Pengungkapan Kekayaan Perdana Menteri India Patut Dijadikan Teladan

Zhang Jing

Sejak Narendra Modi menjabat sebagai PM India pada 2014 lalu, setiap tahunnya ia selalu memublikasikan informasi aset pribadinya, seperti total aset yang diungkapkan pada Agustus 2014 sebesar 12,61 juta Rupee India, total aset pribadi yang diungkapkan awal 2016 sebesar 14,11 juta Rupee India, 2019 sebesar 24,9 juta Rupee India, 2020 sebesar 28,5 juta Rupee India, dan belum lama ini ada media personal mengumumkan aset pribadi milik PM Modi pada 2023 sebesar 14,1 juta Rupee India (2.895.926.097 rupiah, kurs per 26/09), di antaranya uang tunai hanya sebanyak 963.591 rupiah saja.

Aset milik Modi yang bernilai tertinggi adalah sebuah rumah yang dibelinya pada 2002, ia memiliki sebuah aset properti di Gandhinagar yang mencapai ¼ dari total asetnya, dengan luas sekitar 328 meter persegi. Nilainya diperkirakan hampir 10 juta Rupee India. 

Modi tidak memiliki mobil, pesawat, yacht, kapal, sawah, atau properti yang bersifat bisnis apapun atas namanya, Modi memiliki 4 buah cincin emas dengan berat sekitar 45 gram yang juga dipublikasikan sebagai perhiasan. Modi adalah seorang umat beragama yang taat dan hidup sangat sederhana. 

Sikap pemerintahannya yang bersih dan jujur itu telah menjadi teladan bagi seluruh negeri, dan lebih lanjut mendorong kemajuan India dalam upaya pemberantasan korupsi.

Selama 9 tahun Modi menjabat sebagai perdana menteri, PDB India rata-rata telah naik 5,3% dengan nominal laju pertumbuhan mencapai 10%, dan pada 2022 India telah menjadi negara ekonomi kelima terbesar dunia. 

Kini, Modi masih berupaya mewujudkan program “tiga langkah ekonominya, yakni agregat ekonomi pada 2025 mencapai 5 triliun dolar AS, dan pada 2032 melampaui Jepang menjadi negara ekonomi ketiga terbesar di dunia, serta pada 2047 yakni setelah 100 tahun kemerdekaan India, menjadi sebuah negara maju.

Sejak Maret 2003, India menuntut semua orang yang mencalonkan diri sebagai pejabat publik harus mengumumkan rincian harta kekayaan keluarganya. 

Oleh sebab itu, Modi sebagai perdana menteri pilihan rakyat, harus menaati peraturan negara terkait hal ini dengan secara rutin mengumumkan kekayaan pribadinya, dan menerima pengawasan oleh rakyat.

Di dunia internasional, dalam sistem pengungkapan kekayaan pejabat ada yang disebut dengan “sunshine policy” (kebijakan matahari terbit, red.), dan juga “mengakhiri pemberantasan korupsi”. 

Mayoritas negara di dunia telah mengeluarkan aturan pengungkapan harta benda pejabat negara. Menurut statistik bank dunia, pada 2016 terdapat sebanyak 153 negara di dunia yang telah menciptakan sistem pengungkapan harta kekayaan pejabatnya.

Sementara itu RRT juga telah ikut menandatangani “Konvensi Anti-Korupsi PBB” pada 2003, tetapi sistem pelaporan pengungkapan pendapatan dan kekayaan para kader pemimpin PKT yang sebenarnya sampai saat ini masih saja dalam kondisi keras suara guruhnya tapi kecil hujan yang menetes, beberapa tahun terakhir ini seiring tekanan terhadap media massa dan opini publik, bahkan tidak terdengar lagi kabar beritanya.

Saat ini PKT menuntut pejabat segala tingkatan melakukan “pelaporan” kekayaannya, akan tetapi bukan “pengungkapan kepada publik”, melaporkannya kepada departemen atau organisasi yang berwenang, jadi kekayaan para pejabat tersebut dikuasai sendiri oleh PKT, bukannya dipublikasikan kepada masyarakat. Ini berbeda sekali dengan sistem pengungkapan kekayaan yang diberlakukan oleh negara-negara lain di dunia.

Contohnya, Prefektur Altay Provinsi Xinjiang pada 2009 pernah meminta 55 orang pejabat pemerintah setingkat wakil kabupaten yang baru saja diangkat pada desember 2008 untuk mengungkap kekayaan pribadi mereka, tetapi dengan cara “dua buku jurnal”; jurnal pertama meliputi gaji, bonus, tunjangan, hadiah, dan lain-lain, diungkapkan kepada publik; jurnal kedua berisikan kondisi seluruh kekayaan, yang ini tidak dipublikasikan. 

Kota Cixi Provinsi Zhejiang juga meminta pejabat daerahnya melaporkan kekayaan keluarga mereka, termasuk pendapatan pribadinya, properti atas nama putra putri mereka yang belum dewasa, mobil pribadi, dan lain-lain, tetapi hanya untuk diungkapkan dalam lingkup departemennya sendiri, dan yang diwajibkan melaporkan tidak termasuk pemimpin utama setempat. 

Setelah itu, Kabupaten Gaoxian di Provinsi Sichuan, Kota Liuyang di Hunan, Kota Yinchuan di Ningxia juga melakukan uji coba pengungkapan kekayaan pejabat dengan metode yang berbeda, tapi lebih memiliki makna pertunjukan untuk mencari perhatian saja, jadi tidak ada motivasi untuk kelanjutannya, sehingga satu persatu berguguran.

Setelah Xi Jinping menjabat pada 2012, bersama dengan Wang Qishan melakukan ajang pembersihan di kalangan pejabat lewat gerakan pemberantasan korupsi, tapi justru pada 2013 dilakukan penangkapan terhadap “sepuluh orang mulia” yang meminta para pejabat PKT mengumumkan kekayaannya, serta dijatuhi vonis hukuman berat dengan tuduhan “menimbulkan masalah dan keributan, serta mengganggu ketertiban umum”, pada saat bersamaan diambil tindakan keras terhadap New Citizens’ Movement yang berinisiatif membentuk sistem pengungkapan kekayaan pejabat.

Pada akhir 2019, pensiunan dosen Peking University yang terkenal karena pernah melontarkan pernyataan “satu-satunya hal yang dapat dilakukan pemimpin PKT saat ini dengan harapan tercatat sebagai peristiwa yang bersejarah, adalah membawa partai ini memudar dari pentas sejarah dengan penuh kehormatan” yakni Zheng Yefu kembali merilis artikel, yang meminta “kekayaan diungkap kepada publik, mohon dimulai dari Komite Tetap Politbiro”. 

Akan tetapi, sampai hari ini pengungkapan kekayaan pejabat PKT tak pernah ada wujudnya. Mengapa pengungkapan kekayaan pejabat PKT begitu sulit dilakukan?

Pertama, terlalu banyak pejabat PKT yang kekayaannya tidak pantas diungkap; pada 2003 PKT secara internal pernah melakukan uji coba mengungkap kekayaan di wilayah Kota Shanghai dan Provinsi Shandong, tapi saat dilakukan pengungkapan internal, didapati masalah yang sangat serius, karena lebih dari 90% kader tingkat provinsi dan departemen di Shanghai memiliki aset bernilai di atas 10 juta yuan; lalu lebih dari 99% kader tingkat provinsi dan departemen di Provinsi Guangdong memiliki aset bernilai di atas 10 juta yuan.

Pada 2004, “Laporan Investigasi Kekayaan Keluarga dan Gaji Pegawai Negeri Instansi Negara dan Departemen serta Partai” yang dirampungkan oleh Dewan Negara, Komisi Inspeksi Kedisiplinan Pusat, dan Academy of Social Sciences telah mengungkapkan kekayaan keluarga yang dimiliki kader tingkat provinsi, daerah, dan departemen seluruh negeri, Provinsi Guangdong antara 8 sampai 22 juta; Kota Shanghai antara 8 sampai 25 juta; Provinsi Fujian antara 7 sampai 16 juta; Provinsi Zhejiang antara 7 sampai 20 juta; Provinsi Jiangsu antara 7 sampai 18 juta; Provinsi Shandong antara 7 sampai 15 juta; dan Provinsi Liaoning antara 7 sampai 14 juta. Hanya kekayaan keluarga saja yang di atas 7 juta yuan tersebar merata di kalangan pejabat di tujuh provinsi dan kota. 

Pendapatan kader PKT setingkat daerah dan departemen setara dengan 8~25 kali lipat dari pendapatan rata-rata warga kota di daerah setempat, atau setara dengan 25~85 kali lipat dari pendapatan rata-rata petani setempat, dan telah menjadi kelas birokrat yang diistimewakan.

Pada 2012, ketika pertikaian kekuasaan internal PKT menjadi semakin sengit, kekuatan setiap faksi menyebarkan rumor kepada media massa asing, saling mengungkap aib, lewat pemberitaan media massa asing rakyat Tiongkok mengetahui keluarga para petinggi politik negeri Tiongkok yang tadinya adalah “kaum proletariat” telah menjadi keluarga konglomerat, yang memiliki kekayaan ratusan juga bahkan milyaran dolar AS. 

Karena para “keluarga Merah ini memiliki latar belakang politik dan kapital yang sangat besar, sehingga start awalnya tinggi, serta mudah memperoleh sumber daya sosial. Keluarga bisnis Merah itu, banyak yang melakukan perdagangan yang harus dievaluasi dan mendapat persetujuan, industri dasar, sumber energi dan lain-lain. Sektor properti juga merupakan bidang yang disukai kebanyakan keluarga Merah.”

Doktor Wang Youqun dalam artikelnya “Jumlah Pejabat Korup RRT Nomor Satu Di Dunia” menyebutkan, selama 10 tahun Xi Jinping berkuasa, hingga Kongres Nasional ke-20 pada 2022, telah memeriksa 112 orang pejabat korup, jumlah tersebut adalah yang tertinggi di dunia, dan semua ini hanyalah yang kebetulan “sedang sial”, masih banyak lagi pejabat korup yang belum ditangkap.

Kedua, karena pengungkapan kekayaan yang bersumber dari sistem demokrasi pasti akan menjatuhkan reformasi sistem politik PKT; pengungkapan kekayaan pejabat memang berasal dari sistem demokrasi yang konstitusional, diawasi oleh masyarakat, media massa, dan khalayak ramai, bahkan diawasi pula oleh para pesaingnya sehingga terbentuklah mekanisme masyarakat demokrasi yang menjamin berjalannya sistem pengungkapan kekayaan pejabat ini.

Sedangkan PKT adalah pemerintahan partai tunggal dengan sistem kediktatoran, yang memberlakukan monopoli politik, monopoli sumber daya, dan pengendalian opini publik, yang disebut dengan gerakan pemberantasan korupsi PKT lebih menyerupai metode pembersihan di kalangan mafia, ini yang disebut “mengawasi diri sendiri”. 

Hasil yang ditimbulkan adalah tingkat pejabat yang korup kian hari kian tinggi, jumlahnya juga kian banyak, kasusnya juga semakin besar, inilah yang menyebabkan nilai korupsi pejabat secara mengejutkan kian hari kian membesar.

Jika diterapkan pengungkapan kekayaan pejabat yang sesungguhnya, masyarakat pasti akan menuntut PKT mengakhiri kediktatorannya, dan melangkah menuju sistem demokrasi. Justru hal inilah yang paling ditakutkan oleh PKT. 

Seperti peristiwa Pembantaian Tiananmen 4 Juni 1989, PKT lebih memilih melakukan kejahatan yang tak terampuni itu, yakni melepaskan tembakan terhadap pelajar yang menuntut agar PKT melakukan reformasi sistem politik, dan tidak ingin mengalah sedikit pun dalam hal ini.

Jadi dalam hal ini, PKT lebih memilih “membedah dirinya sendiri” dengan metode pembersihan internal ala kalangan mafia, dan tidak ingin menyerahkan hak pengawasan kekayaan para pejabatnya kepada publik.

Pemberantasan korupsi yang dilakukan PKT hanya semacam cara untuk menyingkirkan lawan-lawan politik dan mencengkeram kekuasaan lebih erat, tujuan akhirnya selain melindungi partai, juga untuk melindungi hak istimewa mereka. 

Oleh sebab itu, pemberantasan korupsi, maupun yang diistilahkan ‘memukul lalat’, atau ‘membunuh harimau’, semuanya hanya kebohongan untuk menipu rakyat Tiongkok saja. Seperti yang dilakukan sekitar 70 tahun silam, Mao Zedong menyerukan slogan demokrasi, kebebasan, dan semacamnya, hanya untuk menarik simpati orang lain saja.

Pada 1945 setelah Huang Yanpei mengiringi kunjungannya ke Kota Yan’an, ia melangsungkan suatu perbincangan dengan Mao Zedong. Huang mengusulkan bagaimana partai komunis dapat mengatasi masalah periode siklus dinasti yang “bangkit cepat, runtuh pun cepat”.

Mao menjawab, “Kami partai komunis telah menemukan jalan baru, yang dapat membuat kami terbebas dari siklus sejarah ini. Jalan baru ini, adalah demokrasi. Hanya dengan membiarkan rakyat mengawasi pemerintah, maka pemerintah tidak akan berani lengah; selama setiap orang mengemban tanggung jawab ini, maka tidak akan terjadi kerusuhan.”

Fakta membuktikan, yang dimaksud Mao Zedong dengan “membiarkan rakyat mengawasi pemerintah, maka pemerintah tidak akan berani lengah”, hanyalah kebohongan terbesar untuk menarik simpati orang pada waktu itu, setelah PKT berkuasa, yang diterapkannya adalah kediktatoran dan otoriter.

PKT tidak melangkah menuju jalan baru yang disebut Mao Zedong dapat “terbebas” dari siklus sejarah ini, yakni menerapkan demokrasi. Akan tetapi, siklus sejarah “bangkit cepat, runtuh pun cepat” yang dikatakan oleh Huang Yanpei ini benar-benar nyata. 

Selain itu, saat ini yang terlihat dari berbagai fenomena yang muncul, “runtuh pun cepat” rezim PKT kemungkinan akan segera tiba. (sud/whs)