Larangan Apple iPhone di Tiongkok Tampaknya Merupakan Aksi ‘Pembalasan’

Beijing menganggap iPhone sebagai ‘alat tawar-menawar’, sebuah cara untuk meyakinkan Amerika Serikat agar melonggarkan tarif perdagangan era Trump. Hal demikian diungkapkan oleh seorang analis ekonomi

Dorothy Li

Gedung Putih pada 13 September menyuarakan keprihatinannya mengenai laporan bahwa Beijing memerintahkan pegawai negeri sipil di beberapa lembaga pemerintah agar tidak lagi membawa iPhone Apple ke kantor.

“Kami mengamati hal ini dengan prihatin,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby kepada para wartawan dalam sebuah konferensi pers pada Rabu (13/9).

Kriby menuturkan, tampaknya merupakan bagian dari aksi pembalasan yang agresif dan tidak pantas terhadap perusahaan-perusahaan AS yang pernah kita lihat dari Tiongkok di masa lalu. Kirby merujuk pada nama resmi Tiongkok, Republik Rakyat Tiongkok.

“Kenyataannya, kami tidak memiliki visibilitas yang sempurna tentang apa yang mereka lakukan dan mengapa.”

Kirby meminta pihak berwenang Tiongkok agar “lebih transparan.”

Komentar Gedung Putih muncul pada hari yang sama ketika Beijing memberikan tanggapan publik pertamanya atas laporan pembatasan iPhone.

“Tiongkok tidak mengeluarkan undang-undang, peraturan atau dokumen kebijakan yang melarang pembelian dan penggunaan ponsel merek asing, seperti iPhone,” kata Mao Ning, juru bicara kementerian luar negeri Tiongkok, kepada para wartawan dalam sebuah konferensi pers, menurut terjemahan resmi.

Mao mengatakan bahwa Beijing sudah melihat “laporan media” mengenai apa yang disebutnya sebagai “insiden keamanan” dari perangkat tersebut, tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Dia mengklaim rezim tersebut “sangat mementingkan keamanan siber dan informasi.” Ia juga mengatakan bahwa perusahaan telepon yang beroperasi di Tiongkok harus mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku.

The Epoch Times telah menghubungi Apple untuk memberikan komentar.

Minggu lalu, The Wall Street Journal melaporkan bahwa Beijing telah menginstruksikan pegawai negeri dan pejabat di beberapa lembaga pemerintah agar tidak menggunakan iPhone dan ponsel asing lainnya untuk bekerja. Bloomberg melaporkan bahwa larangan iPhone kemungkinan akan diperluas ke lembaga-lembaga sensitif dan perusahaan-perusahaan milik negara.

Pejabat lokal dari tiga provinsi mengatakan kepada The Epoch Times pada 8 September bahwa mereka telah diperingatkan untuk tidak membawa iPhone dan ponsel asing ke pertemuan-pertemuan penting. Para pejabat ini, yang berbicara secara anonim karena takut akan pembalasan, mencatat tidak ada dokumen resmi mengenai perintah itu.

Seorang pejabat dari kota Yuanyang, di pusat Provinsi Hunan, mengatakan kepada media bahwa pembatasan ponsel asing seperti iPhone dikeluarkan dalam beberapa bulan terakhir. Pejabat tersebut tidak ingin disebutkan namanya karena takut akan pembalasan.

Seorang pegawai departemen pemerintah yang sensitif di kota Shenzhen mengatakan bahwa pembatasan terhadap teknologi asing telah ada selama setahun. Dia mengatakan kepada media bahwa iPhone dilarang digunakan dalam pertemuan-pertemuan penting, sementara mobil Tesla dilarang masuk ke dalam kompleks pemerintah. Dia meminta untuk tidak disebutkan namanya karena takut akan pembalasan.

Seorang pegawai pemerintah lainnya di Provinsi Shandong, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan kepada media bahwa departemennya telah menerima larangan serupa untuk menggunakan iPhone dan Tesla di tempat kerja.

PKT Memperketat Kontrol Atas Populasi

Para pengamat luar mengatakan bahwa langkah terbaru Beijing ini bukanlah sebuah kejutan.

“Partai Komunis Tiongkok [PKT] telah mendorong lembaga-lembaga resmi dan perusahaan-perusahaan negara Tiongkok untuk mengganti teknologi asing, seperti komputer, sistem operasi, dan perangkat lunak dengan teknologi dalam negeri yang dapat mereka kendalikan,” kata Zhong Shan, seorang pengamat dan insinyur jaringan Tiongkok yang bekerja di Silicon Valley, kepada The Epoch Times.

Dia menyamakan larangan iPhone dengan upaya PKT selama beberapa dekade untuk memperketat kontrol atas rakyatnya. Beijing telah menggelontorkan sumber daya yang sangat besar untuk membangun sistem pengawasan nasional, menindak bisnis lokal dan asing, serta menghukum siapa pun yang dianggap mengancam keamanan nasional. Uang yang dihabiskan pemerintah Tiongkok untuk mengawasi seluruh masyarakat telah melampaui anggaran pertahanan nasional di bawah pemimpin tertinggi Xi Jinping, menurut analisis Nikkei Asia berdasarkan data resmi.

Untuk lebih memperkuat kontrolnya, Zhong mencatat bahwa beberapa kota di Tiongkok, seperti Changsha, telah mulai menggaji pegawai pemerintah dengan menggunakan mata uang Yuan digital.

Apa yang ingin dicapai oleh PKT adalah “pemantauan digital di mana-mana,” katanya.

Meningkatkan Daya Gedor (leverage)

Presiden Joe Biden mengatakan bahwa pembatasan ponsel Barat merupakan bagian dari upaya rezim Tiongkok untuk mengubah aturan main.

Presiden membuat pernyataan tersebut ketika ditanya tentang kritik Beijing terhadap Washington pada sebuah konferensi pers selama kunjungannya ke Vietnam pada 10 September.

“Tiongkok mulai mengubah beberapa aturan main, dalam hal perdagangan dan isu-isu lainnya,” katanya, menurut sebuah siaran pers. “Jadi, salah satu hal yang kami bicarakan, misalnya, adalah bahwa mereka sekarang berbicara tentang memastikan bahwa… tidak ada seorang pun di pemerintahan Tiongkok yang dapat menggunakan ponsel Barat.”

Para pejabat Tiongkok telah mempertanyakan ‘ketulusan’ pemerintahan Biden, dan mengklaim bahwa Amerika Serikat mendorong pembicaraan diplomatik sembari mengurung Tiongkok.

Presiden Biden menolak klaim mengisolasi Tiongkok, dengan mengatakan, “Saya tulus untuk memperbaiki hubungan ini.”

Namun, ia menunjuk pada praktik-praktik perdagangan yang tidak adil yang dilakukan Beijing.

Minggu lalu, saham Apple mengalami penurunan, mengakibatkan hilangnya valuasi sekitar $200 miliar, sebagai tanggapan atas laporan mengenai pelarangan iPhone di Tiongkok, salah satu pasar terbesar raksasa teknologi Amerika tersebut.

Pengalaman Apple menggambarkan risiko bagi bisnis asing yang sangat bergantung pada Tiongkok karena ketegangan antara Beijing dan Washington sedang memanas, menurut Davy J. Wong, seorang analis ekonomi yang berbasis di Amerika Serikat. Dia menggambarkan instruksi administratif dari Beijing sebagai “tidak terkendali dan tidak dapat diprediksi.”

Wong mencatat waktu pelarangan iPhone, yang terjadi di tengah-tengah diskusi yang sedang berlangsung di dalam pemerintahan Biden tentang apa yang harus dilakukan dengan tarif AS terhadap barang-barang Tiongkok senilai lebih dari $300 miliar.

Bea masuk tersebut diberlakukan oleh mantan Presiden Donald Trump sebagai bagian dari upaya pemerintahannya untuk memerangi praktik perdagangan tidak adil rezim tersebut, yang mana telah merugikan ekonomi AS hingga miliaran dolar.

Presiden Biden mempertahankan tarif tersebut, setidaknya untuk saat ini. Tinjauan Kantor Perwakilan Dagang AS terhadap tarif perdagangan era Trump diperkirakan akan selesai pada akhir tahun.

Tidak dapat dikesampingkan bahwa Beijing melihat iPhone sebagai “alat tawar-menawar,” cara untuk meyakinkan Amerika Serikat untuk meringankan tarif perdagangan era Trump, kata Wong kepada The Epoch Times, menyebutnya “sangat mungkin.”

Kepala pejabat perdagangan Presiden Biden, Katherine Tai, telah memperpanjang pengecualian tarif pada lebih dari 300 impor Tiongkok hingga akhir tahun ini. Kantornya mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa perpanjangan tersebut akan “memungkinkan untuk dipertimbangkan lebih lanjut.”

Mengenai tinjauan tarif pada  Juni, Tai mengatakan kepada NPR: “Saya tidak bisa mengatakan dengan pasti di mana kita akan berakhir karena kita harus membiarkan proses ini berjalan dengan sendirinya.

“Menurut saya, satu pertanyaan kunci yang sangat penting agar kita pertimbangkan adalah: apa yang telah dilakukan Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir ini yang membuat kita pantas untuk mengubah struktur tarif ini?”

Cheng Jing, Yi Ru, dan Wang Roux berkontribusi dalam laporan ini.