Konflik Perburuhan Soal Upah di Tiongkok Mencapai Puncak dalam 7 Tahun Terakhir

oleh Li Yun

Akibat 3 tahun menerapkan kebijakan yang super ketat terhadap penyebaran epidemi telah membuat pukulan keras bagi ekonomi Tiongkok dan menambah banyaknya gejolak sosial. Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah pemogokan dan protes perburuhan Tiongkok telah mencapai level tertinggi dalam 7 tahun terakhir. Menurut analisis, karena penurunan ekonomi yang sulit dikendalikan pemerintah, pendapatan masyarakat menurun, harga kebutuhan naik sehingga hidup semakin sulit. Jika hal ini tidak segera diatasi, niscaya pemogokan akan semakin kerap terjadi.

Menurut data yang terhimpun sebuah organisasi hak buruh Tiongkok yang berbasis di Hongkong “China Labour Bulletin” (CLB), bahwa dalam 5 bulan tahun ini, telah tercatat ada lebih dari 140 kasus pemogokan di pabrik-pabrik di seluruh Tiongkok, tertinggi sejak sejak tahun 2016.

Data yang relevan itu diperoleh lewat berita unjuk rasa yang muncul di platform media sosial, meskipun tidak seluruhnya terverifikasi, tetapi sebagian besar telah dibenarkan.

Video dan foto menunjukkan bahwa pada 12 Juni, para pekerja pabrik sepeda Yinglong Machinery Co., Ltd. di Kunshan, Provinsi Jiangsu, melakukan protes dan menuntut kenaikan upah.

Pada hari yang sama, para pekerja migran yang menangan proyek membentangkan spanduk meminta pembayaran upah dan uang kesejahteraan lainnya yang ditunggak pemerintah Guangzhou meskipun proyek sudah diselesaikan hampir 1 tahun lalu.

Pada 10 Juni, ratusan buruh sebuah proyek pemerintah di Wuhan, Provinsi Hubei menuntut pembayaran upah yang ditunggak.

CLB mengungkapkan bahwa banyak pemogokan terkonsentrasi di Provinsi Guangdong dan Delta Sungai Yangtze yang melibatkan pabrik dan eksportir seperti garmen, alas kaki, dan percetakan.

Lai Jianping, Magister Hukum Internasional dari Universitas Ilmu Politik dan Hukum Tiongkok mengatakan : “Alasan paling dangkal dari kerap munculnya pemogokan besar kaum buruh di Tiongkok adalah, misalnya, menurunnya pesanan pabrik, upah yang lebih rendah, dan kemerosotan kondisi kerja dan sebagainya. Namun, yang berada di balik itu dan menjadi faktor lebih penting yaitu masalah kediktatoran. Pemerintah kian mengintensifkan penekanan di dalam negeri, dan semakin agresif dalam mengekspansi kekuasaan ke seluruh dunia, ingin menyerang Taiwan, dan berkonfrontasi dengan negara-negara lain di dunia, sehingga terjadi penarikan modal asing besar-besaran”.

Lai Jianping mengatakan bahwa ditambah lagi dengan melemahnya permintaan dalam negeri Tiongkok, pemerinth cenderung menekan berbagai bisnis dan lapisan masyarakat, mengambil garis ultra-kiri yang secara serius mempengaruhi perkembangan ekonomi masyarakat.

“Dengan demikian, ketidakpuasan pekerja terhadap pabrik atau instansi pemberi kerja akan bertambah. Akibatnya mereka mudah melakukan pemogokan. Jadi apakah itu karena keresahan buruh, pemogokan, atau menuntut perlindungan hak, itu hanyalah sebuah penampilan, situasi yang tampak. Masalah sesungguhnya adalah pekerja sulit untuk mempertahankan hidup yang layak, sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari”, kata Lai Jianping.

Seorang pekerja migran dari Provinsi Henan mengatakan : “Sekarang warga sipil sulit mencari nafkah, buat makan saja tidak mudah. Sesungguhnya tuntutan warga sipil tidak muluk-muluk, mereka tidak akan memprotes jika bisa makan. Cobalah Anda mencari tahu, betapa sulitnya warga cari uang buat makan. 10 yuan saja bagi saya dibuat makan beberapa hari lho !”

Wu Shaoping, seorang pengacara hak asasi manusia Tiongkok yang tinggal di Amerika Serikat mengatakan : “Salah satu alasan penting dari semakin banyak pekerja melakukan pemogokan sekarang adalah karena kelangsungan hidup dan kehidupan para pekerja menghadapi ancaman serius. Dan itu memiliki hubungan yang erat dengan sistem terkait serikat perburuhan di Tiongkok, karena sangat sulit bagi pekerja di Tiongkok untuk membentuk serikat pekerja sendiri. Kalaupun serikat pekerja terbentuk, ia pun dikendalikan oleh PKT. Jadi dilihat dari perspektif tertentu, serikat itu tidak bedanya dengan perwakilan PKT, bahkan lebih cenderung untuk membela kepentingan pemilik bisnis ketimbang pekerja”.

Wu Shaoping mengatakan bahwa hak dan kepentingan pekerja tidak dapat dilindungi melalui cara yang wajar, sehingga pemogokan demi perlindungan hak terus bermunculan.

Di Tiongkok, pemogokan pekerja untuk membela hak-hak mereka juga menghadapi risiko. Pada awal bulan Juni, karyawan Shenzhen Baohua Electric melakukan pemogokan, yang langsung dihadang oleh sejumlah besar petugas polisi dengan alasan untuk menjaga stabilitas. Pada pertengah bulan Juni, seorang bos logistik di Chengdu gagal membayar upah pekerja sehingga menghadapi unjuk rasa para karyawan, yang tak lama kemudian juga ditekan oleh sejumlah besar polisi yang dikirim ke TKP.

Wu Shaoping mengatakan : “Begitu perselisihan perburuhan semacam ini terjadi, yang dilakukan oleh PKT pasti berupa tindakan penekanan dengan alasan ‘menjaga stabilitas’. Cara dan metode serangan yang paling langsung adalah menangkap, menahan, dan bahkan menjatuhkan hukuman kurungan. Dalam sistem PKT, tidak dimungkinkan bagi para pekerja untuk membentuk perlawanan yang kuat dan terorganisir”.

Lai Jianping mengatakan : “Semakin tidak stabil masyarakat, PKT akan semakin memperkuat penekanan, akhirnya masyarakat menjadi semakin tidak energik. Ini  akan membentuk sebuah lingkaran setan. Itu sebabnya isu sosial di Tiongkok terus bertambah, gelombang unjuk rasa buruh, pelajar, bisnis dan bahkan pergantian pejabat pemerintah. Pokoknya semua jenis gelombang akan muncul, yang pada akhirnya menenggelamkan kapal PKT”.

Menurut data CLB : Dalam 6 bulan terakhir, Aksi (unjuk rasa) massal di Tiongkok telah terjadi sebanyak 704 kali, dengan 1.186 kasus merupakan jumlah pekerja mencari bantuan. (sin)