Kemarahan Publik Meningkat Setelah Air Banjir Sengaja Dialihkan untuk Menyelamatkan Ibu Kota Tiongkok

 Alex Wu

Banyak tempat di Provinsi Hebei yang mengalami banjir parah karena pemerintah partai komunis Tiongkok sengaja menggunakannya sebagai “parit” untuk melindungi ibu kota Tiongkok, Beijing, dan pusat politik baru, Xiong’an, setelah badai terkuat dalam beberapa tahun terakhir menghantam wilayah utara Tiongkok.

Hujan lebat dari topan super Doksuri mencapai Tiongkok utara pada 29 Juli. Badai ini merupakan badai terkuat yang menghantam Beijing dan daerah sekitarnya di provinsi Hebei dan kota Tianjin dalam 140 tahun terakhir, menggenangi ibukota dan memicu banjir bandang dan tanah longsor.

Pihak berwenang di provinsi Hebei mengatakan pada 3 Agustus bahwa debit air banjir akan terus berlanjut dan mungkin membutuhkan waktu sebulan untuk benar-benar surut. Menurut media pemerintah CCTV, pemodelan memperkirakan bahwa 300 juta hingga 400 juta meter kubik air lagi harus dialirkan ke laut.

Pada 31 Juli, banjir bandang dilaporkan terjadi di kotamadya Beijing, sebuah wilayah yang dikelola secara terpusat dan dikelilingi oleh provinsi Hebei, dan pada 1 Agustus, delapan reservoir di kota tersebut mulai mengeluarkan debit banjir secara bersamaan.

Terletak di antara Beijing dan Xiong’an, kota Zhuozhou di Provinsi Hebei dan daerah-daerah di sekitarnya – yang dihuni oleh sekitar 1 juta orang – kemudian kebanjiran karena pihak berwenang memutuskan untuk mengorbankan daerah tersebut sebagai “zona penampungan banjir.” Sejumlah besar orang terjebak dalam banjir yang naik dengan cepat karena banyak orang hanya diberi waktu dua jam untuk mengungsi pada 1 Agustus atau tidak menerima perintah evakuasi. Desa-desa, kota-kota, dan lahan pertanian yang luas dengan cepat terendam oleh air banjir.

Li Guoying, menteri sumber daya air Tiongkok, pada 1 Agustus secara terbuka meminta “memastikan keamanan mutlak ibu kota Beijing, Bandara Internasional Daxing, dan Area Baru Xiong’an terhadap banjir.” Ni Yuefeng, kepala Provinsi Hebei, berjanji pada media pemerintah pada 2 Agustus bahwa untuk mengurangi tekanan terhadap pengendalian banjir Beijing, Hebei akan dengan tegas menjadi “parit” bagi ibukota. Pernyataan resmi tersebut memicu kemarahan publik.

Sebuah laporan dari media daratan Tiongkok “Southern Weekend” tertanggal 1 Agustus mengatakan bahwa seorang anggota staf Biro Manajemen Darurat Zhuozhou mengakui pada 31 Juli bahwa kiriman banjir dari Beijing adalah salah satu alasan kenaikan signifikan permukaan air di kota regional tersebut.

Hal ini memicu kemarahan dan protes publik secara meluas.

Permintaan Bantuan

Sejak 1 Agustus, penduduk di Zhuozhou telah mengirimkan pesan-pesan mendesak untuk meminta bantuan di media sosial.

Penduduk setempat mengatakan kepada Epoch Times berbahasa Mandarin bahwa pada 1 Agustus, seluruh kota Zhuozhou benar-benar dibanjiri oleh debit air banjir. Selain komunikasi, segala sesuatu yang lain telah terputus, seperti air, listrik, dan transportasi, kata mereka.

Pada 2 Agustus, air banjir telah mencapai Kota Bazhou, yang berjarak sekitar 130 kilometer di bagian hilir Zhuozhou dan 40 kilometer di bagian hulu Kota Tianjin, menghancurkan banyak rumah dan properti, serta menyebabkan puluhan ribu orang kehilangan tempat tinggal.

Video di platform Tiongkok daratan “Feidian” yang diposting pada 3 Agustus menunjukkan bahwa tim penyelamat sukarelawan independen telah tiba di Zhuozhou, dan hanya bisa bergerak dengan perahu. Tim penyelamat mengatakan bahwa air banjir rata-rata sedalam tujuh hingga delapan meter, dengan area terdalam mencapai 12 meter.

Bencana ‘Buatan Manusia’ di Hebei

Wang Weiluo, seorang ahli hidrologi yang sekarang tinggal di Jerman, mengatakan kepada The Epoch Times pada 3 Agustus bahwa jika pihak berwenang di Beijing tidak mengalihkan air ke Zhuozhou untuk melindungi distrik Xiong’an yang baru, kota pedesaan dan daerah sekitarnya tidak akan mengalami banjir yang begitu dahsyat.

Wang mengatakan bahwa, sementara debit air banjir dari reservoir di distrik Fangshan dan Mentougou di Beijing diperlukan untuk mencegah bendungan jebol, setelah 2 Agustus, “delapan reservoir di Beijing mulai mengeluarkan air banjir” dengan debit yang terkendali.

Dia menjelaskan bahwa air dari Beijing biasanya memiliki dua rute untuk mengalir ke lautan – tidak ada yang melewati Zhuozhou.

“Salah satunya adalah mengalir dari Sungai Yongding ke Langfang di Hebei, kemudian melewati kota Tianjin ke Laut Bohai; yang lainnya mengalir dari Sungai Daqing, biasanya melewati Xiong’an ke Baiyangdian, dan kemudian masuk ke Laut Bohai,” katanya. 

Wang memperkirakan bahwa beberapa daerah lain di Provinsi Hebei di luar Zhuozhou seperti Baoding (100 kilometer ke arah barat daya), dan bahkan Shijiazhuang (240 kilometer ke arah barat daya) dan Xingtai (200 kilometer ke arah selatan), mungkin mengalami banjir yang lebih buruk daripada Zhuozhou. Alasan mengapa Zhuozhou mendapat begitu banyak perhatian adalah karena penduduk setempat di sana memposting berita banjir di media sosial terlebih dahulu, katanya-sebelum sensor internet PKT diberlakukan.

Sepuluh kematian telah dilaporkan di Baoding, dan setidaknya 18 orang juga dilaporkan hilang. Pada 5 Agustus, lebih dari 600.000 dari 11,5 juta penduduk Baoding diperintahkan untuk mengungsi.

Kemarahan Publik

Kemarahan telah meningkat di antara penduduk setempat yang terkena dampak, karena pejabat yang bertanggung jawab dan bantuan pemerintah terus absen dan kurangnya transparansi tentang tingkat banjir.

Pada 4 Agustus, postingan yang meminta perhatian pejabat negara menjadi viral di media sosial Tiongkok. Salah satu unggahan berbunyi: “Segera mencari walikota dan sekretaris Partai Komunis Tiongkok di Kota Zhuozhou: Kami telah kehilangan kontak dengan mereka selama berhari-hari, dan Zhuozhou mengalami bencana yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan orang-orang perlu mengetahui kebenarannya!”

Tulisan lain: “Pemberitahuan Orang Hilang: pejabat pemerintah belum terlihat sejak bencana terjadi. Di mana walikota dan sekretaris partai? Di mana kepala biro manajemen darurat? Orang-orang yang terkena bencana semuanya bergantung pada tim penyelamat independen dan orang-orang biasa lainnya untuk menyediakan makanan dan tempat tidur. Bagaimana dengan orang-orang di departemen pemerintah? Apakah mereka semua kehilangan kontak?”

Cai Xia, seorang pensiunan profesor dari Sekolah Partai Komunis Tiongkok (PKT) memposting, “Mengapa Zhuozhou ditetapkan sebagai daerah pembuangan banjir? Mempertaruhkan nyawa lebih dari satu juta orang, dan memilih untuk menghancurkan rumah lebih dari satu juta orang dan lahan pertanian yang luas hanya untuk menyelamatkan muka dan mempertahankan tahta kediktatoran.”

Protes Penduduk Desa Bazhou

Pada 4 Agustus, banyak penduduk Bazhou mengungkapkan kemarahan mereka di media sosial atas laporan berita di CCTV, yang menurut mereka salah melaporkan situasi banjir.

“Kami dilanda banjir, bukan curah hujan!” demikian bunyi salah satu unggahan di media sosial.

Laporan CCTV dari Bazhou mengatakan bahwa “beberapa desa terkena dampak dari curah hujan” dan memiliki “air yang menggenang,” dengan beberapa orang terjebak.

Pada pagi hari tanggal 5 Agustus, banyak penduduk desa setempat mendatangi pemerintah kota Bazhou untuk melakukan protes.

Video yang diunggah di media sosial menunjukkan penduduk desa memegang spanduk di depan kantor pemerintah yang bertuliskan, “Kembalikan rumah saya. Ini disebabkan oleh debit banjir, bukan karena hujan!”

Sejumlah besar petugas keamanan publik berpakaian hitam dikirim ke lokasi protes untuk mengendalikan kerumunan massa, dan konflik sengit terjadi di antara keduanya. Seorang penduduk desa dari Desa Dongyangzhuang di Bazhou mengatakan kepada The Epoch Times pada 5 Agustus bahwa ribuan penduduk desa hadir dalam protes tersebut.

Jumlah Korban Tewas Dipertanyakan

Pihak berwenang Tiongkok secara resmi telah melaporkan 30 korban tewas akibat banjir, dengan setidaknya 26 orang hilang pada 5 Agustus. Namun, jumlah korban yang sebenarnya dikhawatirkan jauh lebih tinggi.

Pada 5 Agustus, penduduk Zhuozhou, Chen mengatakan kepada The Epoch Times, “500 polisi dari Korps Polisi Bersenjata Hebei memasuki Zhuozhou hari ini. Mereka telah mengambil alih semua pekerjaan penyelamatan. Tim penyelamat sukarelawan sipil diminta untuk mengungsi, dan pasokan penyelamatan dari pemerintah pusat baru saja tiba. Sebelumnya, semua pasokan berasal dari masyarakat, dan masyarakat biasa telah mencoba yang terbaik untuk mengumpulkan pasokan dari mana-mana. Ini benar-benar masyarakat yang saling membantu satu sama lain.”

“Tim penyelamat sukarelawan melihat orang mati di mana-mana di Desa Mafang di daerah Kuil Qingliang di Kota Zhuozhou. Para pejabat khawatir para penyelamat sipil akan memposting gambar dan video tentang situasi sebenarnya dari para korban di media sosial,” tegasnya.

Luo Ya, Xiao Lusheng, Ning Haizhong, dan Gu Xiaohua berkontribusi dalam laporan ini.