Berita Buruk Bagi Ekonomi Tiongkok : 2 Raksasa Real Estate Menderita Kerugian Besar

 oleh Chen Qian 

Pada Kamis (10 Agustus), dua raksasa real estate Tiongkok, Evergrande dan Country Garden, mengumumkan laporan kerugian besar yang dihadapi perusahaan mereka. Menurut analisis, bahwa krisis di industri real estate ini telah memperparah risiko resesi ekonomi Tiongkok yang telah mengalami perlambatan pertumbuhan dalam beberapa tahun terakhir.

Tepat ketika ekspor Tiongkok sedang anjlok dan ekonomi mengalami deflasi untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir, kabar yang selain tidak menunjang, malah memperburuk datang dari industri real estat Tiongkok.

Hari Kamis malam, Country Garden, salah satu pengembang real estat terbesar Tiongkok mengungkapkan dalam laporannya yang disampaikan kepada Bursa Efek Hongkong. Isi laporannya menyebutkan kerugian bersih perusahaan pada paruh pertama tahun 2023 bisa mencapai RMB. 55 miliar (setara USD. 7,63 miliar). Perusahaan menyebutkan bahwa sebagian kerugian besar itu dikarenakan penurunan penjualan real estat

Pada Jumat, harga saham Country Garden di bursa Hongkong turun lebih dari 5%.

Frank Tian Xie, ​​​​seorang profesor di Aiken School of Business, University of South Carolina mengatakan : “Kerugian besar Country Garden pada paruh pertama tahun ini terutama secara umum disebabkan oleh penurunan penjualan real estat, sama juga seperti yang dialami pengembang real estat lainnya. Penjualan anjlok, rumah tak terjual, cash flow dan profitabilitas bermasalah semuanya.”

Lembaga pemeringkat Moody’s menurunkan peringkat Corporate Family Ratings Country Garden menjadi Caa1 dari B1, dengan alasan bahwa risiko likuiditas dan refinancing perusahaan telah meningkat.

Di awal pekan ini, Country Garden telah mengutarakan bahwa perusahaannya bakal gagal tepat waktu memenuhi pembayaran bunga / kupon dari dua obligasi senilai USD. 22 juta. Hal mana telah menggarisbawahi krisis cash flow perusahaan.

Ekonom UCLA Yu Weixiong mengatakan : “Dalam dua atau tiga dekade terakhir, real estat Tiongkok berada dalam kondisi harga yang terus naik, dan kemudian gelembung real estat semakin membesar. Perusahaan real estat ini menggunakan pengaruh untuk melakukan operasi yang melampaui kisaran yang masuk akal. Ekspansi untuk membangun rumah, dan lain-lain. Sekarang seluruh gelembung telah pecah, jadi tidak ada cara untuk terus mendukung utang yang terus membesar.”

Juga pada Kamis, raksasa real estat Tiongkok lainnya, Evergrande, merilis laporan keuangannya yang menunjukkan kerugian bersih sebesar RMB 52,7 miliar tahun lalu. Dimana pasiva perusahaan sudah melampaui aktiva.

Epidemi dan langkah-langkah lockdown ketat selama 3 tahun telah menyusutkan ekonomi Tiongkok, tingkat pengangguran kaum muda mencapai rekor tertinggi, dan konsumsi anjlok. Para ahli mengungkapkan bahwa begitu pasar real estat rontok, maka pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan mengalami putus sekring.

Yu Weixiong mengatakan : “Investasi di real estat Tiongkok mungkin menyumbang sekitar 10% hingga 20% dari PDB Tiongkok, jadi ini adalah proporsi yang sangat besar. Tanpa investasi real estat, tidak akan ada investasi baru, sehingga hal ini akan menyebabkan resesi pada pertumbuhan GDP ekonomi Tiongkok. Alasan utama lainnya adalah real estat biasanya memiliki pinjaman bank, sehingga akan menghasilkan reaksi yang berantai.”

“Ekonomi Tiongkok bahkan akan merosot dan kembali ke situasi 20 tahun silam, yaitu situasi sebelum Tiongkok bergabung dengan WTO pada tahun 2001, karena daya pendorong pertumbuhan ekonomi baik dari dalam maupun luar semuanya telah hilang”, kata Frank Tian Xie. (sin)