KTT Organisasi Kesehatan Dunia Pertama Tentang Pengobatan Tradisional

EtIndonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengadakan pertemuan puncak pertama tentang pengobatan tradisional. Acara dua hari ini, yang diselenggarakan bekerja sama dengan Pemerintah India, diadakan di Gandhinagar, India, dan bertujuan untuk menjajaki peluang untuk mengintegrasikan pengobatan tradisional ke dalam layanan kesehatan konvensional.

Dengan miliaran orang yang sudah bergantung pada obat-obatan tradisional, sangatlah penting untuk memvalidasi penggunaannya secara ilmiah dan berkolaborasi dalam mengintegrasikannya ke dalam sistem kesehatan umum.

Ketertarikan WHO terhadap pengobatan tradisional bukanlah hal baru. Tahun lalu, organisasi tersebut mendirikan Pusat Global untuk Pengobatan Tradisional di Jamnagar dengan dana sebesar 250 juta dolar dari India. Selain itu, pada tahun 2019, WHO akan memasukkan beberapa obat tradisional ke dalam Klasifikasi Penyakit Internasional-11 yang berpengaruh, yang banyak digunakan oleh para profesional kesehatan untuk mendiagnosis penyakit.

Shyama Kuruvilla, kepala Pusat dan Pertemuan Global Pengobatan Tradisional WHO, menekankan perlunya mengeksplorasi integrasi pengobatan tradisional ke dalam layanan kesehatan konvensional. Namun, beberapa peneliti masih skeptis terhadap kemungkinan hasil pertemuan puncak tersebut.

Edzard Ernst, peneliti pengobatan komplementer di Universitas Exeter, Inggris, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa pertemuan tersebut mungkin hanya menghasilkan retorika kosong dan bukan kemajuan nyata.

WHO saat ini mengakui berbagai disiplin ilmu sebagai pengobatan tradisional dan komplementer, termasuk Ayurveda, yoga, homeopati, dan terapi komplementer. Bagi banyak orang di beberapa negara, praktik-praktik ini merupakan satu-satunya sumber intervensi dan layanan kesehatan. Menyadari hal ini, KTT ini bertujuan mempertemukan peserta dari seluruh wilayah WHO, perwakilan masyarakat adat, praktisi pengobatan tradisional, serta pakar kebijakan, data, dan sains.

Pendekatan WHO terhadap pengobatan tradisional didasarkan pada bukti. Pedoman dan kebijakan WHO hanya mencakup intervensi atau sistem yang telah diuji secara ketat dalam uji coba kontrol acak atau tinjauan sistematis. Praktik ini akan berlanjut pada pengobatan tradisional, dengan memastikan bahwa hanya praktik berbasis bukti yang dipromosikan.

Kuruvilla juga menekankan perlunya standar global dalam industri kosmetik alami dan obat herbal, yang menghasilkan pendapatan miliaran dolar. Selain itu, untuk intervensi holistik seperti yoga, peneliti harus mengembangkan metode ilmiah yang sensitif secara budaya dan kontekstual, sehingga memerlukan pendekatan penelitian interdisipliner.

Lisa Susan Wieland, direktur Cochrane Center for Complementary Medicine di Fakultas Kedokteran Universitas Maryland, bertindak sebagai penasihat eksternal pada pertemuan tersebut.

Ia menekankan pentingnya peningkatan kualitas dan kuantitas penelitian obat tradisional untuk mengetahui keamanan dan khasiatnya. Banyak kemajuan telah dicapai dalam bidang ini selama 15 tahun terakhir, dengan semakin banyaknya penelitian yang bermunculan. Namun, kemajuan lebih lanjut diperlukan untuk memberikan bukti konklusif mengenai sistem pengobatan tradisional.

KTT WHO yang pertama mengenai pengobatan tradisional menandai langkah signifikan menuju integrasi praktik tradisional ke dalam layanan kesehatan umum. Meskipun masih ada skeptisisme, hal ini memberikan kesempatan bagi para ahli dari berbagai bidang untuk berkumpul dan mengeksplorasi potensi pengobatan tradisional.

Melalui penelitian dan kolaborasi yang cermat, kami berharap dapat memanfaatkan potensi penuh dari praktik kuno ini dan meningkatkan layanan kesehatan di seluruh dunia. (yn)

Sumber: earth-chronicles