Xi Jinping Menghadiri KTT BRICS di Afrika Selatan dengan Harapan Memperoleh Dukungan 

NTD

Xi Jinping tiba di Ibukota Johannesburg, Afrika Selatan pada Senin (21 Agustus). Kedatangannya rangka menghadiri KTT BRICS yang diselenggarakan pada 22 Agustus.  Ini adalah kunjungan luar negeri kedua bagi Xi Jinping tahun ini, dan kunjungan pertamanya ke Afrika Selatan dalam 5 tahun terakhir.

Analis percaya bahwa pada saat ketegangan Tiongkok – AS meningkat dan ekonomi Tiongkok serta diplomasi PKT berada dalam keterpurukan, Xi Jinping berharap dapat menarik lebih banyak negara untuk bergabung dengan organisasi BRICS yang tujuannya tak lain adalah memperluas pengaruh PKT di panggung internasional, dan secara ekonomi bersaing dengan kelompok G7 dan organisasi internasional lain yang didominasi oleh negara Barat.

Kolumnis Epoch Times Wang He mengatakan : “Bukankah Xi Jinping terus mengklaim bakal terjadi perubahan besar yang belum pernah ada dalam seabad terakhir ? Xi mengatakan bahwa sekarang adalah masa kebangkitan Timur dan kejatuhan Barat. Meski kebangkitan Timur yang ia maksud tidak hanya mengacu kepada Tiongkok, tetapi mengacu pada seluruh konfrontasi antara negara-negara Timur, Barat, Utara dan Selatan, dimana kekuatan negara-negara berkembang sedang naik, terutama adalah beberapa negara industri baru yang mulai berkembang, yang tergabung dalam BRICS, yakni Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan.Tiongkok berambisi untuk menarik negara-negara ini ke pihaknya, kemudian Tiongkok dapat mengambil kesempatan untuk bertindak atas nama mereka melakukan persaingan dengan negara-negara Barat dan Amerika Serikat”.

Tang Hao, komentator urusan internasional mengatakan : “Masalah eksternal terbesar yang dihadapi PKT saat ini adalah militer, diplomatik, perdagangan dan teknologi Tiongkok sedang dalam kepungan negara-negara industri G7 yang dipimpin oleh AS. Oleh karena itu, PKT berharap dapat memenangkan dukungan BRICS yang dapat digunakan sebagai bemper dalam melawan “Aliansi kekuatan Utara yang anti-Tiongkok” di G7. Sederhananya, PKT di mulut berbicara tentang mengkritik adanya perlawanan terhadap Perang Dingin yang baru, padahal di hati, ia sendiri juga terlibat dalam Perang Dingin yang baru.”

Salah satu topik utama KTT kali ini adalah perluasan keanggotaan. Menurut analisis, meskipun PKT ingin memanfaatkan “kebersamaan”, dan menggunakan Brasil untuk menahan Amerika Serikat sampai batas tertentu. Tetapi saat ini, negara-negara BRICS memiliki “uneg-unegnya” sendiri, sehingga besar kemungkinan keinginan PKT itu tidak kesampaian.

Wang He mengatakan : “Jangan lupa ada India dalam kelompok BRICS yang mendapat keuntungan cukup besar dari restrukturisasi rantai industri global akibat terjadinya sengketa perdagangan antara Tiongkok dengan AS. Sedangkan India dan Tiongkok sedang “berseteru” soal perbatasan. Oleh karena itu, dengan adanya India dalam kelompok tersebut, tampaknya Xi Jinping akan menghadapi kesulitan dalam memanipulasi BRICS demi kepentingannya, sehingga harapannya sulit tercapai.”

Data ekonomi resmi terbaru dari otoritas PKT menunjukkan bahwa perekonomian Tiongkok menghadapi tantangan yang lebih serius. Analis percaya bahwa Xi Jinping sangat mungkin mengambil tindakan berbahaya untuk mengalihkan perhatian domestik dari kesalahan dan kebijakan yang dibuatnya.

“Dilihat dari situasi saat ini, perekonomian Tiongkok sedang menghadapi tren penurunan jangka panjang yang sulit untuk dipulihkan. Jadi Xi Jinping yang terjepit masalah rumit internal dan eksternal, apakah tidak mungkin mengambil risiko meluncurkan perang lintas Selat Taiwan untuk mengalihkan konflik yang ia hadapi ? Inilah tantangan terbesar Amerika Serikat saat ini”, kata Wang He.

Para analis berpendapat bahwa kekuatan militer Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan yang kuat saat ini tidak diragukan lagi merupakan ancaman besar bagi peluncuran Perang Selat Taiwan oleh PKT. Pada saat yang sama, Amerika Serikat mempromosikan kerangka ekonomi Indo-Pasifik dan Asia-Pasifik, yaitu reorganisasi rantai pasokan global yang bertujuan mengurangi kemungkinan dan kemampuan Tiongkok untuk memaksa perekonomian negara-negara di seluruh dunia. Namun menghadapi ancaman Partai Komunis Tiongkok tidak hanya membutuhkan upaya negara-negara demokratis di seluruh dunia, tetapi termasuk kebangkitan dari rakyat Tiongkok.

Wang He mengatakan : “Situasi saat ini menunjukkan bahwa PKT menjadi semakin pasif, dan situasi yang ia hadapi secara keseluruhan menjadi semakin buruk. Apalagi masalah terbesar bagi PKT saat ini adalah rakyatnya yang semakin sadar dengan perlunya menyingkirkan PKT. Mereka memilih mundur dari keanggotaan partai dan organisasi afiliasinya. Hal ini akan menjadi penghalang besar bagi pihak berwenang yang selalu bertindak gegabah di dalam negeri.” (sin)