Dominasi Data yang Diperebutkan Sengit Antara Barat dan Beijing

Jiang Feng 

Dalam perjuangan hidup dan mati antara sistem politik Beijing dengan negara Barat, penguasa Beijing menjadikan perebutan data global sebagai salah satu mata rantai yang penting. Laporan teranyar dari wadah pemikir Washington menyebutkan, semua perusahaan teknologi tinggi di Tiongkok telah dipaksa berintegrasi dengan infrastruktur data nasional yang dikendalikan oleh partai, tujuannya adalah untuk melayani sasaran Beijing, yakni melakukan kompetisi strategis dengan Barat.

Peneliti tamu bernama Matthew Johnson dari Hoover Institution belum lama ini mempublikasikan laporan riset yang berjudul “China’s Grand Strategy for Data Dominance”. Dalam laporan disebutkan, Xi Jinping memandang data sebagai sumber daya yang terpenting dalam perjuangan hidup dan mati antara sistem perpolitikan Partai Komunis Tiongkok (PKT) dengan negara Barat. 

Pada 2013 lalu, pada beberapa bulan pertama masa pemerintahannya, Xi Jinping membahas soal data dengan cara seperti Mao Zedong membahas soal metode produksi minyak bumi dalam negeri di era 1950-an abad ke-20, waktu itu Mao Zedong sedang mencari cara untuk melepaskan ketergantungan pada Rusia.

Pada Chinese Academy of Sciences Xi Jinping menyatakan, “Samudera data yang maha luas ini ibarat sumber daya minyak bumi bagi masyarakat industri, menyimpan produktivitas yang besar dan peluang bisnis, barang siapa yang menguasai teknologi data besar (Big Data, red.), maka dialah yang akan menguasai sumber daya yang berkembang berikut dominasinya.” 

Perang data PKT pertama-tama mengincar warga Tiongkok sendiri. Kantor Umum Dewan Negara RRT pada 2015, merilis sebuah dokumen, yang berjudul “Beberapa Opini Penggunaan Big Data Untuk Memperkuat Layanan dan Pengawasan Entitas Pasar”. 

Usulan utamanya meliputi penggunaan Big Data untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian oleh pemerintah, termasuk mempercepat pembangunan “sistem kredit sosial” untuk mengatur perilaku setiap individu masyarakat. 

Di tahun yang sama, Dewan Negara mengumumkan “kerangka kerja tindakan”, menginisiasi perencanaan penyatuan Big Data secara nasional. Pada 2016, Xi Jinping menuntut agar badan intelijen dan keamanan untuk mengambil sikap “siaga penuh segala arah keamanan internet”.

Perang Data PKT Meluas Hingga Luar Negeri

Beberapa tahun kemudian, perang data PKT telah meluas hingga ke luar negeri. Perusahaan internet maupun teknologi tinggi RRT berbondong-bondong menjangkau luar negeri, termasuk media sosial TikTok, e-commerce Temu, drone merek DJI, Beijing BGI Group, dan juga WuXi AppTec. Semua perusahaan itulah yang menjadi mata dan telinga bagi PKT di luar negeri. Mantan direktur operasional Pusat Intelijen Gabungan Hawaii dari USINDOPACOM yakni Carl Schuster pada tanggal 1 Juli lalu mengatakan pada surat kabar Epoch Times

Ia berkata, data yang terkumpul telah memberikan masukan dan informasi segala aspek yang sangat penting bagi upaya PKT melemahkan sekaligus menggantikan pengaruh AS dalam memimpin dunia. “Contohnya, data mengenai hiburan, produk, dan sumber informasi yang terkait warga AS sangat berguna bagi pengusaha, perdagangan, pejabat intelijen, serta analis perang politik Tiongkok. Dalam konflik, menguasai data drone yang digunakan AS, membuat pejabat komando militer RRT dapat lebih mudah memprediksi dan menjelaskan aksi dan rencana operasi militer AS.”

Laporan Hoover Institution menyebutkan, di bawah sistem data baru PKT itu semua perusahaan dipaksa untuk berasimilasi ke dalam infrastruktur data nasional yang tersentralisasi di bawah kendali partai, agar memudahkan melayani partai dalam kompetisi strategi melawan Barat. Sejak kurun waktu lama PKT mengharuskan perusahaan swasta untuk membentuk organisasi partai di dalam perusahaannya, dan menempuh jalur hukum juga cara-cara di luar hukum untuk memaksa perusahaan swasta agar mau tunduk. Perusahaan teknologi besar seperti Alibaba dan lain-lain adalah yang paling parah mengalami tekanan tersebut. Wakil Direktur Cyberspace Administration of China yakni Ren Xianliang mengatakan pada 2016, “Sejak berdirinya Kantor Dunia Siber ini, kami sangat memperhatikan kegiatan pendirian partai pada perusahaan internet. Ini adalah misi strategis dalam pengembangan industri internet.”

Laporan Hoover Institution menjelaskan, “Begitu luasnya pekerjaan pembangunan partai, bahkan perusahaan swasta Tiongkok yang paling sukses pun sekarang telah dipandang sebagai senjata yang efektif bagi partai dan negara.” 

Laporan menyebutkan, PKT tak hanya berencana sekedar mencuri informasi global secara simpel, sebaliknya PKT sedang membangun lingkungan operasional dan kerangka bisnis, yang bermisi memanfaatkan keterbukaan pada pasar di Barat, untuk memancing negara Barat agar dengan sukarela membuka aset datanya guna memudahkan pengumpulan data dan melakukan aksi mata-mata secara luas, sehingga dapat membuat sejumlah besar populasi dunia terpapar di bawah kendalinya.

Pendiri perusahaan Corr Analytics Inc. yakni Anders Corr yang juga selaku penerbit Journal of Political Risk pada 1 Juli lalu mengatakan kepada surat kabar The Epoch Times, “Dalam sistem modern ini, data adalah kunci bagi kekuasaan dan ekspansi negara, baik dalam hal ekonomi, politik, maupun militer. Sangat sedikit warga AS dan sekutunya yang menyadari hal ini, oleh sebab itu lewat berbagai cara pembelian perangkat lunak keamanan telekomunikasi dan internet, mereka telah menyerahkan data miliknya kepada negara musuh seperti rezim RRT dan juga Rusia.”

Menurut laporan riset Hoover Institution, perusahaan teknologi Tiongkok yang masuk ke negara lain telah berbaur menjadi satu dengan sistem penyimpanan dan pengolahan data, serta sistem pengendalian dan keamanan PKT. Lewat platform pengendalian data milik PKT, aplikasi, dan perusahaan, pengguna Barat akan masuk ke dalam ekosistem yang lengkap ini dan terlena di dalamnya, sehingga PKT dapat terus menerus mencuri data yang diinginkannya.

TikTok Yang Trendy di Eropa & AS Dikendalikan Oleh PKT

Aplikasi TikTok buatan perusahaan ByteDance Ltd. Tiongkok sangat populer di Eropa dan AS, ia dituding telah mengumpulkan data penggunanya bagi PKT.

Sampai dengan 2023, TikTok memiliki lebih dari 1,677 milyar pengguna, dan 106 juta pengguna di antaranya pengguna aktif bulanan. Di Amerika terdapat lebih dari 150 juta pengguna TikTok. Di TikTok terdapat lebih dari 5 juta perusahaan dan tak terhitung banyaknya UMKM. Video di TikTok yang disaksikan setiap harinya mencapai lebih dari 1 milyar yang dilihat.

Sedangkan TikTok dapat mengumpulkan banyak data dari penggunanya, termasuk nama, usia, nama akun, surel, sandi, nomor telepon, lokasi, isi pesan yang dikirimnya, teks di papan klip, foto dan video, nomor kartu pembayaran, rekening dan alamat pengiriman, IP address pengguna, kode pengenal biometric, seperti sidik jari dan sidik suara, dan lain sebagainya.

Padahal pemerintah RRT bisa memperoleh semua informasi tersebut. Pada Mei 2023 lalu, mantan eksekutif ByteDance wilayah AS yakni Yu Yintao menggugat ByteDance di Pengadilan San Francisco AS karena telah melakukan pemecatan tidak adil pada dirinya. Surat gugatannya mengungkapkan, di kantor ByteDance di Beijing telah khusus didirikan sebuah organisasi partai, yang bertanggung jawab mengawasi penerapan aplikasi perusahaan tersebut, dan “mengarahkan perusahaan tersebut tentang bagaimana mendorong nilai-nilai inti komunisme”, serta juga memiliki “kekuasaan menentukan hidup atau mati” yang bisa sewaktu-waktu menutup ByteDance secara tuntas.

Ia berkata, yang terpenting adalah, “Dewan komisi tersebut mempunyai wewenang tertinggi untuk mengakses seluruh data di perusahaan, bahkan data yang disimpan di AS”. 

Corr mengatakan kepada The Epoch Times, PKT bisa dengan mudahnya memperoleh data-data AS, adalah dikarenakan AS terlalu naif. “Dalam taraf tertentu ini adalah pilihan ideologi AS, pondasinya adalah semacam asumsi yang naïf, yakni semua negara, termasuk juga negara diktator, sedang mewujudkan liberalisasi ekonomi dan demokratisasi masyarakatnya, serta transparansi seluruh dunia melayani kemajuan proses ini. Faktanya, di saat PKT sedang memanfaatkan transparansi negara lain terhadapnya, bersamaan itu pula semakin lama semakin banyak mengendalikan datanya sendiri.”

Perusahaan Tiongkok lainnya yang menyerbu AS secara besar-besaran adalah DJI.

PKT Memanfaatkan DJI Untuk Mendominasi Pasar Drone Dunia

Menurut laporan dari lembaga konsultasi pasar pesawat nirawak (UAV) Jerman yakni Drone Industry Insights, pada 2022 pasar drone diperkirakan bernilai 30,6 milyar dolar AS, dan diprediksi akan tumbuh hingga mencapai 55,8 milyar dolar AS pada 2030. Walaupun pangsa pasar DJI pada 2021 turun 15%, namun secara global masih menguasai 54% pangsa pasar pesawat drone komersil.

DJI didirikan pada 2006, memproduksi model pesawat nirawak atau drone berikut suku cadangnya. DJI mampu mendominasi pasar drone komersil seluruh dunia, yang memainkan peran krusial adalah modal ventura di AS. Pada 2014, DJI memperoleh pembiayaan atau financing dari Sequoia China Investment Management LLP sebesar 30 juta dolar AS; pada 2015 DJI kembali mendapatkan pembiayaan senilai 75 juta dolar AS dari Accel Partners, hal ini membuat valuasinya melampaui 10 milyar dolar AS. Hanya dalam empat tahun dari 2011 hingga 2015 saja, pendapatan DJI telah tumbuh lebih dari seratus kali lipat.

Namun, walaupun DJI adalah perusahaan swasta, tapi sebenarnya DJI didanai oleh Komisi Pengawasan Aset BUMN RRT. Hubungan semacam ini diungkap pada 2022 oleh media massa AS. Dokumen menunjukkan, selama beberapa tahun terakhir ini, penguasa PKT memiliki empat perusahaan investasi yang berinvestasi pada DJI, di antaranya termasuk perusahaan pengelola aset milik negara RRT.

PKT memanfaatkan keunggulan mutlak perusahaan DJI yang menguasai pangsa pasar drone seluruh dunia, untuk mencuri data-data AS dengan leluasa. Pada 2016, DJI telah bekerjasama dengan pemadam kebakaran Wrightsville Beach, dengan memberikan secara cuma-cuma dua unit drone, namun syaratnya adalah DJI harus tetap bisa mengumpulkan data-data dari drone tersebut. Menurut laporan drone keamanan publik 2020 yang dipublikasikan oleh Bard College, sebanyak 1578 lembaga keamanan publik daerah maupun negara bagian di seluruh AS telah menggunakan drone atau pesawat nirawak. Di antara drone yang digunakan semua lembaga ini, drone dari DJI mencapai 90% banyaknya.

Menurut sebuah memo AD (Angkatan Darat) Amerika pada 2017, DJI dan pemerintah RRT saling berbagi data terkait infrastruktur dan penegakan hukum yang krusial. Pada 2019, Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) AS telah memperingatkan, drone buatan Tiongkok mungkin telah mengirimkan data penerbangan yang sensitif kepada pemerintah RRT.

Merebut Dominasi Data Adalah Bagian Dari Perjuangan Hidup Mati PKT dan Barat

Aksi PKT meperebutkan dominasi data, adalah bagian dari perjuangan hidup dan mati sistem politik PKT melawan sistem politik Barat.

Pada 6 Maret lalu, Xi Jinping mengkritik AS dengan menyebutkan, “Negara Barat yang dipimpin oleh AS telah melakukan halangan, kepungan, dan tekanan terhadap kami (PKT), sehingga menimbulkan tantangan serius yang belum pernah ada sebelumnya terhadap perkembangan negara kami (RRT).”

Dalam Rapat Pleno II Sidang Paripurna VI Konferensi Komite Pusat ke-19 pada Januari 2022 lalu, Xi Jinping menyebutkan, anggota partai PKT harus “berani bertarung”, dan menyebut sejarah PKT adalah sebuah sejarah “pertarungan” — “Berdiri di tengah pertumpahan darah, dan memulai pertarungan bersenjata”, serta partai komunis “mengandalkan pertarungan untuk menciptakan sejarah, harus lebih mengandalkan pertarungan untuk memenangkan masa depan”. 

Pada Oktober 2022, PKT merevisi konstitusi partai, dan memasukkan sebutan “berani bertarung” ke dalam konstitusi partai yang baru.

Dosen Sekolah Partai Pusat PKT (SPPPKT) yakni Han Qingxiang dalam interpretasinya melalui surat kabar corong PKT People’s Daily terhadap pernyataan Xi Jinping “pertarungan agung yang baru” mengatakan, yang dimaksud dengan pertarungan meliputi kompetisi sumber daya, kompetisi mata uang, kompetisi pasar, pertarungan ideologi, pertarungan wilayah kedaulatan, pertarungan anti korupsi, pertarungan dunia maya, dan pertarungan anti separatis. Han Qingxiang menyebutkan, “Sasaran dan wujud pertarungan sangat beraneka ragam, ‘ajang’ pertarungan mungkin bisa berada dimana saja.”

Mantan dosen hukum Peking University (Peking = Beijing, Red.) yakni Yuan Hongbing pernah berinteraksi akrab dengan Xi Jinping pada era 1980-an abad lalu selama sekitar delapan bulan. Waktu itu Xi Jinping mengungkapkan pemikirannya hendak membuat PKT menguasai dunia.

Dalam acara “Pinnacle View” di stasiun televisi NTDTV, Yuan Hongbing mengatakan, “Dia (Xi Jinping) berkata, Tiongkok membutuhkan 4 milyar orang berbakat baru bisa mengatur dunia ini. Ini adalah ingatan paling mendalam darinya pada saya, ketika berbincang mengenai komunisme, ia berkata, seluruh dunia harus mewujudkan komunisme, dan kita membutuhkan orang untuk mengaturnya.”

Corr menyatakan kepada The Epoch Times, pengendalian dan penggunaan terhadap data akan menjadi segenap inti dari yang disebut “pertarungan agung yang baru” dari pemerintahan Xi Jinping. Pada Maret 2021, di “Mencari Kebenaran”, media massa PKT, Xi Jinping menyebutkan: “Dunia sedang memasuki periode pertumbuhan ekonomi yang didominasi oleh industri informasi. Kita harus menguasai peluang bagus dalam digitalisasi, jaringan internet, dan pengembangan integrasi cerdas… harus mendorong integrasi yang mendalam dalam bidang internet, Big Data, dan AI bersama dengan entitas ekonomi, meluaskan dan menguatkan ekonomi digital.”

Schuster menyatakan, “Sistem internet dan informasi memiliki sekaligus memberikan pengaruh global. Oleh sebab itu, konflik intelektual apapun — ini adalah pondasi filosofi yang dikhawatirkan oleh Xi Jinping terhadap ‘teknologi inti’ — pada dasarnya bersifat global. Konflik ini akan menentukan hasil dari “pertarungan yang agung” yang disebut-sebut dan diharapkan oleh Xi Jinping bahwa pertarungan ini akan membentuk sistem internasional untuk sisa waktu abad ini.

Schuster menunjukkan, pemerintahan Xi Jinping sedang mendorong investasi krusial seperti AI, cip komputer yang lebih baik, lebih cepat, dan teknologi kuantum, serta metode yang digunakan untuk menyediakan dan menyerang telekomunikasi dan data komputer yang dienkripsi. “Sepuluh tahun ke depan akan menentukan hasilnya. Semangat wirausaha Barat apakah akan menang melawan inovasi peneliti Tiongkok yang dipaksa memproduksi oleh sentralisasi kekuasaan dan penindasan politik PKT? Investasi Barat dan standar kerjasama Barat kemungkinan akan menentukan jawabannya.”

Corr mengusulkan AS, terhadap perang perebutan data PKT harus dikeluarkan kebijakan untuk menghadapinya dengan melarang perusahaan dari negara otoriter untuk mengembangkan bisnis di AS, sekaligus berupaya membuat negara sekutu AS juga melakukan hal yang sama.

Corr juga mengatakan : “Berdasarkan perhitungan PDB nominal, dua badan ekonomi terbesar di dunia adalah AS dan Uni Eropa. Jika kedua badan ekonomi ini melarang perusahaan yang berasal dari Tiongkok dan Rusia, maka akan mengikis kekuatan dua lawan yang paling berbahaya ini, serta mendorong keduanya menuju demokratisasi, sehingga (membuat mereka) menjadi bagian dari dunia untuk menyelesaikan masalah, dan bukan menjadi sumber masalah terbesar bagi dunia.” (Sud/whs)