Lebih dari 10.000 Orang Kaya Tiongkok Kabur ke Luar Negeri

 oleh Chang Chun

Perusahaan konsultan kependudukan dan kewarganegaraan global yang berbasis di Inggris merilis laporan terbaru yang memprediksikan, bahwa tahun ini akan ada lebih dari 10.000 orang kaya Tiongkok meninggalkan tanah air mereka untuk mencari hidup baru di berbagai negara, terutama Barat. Komentator mengatakan bahwa dengan perlambatan ekonomi dan pengetatan kontrol politik oleh pemerintah komunis Tiongkok, konten obrolan di lingkaran pertemanan dalam negeri Tiongkok sekarang telah beralih dari persoalan ekonomi menjadi topik yang terkait migrasi.

Menurut laporan dari perusahaan konsultasi “Henley & Partners” di Inggris pada 13 Juni, tren warga negara Tiongkok Plus Kaya akan terus beremigrasi ke luar negeri dalam 10 tahun terakhir. Diperkirakan bahwa tahun ini akan ada 13.500 WN Tiongkok berpenghasilan tinggi (High Net Worth Individuals. HNWI) meninggalkan Tiongkok. Angka tersebut merupakan yang tertinggi di antara seluruh negara di dunia.

Sejak pemerintahan partai komunis Tiongkok menerapkan kebijakan “Nol Kasus” yang ekstrem, perkembangan ekonomi mengalami pelambatan, ditambah lagi dengan pengekangan politik pemerintah, membuat para HNWI ini lebih khawatir terhadap masa depannya. Diungkapkan oleh Denise Ng, Direktur Henley & Partners, bahwa beberapa orang berharap untuk meningkatkan mobilitas kekayaan mereka melalui lebih banyak akses bebas visa ke wilayah-wilayah utama, atau memiliki akses yang lebih baik ke fasilitas perawatan kesehatan, atau menikmati stabilitas politik yang lebih baik.

Henley & Partners mendefinisikan High Net Worth Individuals sebagai individu pemilik aset lebih dari USD. 1 juta yang dapat diinvestasikan.

Meng Jun, seorang miliarder Tiongkok yang telah melarikan diri ke Amerika Serikat mengatakan : “Sesungguhnya, banyak warga sipil Tiongkok berusaha sekuat tenaga untuk hengkang dari Tiongkok dengan menjual aset dan real estat mereka. Bagi mereka yang lebih mampu, mereka akan pergi ke negara maju di Eropa dan Amerika Serikat, namun bagi mereka yang kondisi ekonominya kurang menunjang, mereka memilih pergi ke negara-negara Asia Tenggara, bukan hanya karena mereka merasa situasi ekonomi di Tiongkok tidak baik, tetapi juga mempertimbangkan masa depan generasi penerus mereka.”

Nikkei Asia melaporkan pada 13 Juni, bahwa meskipun Tiongkok memiliki 823.800 orang kaya, tetapi tren arus keluar ini akan menyebabkan Tiongkok kehilangan kekayaan puluhan atau ratusan juta dolar selain semakin memperlambat pertumbuhan ekonominya.

Hu Liren, seorang pengusaha asal Shanghai yang tinggal di Amerika Serikat mengatakan : “Saya bertemu banyak teman sekelas di Amerika Serikat. Mereka ini adalah keturunan para kapitalis Tiongkok, yang dulu tinggal di konsesi, memiliki rumah bungalo di Shanghai. Mereka hengkang dari Tiongkok sudah sejak 30 tahun lalu, bahkan beberapa sudah 40 tahunan sejak pemerintah komunis melakukan reformasi dan keterbukaan. Jadi tren ini tidak akan berubah, selain Partai Komunis Tiongkok jatuh”.

Meng Jun mengatakan : “Masyarakat awam (Tiongkok) sudah melihat bahwa pemulihan ekonomi tidak ada harapan lagi. Melihat kemerosotan ekonomi dan rangkaian kebijakan yang diberlakukan saat ini, terasa semakin mirip dengan situasi di era Revolusi Kebudayaan. Terutama bagi para pengusaha dan orang-orang kaya yang pernah mengalami Revolusi Kebudayaan, mereka tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Jadi mereka akan mengalihkan kekayaan mereka dengan segala cara, dan berusaha migrasi ke luar negeri.”

Meng Jun percaya bahwa bahkan Li Keqiang saja tidak mampu menyelesaikan masalah ekonomi Tiongkok, apakah Perdana Menteri Li Qiang saat ini mampu ? Sejak Li Qiang menjabat, dia tidak mengusung kebijakan substantif apa pun untuk mengatrol pertumbuhan ekonomi yang anjlok selain mengajukan apa yang disebut barbekyu Zibo dan ekonomi kaki lima dan emperan.

Meng Jun: “Dari Internet hingga teknologi tinggi, chip, ekspor, perdagangan luar negeri, semua pemrosesan, semua real estate, dan semua industri, semua nyaris gulung tikar. Apakah para pengusaha dan orang kaya ini tidak melihat tren yang demikian ? Apakah mereka tidak tahu apa yang dialami perusahaan mereka sendiri ? Tidak mungkin, bukan ! Mereka pasti ingin hengkang, meskipun mungkin belum bisa sekarang, tetapi saya yakin mereka akan berusaha ‘run’ out China. Mereka akan mengalihkan asetnya”.

Hu Liren percaya bahwa semakin buruk kondisi negaranya, semakin banyak orang akan lari, dan mereka lari dengan cara yang berbeda.

Hu Liren mengatakan : “Apa alasan begitu banyak orang hengkang dari Tiongkok ? Yang utama adalah mereka semua kecuali para pejabat PKT sudah mulai sadar, karena kesadaran warga sipil sekarang yang umumnya lebih berpendidikan sudah lebih tinggi, jadi mereka lebih mampu dalam melakukan penilaian, tidak mudah lagi dibohongi, mereka ini juga merasakan desakan untuk hengkang. Sekarang, semakin banyak orang ingin melarikan diri dari Tiongkok, bukan cuma orang-orang kaya, tetapi mereka yang sedikit mampu, mulai berpikir untuk hengkang, tampaknya kekhawatiran telah menyelimuti hampir setiap warga Tiongkok.”

Hu Liren menuturkan bahwa topik obrolan di lingkungan teman di Tiongkok sudah beralih dari membicarakan ekonomi dan politik.

“Sekarang teman-teman yang berkumpul tidak lagi mengobrolkan isu-isu bisnis, tetapi berbicara tentang ke negara mana Anda mau lari, kalau saya ke negara, bla, bla, bla …. di mana anak-anak Anda berada, saya mengirim anak saya ke …. bagaimana mentransfer keluar dana dari dalam negeri, bagaimana menjual bisnis yang ada dan menguangkannya. Inilah topik ketika makan bersama teman-teman,” kata Hu Liren.

Selain itu, laporan Nikkei Asia juga mengungkapkan bahwa situasi di Hongkong juga tidak jauh berbeda, di mana ada sekitar 1.000 orang kaya Hongkong yang akan berimigrasi ke negara lain pada tahun ini. Kejadian ini tentunya akan sangat mempengaruhi kemampuan pemerintah Hongkong untuk menarik minat investor. (sin)