Putin Dinilai Menguak Rahasia Janji dengan Xi Jinping yang Berpura-pura Menjadi Mediator Perang Rusia – Ukraina

oleh Xu Yiyang dan Zhang Zhongyuan 

Baru-baru ini Presiden Belarusia Alexander Lukashenko membenarkan bahwa Belarusia sedang menerima pengiriman bertahap senjata nuklir taktis Rusia. Analis politik mengatakan, langkah Putin ini secara tidak langsung telah menguak rahasia mengenai kesepakatannya dengan Xi Jinping yang ingin berpura-pura menjadikan Partai Komunis Tiongkok (PKT) sebagai mediator perang Rusia – Ukraina.

Dalam perjanjian yang ditandatangani oleh Tiongkok dengan Rusia, Xi Jinping dan Putin sepakat untuk tidak mentransfer senjata nuklir ke negara ketiga. Jadi dalam hal ini Putin telah menunjukkan bahwa dirinya secara sepihak telah merobek perjanjian yang dicapainya bersama Xi Jinping.

“Kami mendapat rudal dan bom dari Rusia”. Presiden Lukashenko dalam sebuah wawancara dengan media pada 13 Juni mengatakan bahwa Belarusia akan menerima senjata nuklir taktis dari Rusia dalam beberapa hari, dan persiapan yang relevan dengan pengiriman itu telah selesai dilakukan.

Ketika wartawan meminta Lukashenko untuk mengklarifikasi pernyataannya bahwa Belarus telah menerima senjata, bahkan lebih awal dari jadwal yang ditentukan, Lukashenko sambil tertawa ringan mengatakan : “Belum semuanya, tetapi secara bertahap”.

Lukashenko juga mengklaim bahwa beberapa dari senjata itu memiliki kekuatan sampai 3 kali lipat lebih besar daripada bom atom AS yang dijatuhkan ke Hiroshima dan Nagasaki, Jepang pada tahun 1945. Dia juga mengklaim bahwa saat ini Belarusia belum merasa perlu untuk  menyebarkan senjata nuklir strategis itu.

Ini adalah pertama kalinya Rusia menempatkan senjata nuklir jarak pendek yang relatif kurang kuat di wilayah luar Rusia sejak runtuhnya Uni Soviet.

Lukashenko adalah sekutu dekat Putin. Dia mengatakan kepada televisi pemerintah Rusia bahwa negaranya memiliki banyak fasilitas penyimpanan nuklir peninggalan Uni Soviet. Dan fungsi dari 5 atau 6 fasilitas penyimpanan itu telah berhasil dipulihkan. Dia juga mengatakan bahwa selain fasilitas untuk penyimpanan, di Belarusia juga memiliki tempat yang bila diperlukan dapat dikembangkan menjadi tempat untuk menyebarkan peluncur rudal jarak jauh.

Pada 9 Juni, Putin bertemu Lukashenko di Sochi, Rusia, dan mengatakan bahwa setelah selesainya pembangunan fasilitas pendukung, Rusia akan mulai mengangkut senjata nuklir strategis ke Belarus mulai 7 hingga 8 Juli.

Putin mengumumkan pada 25 Maret tahun ini bahwa dia akan mengerahkan senjata nuklir taktis di Belarusia. Hal ini tampaknya telah mengintensifkan konfrontasi antara Rusia dengan aliansi militer AS dan NATO, yang telah memberi Ukraina senjata bernilai miliaran dolar untuk membantu Ukraina mengusir pasukan penyerang Rusia.

Tiongkok dan Rusia telah menandatangani perjanjian untuk tidak menyebarkan senjata nuklir ke luar negeri

Hanya beberapa hari sebelum Putin mengeluarkan pernyataan di atas, pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh PKT dan Rusia baru saja menyatakan bahwa negara-negara pemilik senjata nuklir tidak boleh menyebarkan senjata nuklir ke luar negeri.

Dari 20 hingga 22 Maret tahun ini, usai mengukuhkan kedudukan Xi Jinping berkunjung ke Rusia, dan menekankan pentingnya hubungan Tiongkok – Rusia bagi kebijakan luar negeri kedua negara.

Pada 21 Maret sore, Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani dan mengeluarkan pernyataan bersama, yang menyatakan bahwa “koordinasi kemitraan strategis yang menyeluruh antara Tiongkok dengan Rusia di era baru telah mencapai tingkat tertinggi dalam sejarah dan akan terus berkembang”. Pernyataan tersebut menyebutkan bahwa Tiongkok dan Rusia menganggap satu sama lain sebagai mitra kerja sama prioritas. Rusia membutuhkan Tiongkok, begitu pula sebaliknya.

Mengenai masalah senjata nuklir, kedua belah pihak menekankan dalam pernyataan itu, bahwa mereka sepakat untuk tidak menyebarkan senjata nuklir ke luar negeri, bahkan harus menarik senjata nuklir yang sudah ditempatkan di luar negeri, mengingat perang nuklir tidak akan ada pihak yang menang. Kedua belah pihak juga menekankan bahwa mereka harus mematuhi kewajiban mereka berdasarkan Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir dan akan meneruskan kerja sama yang terjalin.

PKT berpura-pura menjadi mediator perang Rusia – Ukraina

Li Yuanhua, mantan profesor dari Capital Normal University mengatakan kepada Epoch Times dalam sebuah wawancara, bahwa penempatan senjata nuklir taktis Rusia di Belarus sebenarnya adalah demonstrasi yang ditunjukkan kepada AS dan masyarakat bebas yang mengandung pesan : jika sampai Rusia berada pada posisi yang kurang menguntungkan di medan perang, maka ia akan menggunakan senjata nuklirnya. Namun, hal ini juga secara langsung menyebabkan kepura-puraan PKT terkuak.

Li Yuanhua mengatakan bahwa perjanjian yang ditandatangani oleh Putin dan Xi Jinping adalah hasil kesepakatan untuk saling memanfaatkan dan tidak ada pihak yang menganggapnya serius. Dia berkata : “Rusia tidak menepati janjinya, tetapi janji Xi Jinping kepada Putin mungkin juga tidak sepenuhnya sudah dipenuhi, jadi kedua belah pihak saling memahami sajalah. Toh perjanjian itu hanyalah sebuah kesepakatan yang dipertontonkan buat negara lain”.

Li Yuanhua juga mengatakan bahwa Rusia yang memiliki senjata nuklir saat ini sedang menghadapi serangan balasan dari Ukraina dan berada pada posisi militer yang tidak menguntungkan.

 “Rusia selain menyebarkan senjata nuklirnya di dalam negeri, tetapi juga di luar negerinya. Ini sebenarnya menunjukkan bahwa Rusia ingin memperlihatkan niatnya untuk menentang dunia bebas”, kata Li Yuanhua. 

“Rusia saat ini ‘menampar muka’ PKT  dengan merobek perjanjiannya dengan Tiongkok secara sepihak. Dan Putin pun baik sengaja atau tidak menguak konspirasinya dengan Xi Jinping yang menghendaki PKT bertindak sebagai mediator perang Rusia – Ukraina. Namun di sisi lain insiden ini juga mengingatkan kepada dunia bahwa senjata nuklir yang dimiliki negara diktator merupakan ancaman besar bagi perdamaian dunia,” imbuhnya. 

Tang Jingyuan, seorang pakar urusan Tiongkok yang tinggal di Amerika Serikat mengatakan kepada reporter Epoch Times pada 17 Juni, bahwa ketika Putin dan Xi Jinping menandatangani perjanjian tersebut, klausul bahwa senjata nuklir tidak boleh ditempatkan di luar negeri sebenarnya ditujukan kepada Amerika Serikat, karena hanya Amerika Serikat yang telah menerapkan beberapa senjata nuklir taktisnya di Eropa, tetapi itu adalah warisan dari Perang Dingin saat melawan ancaman nuklir Uni Soviet.

Tang Jingyuan mengatakan : “Tindakan Putin mengerahkan senjata nuklir di luar negeri selama perang menyerang negara lain ini setara dengan menampar wajah Xi Jinping yang datang berkunjung ke Moskow pada bulan Maret tahun ini. Dengan kata lain, Putin selain melanggar janjinya dengan Xi Jinping, ia juga secara terang-terangan melanggar perjanjian internasional tentang tidak menebarkan senjata nuklir, juga menunjukkan bahwa ia sebenarnya meremehkan Xi Jinping.”

Analisis : Langkah Putin merupakan tanda eskalasi situasi pertempuran

Tang Jingyuan menjelaskan bahwa alasan yang paling mendasari Putin mengerahkan senjata nuklir taktis di Belarusia adalah karena Rusia menjadi semakin pasif di medan perang Ukraina. Dia mengatakan bahwa dengan serangan balik Ukraina, Rusia selain bisa kehilangan sebagian besar tanah Ukraina yang telah didudukinya, tetapi bahkan tanah airnya pun dapat terkena dampak. Oleh karena itu, Putin sampai tanpa malu-malu menggertak akan menggunakan senjata nuklir, yang tujuannya adalah memaksa NATO membatasi bantuan militernya kepada Ukraina agar perang dapat berlangsung dengan kekuatan yang seimbang dan lama, akhirnya mencapai kebuntuan yang memaksa Ukraina membuat Pengakuan fait accompli dari wilayah yang telah diduduki, sehingga mencapai hasil aneksasi.

“Bagi komunitas internasional, langkah ini tentu saja merupakan tanda memburuknya situasi perang. Ini juga pertama kalinya setelah berakhirnya Perang Dingin sebuah negara berkekuatan nuklir telah mengerahkan senjata nuklir di wilayah negara lain.” 

Tang Jingyuan juga mengatakan : “Langkah ini secara de facto menunjukkan bahwa Rusia sedang memasuki permulaan dari perang dingin baru, tetapi secara serius merusak Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir, yang tujuan lainnya juga memaksa beberapa negara lain untuk berpikir lebih jauh jika ingin membantu Ukraina.”

“Namun di sisi lain, langkah ini juga mengungkap kelemahan Putin. Menunjukkan bahwa Putin menghadapi situasi yang semakin sulit di medan perang, dan secara serius mempengaruhi keamanan kekuasaannya. Melanggar perjanjian internasional tentang penyebaran senjata nuklir pada dasarnya telah menjadi kartu terakhir yang dapat dimainkan Putin. Meskipun ia tidak benar-benar ingin menggunakan senjata nuklir untuk memenangkan perang, tetapi ingin menggunakannya untuk mempertahankan kedudukannya yang terancam gara-gara menginvasi Ukraina.”

Tang Jingyuan juga mengatakan bahwa bagi PKT, langkah Putin itu memiliki pengaruh positif dan negatifnya. Positifnya adalah gertakan militernya akan menggunakan senjata nuklir dapat menarik perhatian lebih besar dari Amerika Serikat dan Eropa, sehingga mengurangi tekanan yang dihadapi Rusia. Pengaruh negatifnya adalah bahwa Putin tidak benar-benar menghormati Xi Jinping, dia tidak peduli apakah kepentingan PKT dirugikan oleh perbuatannya. Putin hanya peduli terhadap kepentingannya sendiri, yang pasti akan sangat melemahkan fondasi aliansi Xi Jinping dengan Rusia untuk melawan Amerika Serikat. Selain itu, jika kekalahan besar tentara Rusia membahayakan rezim Putin, PKT tidak dapat mengesampingkan jalan sembrono yang mungkin ditempuh Putin, yang mana risiko itu dapat pula menyeret PKT ke dalam perang yang tidak terkendali, yang juga pasti mengancam rezim Beijing. (sin)