangkat legenda timur dan barat ini, bahkan dapat ditelusuri hingga sebelum adanya aksara, pada masa itu sosok manusia kerdil telah muncul dalam pahatan batu dan patung tanah liat zaman kuno pada peradaban Mesir, India, Tiongkok, dan Maya. Namun kala itu informasi sangat tertutup, apakah semua catatan tentang manusia kerdil ini hanyalah suatu kebetulan?

Sebenarnya dalam legenda yang diwarisi turun temurun dari masyarakat kuno, di baliknya selalu ada pola dasarnya, seperti kota Troya dalam legenda Yunani, banyak orang mengira kota tersebut adalah hasil imajinasi dalam legenda, padahal reruntuhan kota Troya yang sebenarnya telah ditemukan pada 1871. Kisah tentang Bahtera Nabi Nuh dalam “Alkitab” yang tidak dipercaya banyak orang, situs reruntuhannya ditemukan di Turki. Ada pula yang berpendapat, platipus adalah hewan dalam legenda, bukankah sekarang telah ditemukan? Contoh seperti ini sangat banyak, tidak akan kita jelaskan satu persatu disini.

Misteri Jasad Kering Manusia Kerdil

Pada 1932, dua orang pendulang emas asal Amerika yakni Cecil Main dan Frank Carr sedang mendulang emas di Pegunungan San Pedro, negara bagian Wyoming. 

Untuk menghemat waktu, keduanya memutuskan untuk meledakkan sebuah tambang dengan bahan peledak, setelah debu mereda, tiba-tiba di hadapan mereka muncul manusia kerdil yang tingginya tidak sampai selutut, berdiri di atas batu, kedua mata memelototi mereka, keduanya lari tunggang langgang karena ketakutan, setelah menyadari manusia kerdil itu tidak mengejar, mereka kembali lagi untuk memeriksa keadaan, ternyata hanya seonggok jasad kering.

Jasad kering manusia kerdil itu hanya setinggi 35 cm, kedua tangan saling bersilang, duduk bersila; wajahnya seperti orang tua, memiliki sepasang mata yang kelopak matanya turun, berhidung pesek, dahi rendah, mulut besar bibir tipis. Kulitnya berwarna seperti tembaga, dan banyak kerutan. 

Dibandingkan bagian tubuh lainnya, tangan manusia kerdil itu sangat besar dan jari tangannya sangat panjang. Kepalanya datar, di atasnya ada selapis zat seperti koloid, terlihat sepertinya telah berusia sangat tua, tapi kukunya masih dalam kondisi baik. 

Mendengar ditemukannya jasad kering manusia kerdil itu, sempat memicu kehebohan di tengah masyarakat, semua orang ingin melihat jasad kering manusia kerdil yang dinamakan “Pedro” oleh media massa itu. Namun mayoritas orang merasa, Pedro adalah penipuan yang dibuat oleh kedua penambang emas itu untuk mendapatkan uang.

Antropolog AS bernama Dr. Henry Shapiro melakukan pengujian menyeluruh terhadap “Pedro”, tadinya berniat mengungkap kebohongannya. Namun hasil analisa X-ray menunjukkan, di dalam tubuh “Pedro” terdapat kerangka tulang yang sama persis dengan manusia! 

Tulang punggung “Pedro” pernah mengalami cedera parah, tulang selangkanya patah, tulang tengkoraknya telah pecah akibat suatu pukulan keras. Zat seperti koloid di atas kepala “Pedro” sebenarnya adalah tisu otak dan darahnya yang telah menggumpal. Sepertinya, kemungkinan besar “Pedro” meninggal dunia akibat dibunuh.

Ada pula orang yang menilai, ini adalah jasad kering bayi, tetapi hasil X-ray terhadap “Pedro” menunjukkan karakteristik tulang yang hanya dimiliki oleh orang dewasa, selain itu ia juga mempunyai gigi yang utuh, yang berbeda adalah gigi taring “Pedro” jauh lebih tajam daripada manusia biasa, sedangkan bayi tidak memiliki gigi. 

Fakultas antropolog dari Harvard University juga telah membuktikan bahwa jasad kering “Pedro” adalah benar, dan berhasil dideteksi waktu kematiannya adalah pada saat berusia sekitar 65 tahun. Tidak ada yang tahu kapan masa kematiannya, tapi bisa dipastikan bahwa “Pedro” sudah sangat purba.

Anehnya lagi, di dekat tempat ditemukannya Pedro, berdiam perkampungan suku Indian asli yakni Shoshone dan Crow, di tengah masyarakat kedua suku ini juga beredar legenda tentang perkampungan manusia kerdil.

Suku Shoshone menyebut manusia kerdil itu sebagai Nimerigar, mereka sangat agresif, acap kali menggunakan panah beracun menyerang para leluhur Shoshone. Jika di perkampungan itu ada yang sakit keras, kebiasaan mereka adalah membunuh si sakit, entah dengan dipenggal kepalanya, atau dipukul kepalanya dengan benda keras! Jika “Pedro” benar adalah salah satu warga dari perkampungan manusia kerdil prasejarah itu, maka terjawablah misteri mengapa tulang tengkoraknya pecah akibat pukulan.

Sampai disini, sepertinya baik dalam legenda nubuat, atau penemuan arkeologi telah dibuktikan bahwa manusia kerdil memang benar pernah eksis. 

Tetapi mengapa tidak terlihat jejak mereka, apakah penyebab punahnya mereka? Ilmuwan juga pernah menelaah pertanyaan ini, mari kembali lagi ke dalam perkampungan manusia kerdil Flores.

Kemanakah Perginya Manusia Kerdil?

Ada orang beranggapan letusan gunung berapi telah menyebabkan punahnya seluruh ras manusia kerdil di Flores, tapi lebih banyak informasi yang mengarahkan kepada ras kita yakni manusia cerdas. 

Sekitar 50.000 tahun silam, manusia cerdas tiba di Pulau Flores dengan menggunakan rakit bambu, pertama kali bertemu dengan manusia Flores, walaupun sama-sama manusia, tapi manusia cerdas tidak berbelas kasih terhadap manusia Flores, sebagai manusia cerdas yang lebih unggul dalam hal kecerdasan dan kekuatan fisik, dengan cepat manusia Flores ditekan, dan dibasmi hingga kemudian punah.

Tentu saja, banyak pula orang yang tidak percaya Manusia Flores punah begitu saja seperti itu, ada legenda yang mengatakan manusia kerdil di Pulau Flores masih eksis hingga kini, hanya saja tidak mau menampakkan diri. Seperti halnya manusia inti bumi, Manusia Atlantis, juga Manusia hobbit, yang keberadaannya sangat misterius.

Sebenarnya, di bumi ini terdapat terlalu banyak hal yang belum dapat dipecahkan oleh ilmu pengetahuan. Dalam perkembangan manusia yang sangat lama, banyak sekali hal nyata yang telah musnah, baik legenda nubuat, maupun penemuan arkeologi, sedang membantu kita memahami kembali dunia kita ini. 

Akan tetapi pemahaman kita sangat terbatas, sedangkan ketidak-tahuan terhadap kehidupan dan alam semesta adalah tidak terbatas, legenda terkait manusia kerdil, mungkin berada dalam lingkup yang belum berhasil kita telusuri. (Sud/whs)