Wabah Virus Nipah Melanda India, Negara Bagian Kerala Siaga Setelah Kematian 2 Orang

Naveen Athrappully

Negara bagian Kerala di India selatan dalam keadaan siaga setelah dua orang meninggal dunia akibat wabah virus Nipah dan ratusan orang telah menjalani tes.

“Infeksi virus Nipah telah dikonfirmasi di distrik Kozhikode. Dua orang meninggal dunia karena penyakit ini,” kata Ketua Menteri Kerala Pinarayi Vijayan pada 13 September.

Lebih dari 700 orang sedang diuji untuk kemungkinan terinfeksi setelah diidentifikasi sebagai kontak erat, kata Menteri Kesehatan negara bagian Veena George kepada para wartawan, menurut CNN.

Sebanyak 77 dari kontak erat telah diidentifikasi sebagai “berisiko tinggi” dan diminta isolasi mandiri di rumah dengan pemantauan kesehatan yang ketat. Tiga orang, termasuk seorang anak, yang dinyatakan positif terjangkit virus tersebut. Kini mereka dirawat di rumah sakit untuk observasi.

Virus Nipah adalah virus zoonosis, yang berarti bahwa virus ini dapat menyebar antara hewan dan manusia. Infeksi dapat dicegah dengan menghindari paparan terhadap kelelawar dan babi yang sakit, menghindari tempat-tempat di mana virus ini ada dan tidak meminum getah kurma mentah, yang dapat terkontaminasi oleh kelelawar yang terinfeksi. Tidak ada vaksin untuk virus Nipah.

Virus Nipah diperkirakan dapat membunuh 40 hingga 75 persen orang yang terinfeksi, jauh lebih tinggi dari tingkat kematian COVID-19 yang hanya sekitar 2 persen.

Di distrik Kozhikode, pihak berwenang menyatakan tujuh desa sebagai “zona karantina”. Di sembilan desa, lembaga keagamaan, gedung pemerintah, kantor publik, dan pusat pendidikan telah ditutup. Transportasi umum dihentikan di daerah-daerah yang dianggap berisiko tinggi.

Di negara bagian tetangga, Tamil Nadu dan Karnataka, pihak berwenang telah memerintahkan tes untuk pengunjung dari Kerala, dengan rencana mengisolasi orang-orang yang menunjukkan tanda-tanda influenza.

“Kami berada dalam tahap kewaspadaan dan deteksi yang tinggi,” kata George kepada Reuters. “Para ahli sedang mengumpulkan sampel cairan dari area hutan yang bisa menjadi titik penyebaran.”

Sampel kotoran hewan, air seni kelelawar, dan buah yang sudah setengah dimakan dikumpulkan dari sebuah desa di mana korban pertama wabah baru-baru ini bertempat tinggal. Desa tersebut berada di dekat hutan seluas 300 hektar yang menjadi tempat tinggal berbagai spesies kelelawar.

Ini adalah wabah virus Nipah keempat di negara bagian ini sejak tahun 2018. Wabah pada tahun 2018 menewaskan 17 orang, dengan lebih dari 230 orang menjalani tes. Pada tahun 2019, pemerintah negara bagian menempatkan 300 orang di bawah pengawasan setelah seorang pria ditemukan terinfeksi. Pada tahun 2021, wabah ketiga tercatat, di mana seorang anak laki-laki berusia 12 tahun meninggal dunia.

“Kami adalah orang-orang yang mencegah dan secara efektif mengatasi penyakit Nipah. Kita tidak perlu takut, tetapi hadapi situasi ini dengan hati-hati,” kata Vijayan, menyarankan bahwa pembatasan mungkin akan segera diberlakukan.

“Semua orang harus siap untuk mengikuti instruksi dari Departemen Kesehatan dan Polisi dengan ketat dan sepenuhnya bekerja sama dengan pembatasan tersebut.”

Tanda dan Gejala Virus Nipah

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), kelelawar buah adalah “reservoir hewan” virus Nipah (NiV) di alam. Reservoir hewan mengacu pada spesies yang menyimpan patogen virus dan menularkannya ke manusia.

“Infeksi NiV dikaitkan dengan ensefalitis (pembengkakan otak) dan dapat menyebabkan penyakit ringan hingga berat dan bahkan kematian. Wabah terjadi hampir setiap tahun di beberapa bagian Asia, terutama Bangladesh dan India,” kata badan tersebut.

Gejala infeksi dapat muncul dalam waktu empat hingga 14 hari setelah terpapar. Penyakit ini awalnya memicu demam dan sakit kepala selama tiga hingga 14 hari dan dapat mencakup tanda-tanda penyakit pernapasan seperti batuk, kesulitan bernapas, dan sakit tenggorokan.

“Fase pembengkakan otak (ensefalitis) dapat terjadi, di mana gejalanya dapat berupa rasa kantuk, disorientasi, dan kebingungan mental, yang dapat dengan cepat berkembang menjadi koma dalam waktu 24-48 jam,” kata CDC. (asr)