PHK dan Bayar Utang Menjadi Masalah Terbesar Bagi UKM Tiongkok Dalam Bertahan Hidup

oleh Zhang Ting

Para pengusaha kecil dan menengah di Tiongkok sekarang ini menghadapi situasi melunasi pembayaran hutang melalui mem-PHK karyawan untuk mengurangi pengeluaran. Para pengusaha kecil dan menengah ini sedang gelisah dengan masa depan usaha mereka, bagaimana untuk bertahan hidup. “Wall Street Journal” menyebutkan bahwa nasib UKM Tiongkok ini merupakan gambaran suramnya pemulihan ekonomi Tiongkok.

UKM sangat penting bagi perekonomian Tiongkok. Data resmi yang terkumpul hingga akhir tahun 2018 menunjukkan bahwa UKM dapat mempekerjakan sekitar 233 juta orang. “Wall Street Journal” yang mengutip ucapan dari para pemberi pinjaman maupun informasi dari data resmi memberitakan bahwa saat ini banyak perusahaan mengeluh kesulitan dalam mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.

Masalah terbesar yang dihadapi UKM adalah mempertahankan kelangsungan hidup

Ji Shaofeng, pendiri asosiasi perdagangan pinjaman kecil di Provinsi Jiangsu kepada “Wall Street Journal” mengatakan : “Masalah terbesar bagi usaha kecil dan mikro adalah mempertahankan kelangsungan hidup”.

Ketika pemerintah Tiongkok mencabut kebijakan Nol Kasus pada bulan Desember tahun lalu, banyak ekonom meramalkan bahwa ekonomi Tiongkok akan pulih dengan cepat, tetapi itu tidak terjadi. Malahan data pengeluaran konsumen, pesanan pabrik, dan ekspor menunjukkan penurunan.

Scott Yang, seorang agen penjual anggur dan teh di Kota Wenzhou, Zhejiang mengatakan bahwa banyak pemilik bisnis lokal yang dia kenal memberhentikan karyawannya dan mencoba memangkas biaya sebagai tanggapan atas penurunan pesanan pabrik.

Huang Yiwen, pemilik usaha meubel yang menjual furnitur secara online di Kota Foshan, provinsi Guangdong mengatakan, bahwa bisnisnya sangat terpengaruh oleh pasar properti yang lesu karena pembeli rumah baru itulah sumber permintaan furnitur yang dapat diandalkan. Penjualan rumah Tiongkok tahun 2022 telah jatuh ke level terendah selama 6 tahun. Bahkan penurunan di sektor tersebut juga menyebabkan sejumlah pengembang mengalami kegagalan dalam membayar utang mereka.

“Susah banget penjualannya”, demikian kata Huang Yiwen ketika ditanya soal penjualan furnitur di tokonya.

Ada pun survei terbaru terhadap 3.000 UKM di Tiongkok oleh Asosiasi Usaha Kecil dan Menengah Tiongkok, menunjukkan bahwa hanya kurang dari 40% UKM yang sampai sekarang masih bisa beroperasi dengan kapasitas penuh.

Di pameran perdagangan terbesar di Tiongkok “Canton Fair” pada April tahun ini, eksportir Tiongkok yang ikut memamerkan produk mengatakan, bahwa banyak perusahaan yang membekukan investasinya, dan memangkas biaya tenaga kerja.

Memburuknya situasi bisnis UKM bisa memperbesar tekanan terhadap ekonomi Tiongkok

“Wall Street Journal” yang mengutip ucapan ekonom memperingatkan, bahwa masalah yang dihadapi oleh UKM tidak dapat dipisahkan dari ekonomi yang lebih luas, karena UKM adalah sumber lapangan kerja utama, terutama di kota-kota besar, akibat dari memburuknya situasi yang dihadapi UKM dapat menambah tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi Tiongkok.

“Jika situasi yang dihadapi UKM tidak membaik, daerah perkotaan akan kesulitan dalam menciptakan pekerjaan dan pendapatan yang cukup, yang akan berdampak besar terhadap rumah tangga berpendapatan rendah dan menengah,” kata Wang Dan, Kepala Ekonom Hang Seng Bank (Tiongkok).

Sejauh ini, dukungan otoritas Beijing terhadap UKM terutama berupa kemudahan dalam mendapatkan pinjaman modal untuk usaha. Kebijakan ini memiliki efek yang terbatas. Banyak pemilik usaha kecil tidak ingin mendapatkan pembiayaan baru kecuali membantu mereka melunasi hutang sebelumnya. Mr.Yang, seorang agen penjual anggur mengatakan bahwa meskipun pembiayaan yang ditawarkan otoritas relatif murah dan mudah diperoleh, namun, sebagian besar pebisnis lokal yang dia kenal hanya ingin meminjam dana untuk keperluan bertahan, bukan untuk memperluas bisnis mereka.

Banyak usaha kecil terlilit hutang karena tidak ada pemasukan. Jay Guo, mantan bankir dan Institut Inovasi Rantai Pasokan Ningbo mengatakan, bahwa bank-bank Tiongkok telah mengizinkan beberapa usaha kecil untuk memperpanjang pinjaman mereka, tetapi jika usaha kecil ini tidak dapat membayar kembali di kemudian hari, maka terpaksa dikategorikan sebagai pinjaman bermasalah.

Perpanjangan pinjaman berarti debitur dapat membayar kembali pinjamannya setelah disetujui kreditur.

Guo Jiequn berpendapat bahwa menyetujui penundaan membayar kembali hutang baru efektif ketika pertumbuhan ekonomi membaik, dagangan para UKM itu bisa laku terjual.

Yu Xiangrong, Kepala Ekonom Tiongkok di Citigroup mengatakan UKM menjadi korban lingkaran setan yang mempengaruhi ekonomi. Buruknya kinerja beberapa perusahaan swasta telah menyebabkan hilangnya kepercayaan, dan rendahnya kepercayaan membuat perusahaan-perusahaan ini sulit untuk berbuat lebih baik, katanya.

“Kurang percaya diri merupakan gejala sekaligus akar masalahnya”, kata Yu Xiangrong.

Selain bisnis kecil, semakin banyak warga sipil Tiongkok yang kehilangan kepercayaan terhadap pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Mahasiswa yang akan lulus musim panas ini sudah mulai mencari pekerjaan di pasar kerja yang lemah, mengungkapkan rasa frustrasi mereka secara online dengan memposting foto diri mereka membuang sertifikat gelar mereka di tong sampah atau berbaring telungkup di tanah. Foto-foto itu beredar secara online.

Beberapa analis mengatakan bahwa jika kepercayaan masyarakat gagal dipulihkan, ekonomi Tiongkok dapat menghadapi penurunan model spiral, jika situasi itu terjadi maka kebijakan pelonggaran moneter maupun langkah-langkah stimulus lainnya untuk mendongkrak pertumbuhan mungkin tidak lagi efektif. (sin)