Pengangguran Kaum Muda Tiongkok Akan Meningkat di Tahun-tahun Mendatang

Sophia Lam

Tiongkok mencapai rekor tertinggi tingkat pengangguran kaum muda. Baru-baru ini seorang peneliti Tiongkok memperingatkan dalam analisisnya bahwa angka pengangguran dapat melonjak lebih jauh dalam tiga tahun mendatang.

“Secara umum, dari sekarang hingga 2030, ini akan menjadi periode paling menantang bagi lapangan kerja sejak reformasi dan keterbukaan Tiongkok,” tulis Wang Mingyuan, seorang peneliti di sebuah lembaga pemikir Tiongkok yang berbasis di Beijing.

Pada April, tingkat pengangguran yang disurvei di perkotaan bagi mereka yang berusia 16-24 tahun adalah 20,4%, hampir empat kali lipat dari tingkat pengangguran nasional  sebesar 5,2%, menurut Fu Linghui, juru bicara Biro Statistik Nasional Tiongkok dalam sebuah konferensi pers di bulan Mei.

Angka pengangguran ini melebihi angka tertinggi sebelumnya yaitu 19,9 persen yang diungkapkan oleh Beijing pada tahun 2022 selama lockdown pandemi yang paling sulit, ketika orang-orang tidak boleh beraktivitas dan bisnis-bisnis ditutup.

Wang Mingyuan menganalisis situasi pengangguran kaum muda di Tiongkok dalam laporan penelitiannya baru-baru ini dan ia menyimpulkan bahwa situasi ini akan menjadi lebih buruk.

Masa Depan Ketenagakerjaan yang Buram di Tiongkok

Beberapa faktor menunjukkan bahwa Tiongkok kemungkinan akan mengalami situasi pengangguran yang sangat serius, seperti yang diungkapkan oleh laporan penelitian Wang Mingyuan, “Berapa Banyak Kaum Muda yang Kehilangan Pekerjaan?”

Faktor pertama adalah perbedaan antara jumlah lulusan yang meningkat dan jumlah rekrutmen yang menurun. Jumlah lulusan pada tahun 2023 akan mencapai rekor tertinggi, mencapai 11,58 juta, menambah tekanan lapangan kerja di Tiongkok.

Wang menulis bahwa jumlah resmi 11,58 juta lulusan untuk tahun 2023 hanya mencakup lulusan universitas, sementara 5,64 juta lulusan dari sekolah kejuruan “kerah biru” Tiongkok dan 600.000 orang yang kembali dari luar negeri tidak dihitung dalam statistik resmi lulusan. Jika mereka semua dimasukkan, jumlah total mahasiswa pascasarjana akan mencapai hampir 17,82 juta pada tahun 2023.

Menurut Wang, selisih antara peningkatan tahunan dalam lapangan kerja dan jumlah lulusan baru dari tahun 2020 hingga 2023 adalah -2,49 juta, -2,20 juta, -4,49 juta, dan -5,82 juta. Ini berarti bahwa 15 juta lulusan tidak dapat memperoleh pekerjaan selama periode ini.

Selain itu, karena kemunduran yang dialami oleh ekonomi swasta, ekonomi digital, dan industri jasa, jumlah kaum muda yang kehilangan pekerjaan diperkirakan mencapai sekitar 25 juta orang, menurut analisis Wang.

Selain itu, sekitar 14 juta pekerja muda migran kehilangan pekerjaan dan kembali ke kampung halaman mereka di daerah pedesaan selama tiga tahun lockdown akibat pandemi. Oleh karena itu, jumlah kumulatif pengangguran kaum muda (usia 16-24 tahun) adalah 54 juta orang selama tiga tahun terakhir.

Wang percaya bahwa situasi ini akan menjadi lebih buruk karena perluasan pendaftaran. Dia memperkirakan bahwa akan ada hampir 20 juta lulusan baru pada tahun 2030.

Menurut Wang, di tahun-tahun mendatang, Pemerintah Tiongkok harus mengatasi masalah pengangguran dari 54 juta pengangguran muda, sementara pada saat yang sama, permintaan tenaga kerja di perkotaan akan mencapai puncak historisnya, sebagian karena meningkatnya jumlah lulusan. Dia berpendapat bahwa dilema ketenagakerjaan di Tiongkok akan lebih menonjol daripada sebelumnya.

Pakar Tiongkok : Angka Pengangguran Sebenarnya Lebih Tinggi Dari Data Resmi

Para ahli Tiongkok percaya bahwa situasi pengangguran yang sebenarnya jauh lebih buruk daripada data resmi.

“Metode survei pengangguran perkotaan Partai Komunis Tiongkok hanya menghitung pengangguran dengan hukou perkotaan dan terdaftar, dan mereka yang tidak terdaftar tidak dimasukkan. Selain itu, rumah tangga di pedesaan juga tidak termasuk dalam pengangguran, karena PKT menganggap mereka sebagai bagian dari angkatan kerja pedesaan. Hal ini telah menyebabkan tingkat pengangguran tetap berada di antara 4 persen dan 5 persen di masa lalu, yang sama sekali tidak mencerminkan data pengangguran yang sebenarnya,” kata komentator urusan Tiongkok terkini, Cai Shenkun, kepada The Epoch Times edisi bahasa Mandarin pada tanggal 19 April.

Cai mengatakan bahwa ekspansi pendaftaran adalah faktor ketiga yang menutupi tingkat pengangguran yang sebenarnya.

Qiu Wanjun, seorang profesor keuangan di Northeastern University di Boston, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa perluasan pendaftaran PKT berfungsi sebagai solusi yang tertunda untuk masalah ketenagakerjaan.

Ia menjelaskan : “Siswa yang bersekolah tidak termasuk dalam perhitungan tingkat pengangguran dari populasi yang bekerja. Keberadaan mereka di sekolah mengurangi jumlah pengangguran.”