Kerusuhan di Prancis Berlanjut, Marseille Mengimbau Pemerintah Menerjunkan Bantuan Darurat

Qiu Yue dan Jiang Dia

Kerusuhan terus meletus di Prancis selama lima malam berturut-turut. Bahkan aksi protes yang diwarnai kerusuhan meletus di banyak kota. Pemerintah Prancis menerjunkan sejumlah besar polisi dan pasukan untuk merespon, berharap dapat memadamkan kerusuhan tersebut.  Presiden Emmanuel Macron juga harus membatalkan sementara jadwal keikutsertaan KTT Uni Eropa pada Sabtu 1 Juli

Di kota Marseille, Prancis selatan pada  Jumat, 30 Juni, sekelompok pengunjuk rasa menyalakan petasan, menghancurkan toko-toko dan membakar kendaraan hingga menyebabkan kekacauan.

Walikota Marseille, Benoit Payan,  mendesak pemerintah Prancis untuk menambah pasukan.

Karena kerusuhan tersebut, Presiden Emmanuel Macron harus menghentikan kedatangannya di KTT Uni Eropa untuk berpartisipasi dalam pertemuan krisis kabinet kedua. Ia meminta media sosial  mengungkapkan identitas pengguna yang menghasut kekerasan dan menghapus gambar kekerasan yang “paling sensitif”.

Lebih dari 1.300 orang ditangkap pada  Jumat 30 Juni dan lebih dari 2.000 serangan pembakaran dilakukan di jalan-jalan umum. Hal demikian disampaikan oleh  Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin, demikian Reuters melaporkan. Namun, situasinya lebih tenang dari malam sebelumnya.

Kerusuhan meletus gara-gara seorang remaja Afrika Utara berusia 17 tahun ditembak dan dibunuh oleh polisi dari jarak dekat di pinggiran kota Paris, Selasa (27/6) lalu.

Kini, aksi protes masih menyebar di kota-kota seperti Paris, Toulouse, Strasbourg dan Lille, sedangkan kerusuhan pecah di Marseille dan Lyon.

Dalmanin mengatakan, lebih dari 200 polisi terluka, usia rata-rata yang ditangkap hanya 17 tahun, dan 30% adalah remaja di bawah usia 18 tahun. (Hui)