Pesawat Militer Rusia Mengunjungi Korea Utara, AS Berjanji akan Memperbesar Sanksi 

oleh Li Zhaoxi

Di awal Agustus ini, sebuah pesawat militer Rusia tiba-tiba berada di bandara Korea Utara,  menimbulkan dugaan masyarakat tentang bantuan militer Korea Utara kepada Rusia. Pada Senin (7 Agustus) Kementerian Luar Negeri AS mengatakan ​​bahwa Amerika Serikat bertekad akan menjatuhkan sanksi lebih besar kepada Korea Utara karena memberikan bantuan kepada Rusia dalam invasinya ke Ukraina.

Menurut data pelacakan dari “FlightRadar24”, pada 31 Juli sebuah pesawat jet jarak jauh Angkatan Udara Rusia, IL-62M terbang dari Moskow menuju Pyongyang dan kembali pada 2 Agustus.

Situs berita Korea Utara yang berbasis di Seoul “NK News” menyebutkan, bahwa gambar satelit menunjukkan pesawat itu berada di Bandara Internasional Pyongyang selama sekitar 36 jam.

Baik Korea Utara maupun Rusia tidak secara terbuka mengomentari kunjungan pesawat ke Pyongyang, dan tidak jelas siapa yang berada dalam pesawat IL-62M.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller mengungkapkan, bahwa AS bertekad  mencegah Korea Utara menjual senjata kepada Rusia sebagai tanggapan atas laporan kunjungan rahasia pesawat militer Rusia ke Pyongyang.

Millter berkata : “Kami telah memperjelas kekhawatiran kami tentang Rusia yang bekerja sama dengan Korea Utara. Kami telah memperjelas kekhawatiran kami tentang upaya Korea Utara untuk membantu Rusia menginvasi Ukraina. Kami akan terus menegaskan kekhawatiran kami itu dan terus menegakkan semua sanksi.”

Seminggu sebelum pesawat militer IL-62M mendarat di Pyongyang, beredar berita mengenai pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menemani rombongan Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu yang berkunjung ke Pyongyang untuk mengikuti pameran senjata besar Korea Utara. Hal ini memicu spekulasi tentang adanya rencana transaksi senjata antara kedua negara tersebut.

Miller sebelumnya pernah mengatakan kepada wartawan bahwa Shoigu jelas tidak sedang “berlibur” di Korea Utara. Koordinator komunikasi strategis Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan pekan lalu, bahwa kunjungan Shoigu adalah untuk “meyakinkan Korea Utara agar menjual senjatanya ke Rusia guna mendukung upaya perang Rusia”.

“Informasi yang kami peroleh menunjukkan bahwa Rusia berusaha untuk meningkatkan kerja sama militer dengan Korea Utara, seperti meminta Korea Utara untuk menjual senjata artileri kepada Rusia”, kata Kirby kepada wartawan.

“NK News” mengatakan, kunjungan pesawat militer Rusia “tampaknya berhubungan dengan tindak lanjut dari kunjungan delegasi Shoigu dan kemungkinan juga terkait kesepakatan dengan Kim Jong-un”. Ia kemudian menambahkan bahwa analis menduga bahwa keduanya mungkin telah menyelesaikan sebuah kesepakatan tentang senjata.

Pyongyang memiliki peluru artileri dan roket yang sangat dibutuhkan Moskow untuk pertempuran senjata era Soviet di Ukraina. Stok senjata Kremlin hampir habis dan sangat butuh pasokan saat perang memasuki tahun kedua.

Karena ukuran ekonomi Korea Utara yang kecil, kesepakatan senjata sekitar USD. 250 juta sama dengan sekitar 1% dari produk domestik bruto negara itu. Jelas “rezeki” ini sangat didambakan oleh sebuah negara yang terputus dari sistem keuangan global.

Pakar senjata Joost Oilemans mengatakan bahwa jika Korea Utara menjual rudal balistik jarak pendek terbarunya itu kepada Rusia, ia dapat dianggap sebagai sebuah eskalasi yang cukup besar bagi Korea Utara.

Dalam emailnya yang dikirim ke Bloomberg News ia menulis : (penjualan senjata) itu akan dengan cepat ketahuan (mungkin dalam perjalanan pengiriman), dan ia akan dikecam sebagai pelanggaran sanksi yang serius.

Joost Oilemans menambahkan bahwa Rusia telah menjelajahi persenjataannya untuk mencari kendaraan lapis baja yang masih dapat berfungsi untuk mengaktifkan kembali beberapa peralatan lama seperti tank T-54 dan T-62, dan mungkin memerlukan bantuan agar mereka tetap bisa dioperasikan.

“Korea Utara mungkin menjadi satu-satunya produsen suku cadang untuk (peralatan lama) itu, karena ia (Korea Utara) masih memiliki persediaan yang besar”, katanya.

Rachel Minyoung Lee, seorang analis Korea Utara yang bekerja di pemerintah AS selama 20 tahun dan sekarang bekerja untuk Open Nuclear Network, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Wina, mengatakan kepada The Seattle Times, bahwa apapun alasan dari penerbangan pesawat militer Rusia ke Pyongyang, Rusia dan Korea Utara sedang “menghasut” AS untuk menuduh mereka mengadakan kesepakatan tentang kesepakatan senjata.

Rachel Minyoung Lee menambahkan bahwa dirinya curiga kedatangan Shoigu ke Korea Utara itu ada kaitannya dengan pembahasan lebih dalam tentang kerja sama militer, tetapi “Mereka merasa lebih penting untuk menunjukkan kepada dunia bahwa ada saling mendukung di antar mereka. Tampaknya hal ini lebih penting daripada efek apa pun dari kunjungan Shoigu ke Pyongyang.” (sin)