Untuk Pertama Kalinya dalam Sejarah, Taiwan Sebagai Negara Berdaulat Menikmati Bantuan Militer AS Senilai Rp 1,2 Triliun

 oleh Jin Shi

Hanya sehari sebelum Parlemen Inggris mengakui Taiwan sebagai negara merdeka, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menyetujui sebuah program bantuan militer gratis dalam skala besar kepada Taiwan sebagai negara berdaulat yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

Kementerian Luar Negeri AS memberitahu Kongres pada Selasa (29 Agustus) bahwa untuk pertama kalinya, mereka telah menyetujui hibah bantuan militer gratis sebesar USD. 80 juta (Rp1,2 Triliun) kepada Taiwan di bawah program Pembiayaan Militer Luar Negeri Amerika Serikat (United States Foreign Military Financing).

Program tersebut biasanya diterapkan kepada negara-negara berdaulat yang independen. Selain itu, pesanan bantuan militer dalam jumlah besar ini, tidak seperti penjualan senjata sebelumnya yang dibayar oleh pembayar pajak Amerika Serikat.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS mengatakan bahwa perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan merupakan kepentingan jangka panjang AS, namun ia juga menekankan bahwa “kebijakan satu Tiongkok” AS tidak berubah.

“Meskipun pejabat AS telah menekankan bahwa bantuan militer ini tidak mewakili perubahan dalam kebijakan lintas Selat AS. Namun, Amerika Serikat sebenarnya terus memaksimalkan status dan subjektivitas internasional Taiwan, yaitu mempromosikan Taiwan menjadi negara kuasi-berdaulat yang “ada dalam kenyataan tetapi tidak dalam nama” untuk diperlakukan dan dipertahankan, hanya dengan cara ini AS dapat menggunakan sumber daya terbesar dan mengumpulkan sebagian besar sekutu untuk mengkonsolidasikan perdamaian di Selat Taiwan. Dan mencegah ekspansi militer Tiongkok di Pasifik Barat,” ujar Tang Hao, komentator urusan internasional dan pakar masalah lintas Selat.

Bantuan militer ke Taiwan melalui program Pembiayaan Militer Luar Negeri Amerika Serikat merupakan bagian dari “Undang-Undang Penguatan Ketahanan Taiwan”. RUU ini telah dimasukkan dalam “Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional” pada tahun 2023 dan ditandatangani oleh Presiden Biden pada bulan Desember tahun lalu.

RUU ini memberi wewenang kepada pemerintah AS untuk memberikan bantuan militer gratis senilai USD. 10 miliar kepada Taiwan dalam waktu 5 tahun untuk meningkatkan kemampuan pertahanan militer Taiwan.

Kementerian Luar Negeri AS mengatakan dalam sebuah pengarahan bahwa peralatan militer yang mungkin termasuk dalam bantuan militer ini meliputi : sistem pertahanan udara dan pesisir, kendaraan lapis baja, kendaraan tempur infanteri, drone, rudal balistik, peralatan komunikasi canggih dan sebagainya.

Tang Hao mengatakan : “Peningkatan bantuan militer AS yang cukup pesat kepada Taiwan baru-baru ini juga menunjukkan bahwa AS ingin menghalangi upaya PKT yang sedang menghadapi kemunduran ekonomi sehingga perlu mengalihkan perhatian dan keluhan masyarakat dalam negerinya dengan melancarkan konflik senjata melintasi Selat Taiwan”.

Otoritas Partai Komunis Tiongkok sekali lagi menentang rencana bantuan terbaru Amerika Serikat kepada Taiwan.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Wang Wenbin mengatakan : “Tiongkok sangat tidak puas dengan hal ini dan dengan tegas menentangnya.”

Michael McCaul, Ketua Komite Urusan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat AS, mengeluarkan pernyataan menyambut langkah terbaru pemerintahan Biden, dengan mengatakan bahwa senjata-senjata ini tidak hanya akan membantu Taiwan, tetapi juga menjamin keamanan nasional AS di tengah meningkatnya agresi Partai Komunis Tiongkok.

“Garis merah AS adalah tidak mendukung kemerdekaan Taiwan, namun di luar garis merah ini, AS telah secara aktif memperkuat kerja sama dengan Taiwan, termasuk militer, perdagangan, diplomasi non-pemerintah, interaksi resmi, dan lain-lain. Pada dasarnya, alasan mengapa hubungan AS – Taiwan meningkat ke level terbaik dalam 50 tahun terakhir, adalah karena Partai Komunis Tiongkok sendiri telah menjadikan hubungan AS – Tiongkok sebagai yang terburuk dalam 50 tahun terakhir,” kata Tang Hao. (sin)