Kakak Laki-lakiku Meminjam Uang untuk Membeli Rumah, Tiga Tahun Kemudian Dia Meninggal, Cara Kakak Iparku untuk Membayar Utang Aku Tolak

EtIndonesia. Yang disebut hubungan keluarga adalah bahwa kerabat saling membantu dalam kesulitan, tanpa keluhan, terlepas dari untung dan rugi.

Aku lahir di keluarga pedesaan biasa. Orangtuaku bekerja di lokasi konstruksi. Mereka hanya kembali untuk bersatu kembali dengan kami setahun sekali. Aku memiliki kakak laki-laki yang tiga tahun lebih tua dariku. Pada hari-hari ketika ayah kami tidak ada, kakakku selalu peduli padaku.Saat itu, aku merasa masa kecilku bahagia, karena aku memiliki kakak yang baik hati.

Saat aku kelas 2 SMA, kakakku pergi bekerja jauh setelah gagal dalam ujian masuk perguruan tinggi. Sebagai anak tertua dari keluarga, kakakku juga mengambil tanggung jawab penting untuk menghidupi keluarga. Terutama setelah kematian ayahku, kakak laki-lakiku mengambil tanggung jawab penting untuk menghidupi keluarga sendirian.

Setiap bulan, kakakku mengirim uang ke rumah tepat waktu. Berkat kontribusi kakakku, sehingga aku dapat menyelesaikan universitas dengan sukses, dan setelah lulus, aku tinggal di kota untuk bekerja.

Pada tahun 2014, saat kakak iparku hendak menikah. Keluarga calon istrinya tidak minta mas kawin, tapi minta kakakku untuk membeli rumah di kota. Simpanan kakakku tidak cukup untuk membeli rumah, kemudian dia meminjam padaku 180.000 yuan, karena aku bisa seperti sekarang ini karena kerja keras kakaku, maka aku memberinya pinjaman 200.000. Saat itu, tidak ada surat perjanjian. Kakakku berjanji untuk melunasinya dalam waktu lima tahun. Kemudian, kakakku membeli rumah dan segera menikah.

Setahun setelah kakakku menikah, aku bertemu dengan suamiku yang sekarang. Rumah suamiku di Wuhan. Kondisi keluarganya cukup baik. Kami menikah setelah berkencan selama setahun.

Setelah menikah, kami menetap di Wuhan. Karena kesibukan pekerjaan, aku jarang kembali ke pedesaan untuk mengunjungi orangtuaku.

Dalam sekejap mata, tiga tahun kemudian, kakakku sakit parah. Setelah tiga bulan perawatan, dia meninggalkan kami selamanya. Saat itu, keponakanku baru berusia dua tahun. Dengan kematian kakakku, situasi dalam keluarga menjadi lebih buruk. Suamiku juga tahu bahwa tidak mudah bagi kakak ipar untuk membesarkan anaknya sendirian.

Suatu hari kakak iparku menemui aku untuk membicarakan masalah pinjaman kakakku untuk membeli rumah. Kakak ipar mengatakan bahwa meskipun suaminya sudah meninggal, dia akan membayar utang itu padaku, dan dia berkata: “Adik ipar, saya pikir kamu dan suamimu biasanya sangat sibuk bekerja, bagaimana kalau aku bekerja di rumahmu sebagai pengasuh, dan menggunakan gaji bulanan untuk melunasi utang, apakah kamu setuju?”

Setelah mendengar usulan kakak iparku, aku tidak bisa menerimanya, karena bagaimanapun juga dia adalah saudaraku. Jika dia datang ke rumah kami sebagai pengasuh, akan canggung untuk bertemu dengannya, jadi aku berkata kepadanya: “Kakak ipar, meskipun kakakku sudah pergi, kamu akan tetap menjadi kakakku. Kakak ipar, tidak mudah bagi kakak untuk merawat anak sendirian, saya telah berdiskusi dengan suamiku bahwa kamu tidak perlu membayar utang itu kembali, keluarga harus saling membantu, bukan?”

Setelah mendengarkan kata-kataku, kakak iparku meneteskan air mata. Saya pikir ini adalah yang namanya keluarga.

Sumber: uos.news