Putin Merendah, Khianati Xi Jinping dalam Gurauan?

Qin Peng Mengamati

Xi Jinping menghabiskan dana besar guna mengadakan KTT One Belt One Road (OBOR), muncul orang bermuka dua, di sela-sela gurauan santai, Putin mengkhianati Xi Jinping. Bursa efek RRT pun ‘memilih dengan kaki’ (hengkang). Masyarakat internasional memandang dingin terhadap Zhongnanhai. Pottinger menyebut Xi Jinping akan menyulut api pada 3 titik. Uni Eropa menggelontorkan 300 milyar Euro, untuk melawan Beijing. 37% adalah suatu angka yang membuat India bahagia.

OBOR Tak Lagi Bersinar, Bursa Efek Tiongkok Memilih Dengan Kaki

Xi Jinping meraih puncak kekuasaannya pasca Kongres Nasional ke-20, tampaknya sangat cemerlang. Tapi ungkapan Tiongkok klasik mengatakan dengan tepat bahwa “setelah mencapai puncak pasti akan merosot”, dalam kitab I Ching juga disebutkan “matahari setelah lewat tengah hari akan terbenam, bulan setelah bulat sempurna akan kembali mengecil”. Matahari merah setelah mencapai tengah hari, kemudian akan menurun.

Itulah sebabnya, belakangan ini yang paling dikhawatirkannya adalah, ada orang lain yang menantang kekuasaannya, jadi ia pun melengserkan kedua anggota dewan negara yang dipromosikannya sendiri; tapi khawatir dirinya menjadi penguasa yang meruntuhkan negara, maka sebuah buku sejarah berjudul “Kaisar Chongzhen (kaisar terakhir Dinasti Ming, Red.): Penguasa Penghancur Negara Yang Rajin Menjalankan Pemerintahan” yang dicetak ulang pun dilarang untuk beredar. Akibatnya adalah, mengundang rasa penasaran yang amat besar di kalangan warganet Tiongkok, membuat harga buku edisi sebelumnya berjudul “Masa Lalu Kaisar Chongzhen” meroket tinggi, di situs buku bekas di Tiongkok harga buku tersebut dijual sampai puluhan kali lipat dari harga aslinya. Buku versi elektroniknya, juga disebarkan secara menggila.

Fenomena aneh ini, sangat menjelaskan perbedaan mencolok antara pihak pemerintah dengan aspirasi rakyat. Sebenarnya, perbedaan kontras ini juga terlihat pada KTT “One Belt One Road” (OBOR) yang diadakan Xi Jinping dengan menggelontorkan dana besar.

Bagi pemerintah, yang diperlihatkan adalah ruang rapat yang gemerlap, para tamu undangan dari berbagai negara, pesta jamuan yang mewah, dengan meja jamuan yang panjangnya mencapai lebih dari 40 meter. Media massa partai bahkan meminjam mulut para undangan, untuk membual tentang prestasi besar yang diraih program OBOR selama sepuluh tahun terakhir, dan menjadi produk publik internasional yang telah diakui dunia. Tetapi di kalangan warga, hanya ada tudingan “penghamburan dan mubazir”, serta menilainya sebagai suatu pertemuan para pengemis (Kaipang, istilah dari cersil, red.), daripada menebar uang bagi negara lain, lebih baik dana itu digunakan untuk menyelamatkan depresi ekonomi di dalam negeri, demi menstimulus investasi dan konsumsi.

Apakah KTT tersebut benar-benar berhasil? Bursa efek Tiongkok telah memberikan jawaban paling bagus: Selama dua hari berturut-turut, Indeks SSE Shanghai pada Rabu lalu telah anjlok 0,8%, lalu pada Kamis anjlok lagi 1,74% memecahkan rekor terendah dalam setahun ini, menembus angka psikologis 3.000 poin, juga memecahkan rekor penurunan terbesar dalam sehari sejak 11 Agustus lalu. Warganet menertawakan anjloknya bursa efek pada Rabu lalu dengan mengatakan: “KTT OBOR menguntungkan bursa efek, hari ini saham seri A domestik di bursa hanya 4.614 saham yang anjlok”.

Tak diragukan lagi, modal domestik maupun asing yang sensitif telah melihat kegagalan yang tampak dari program OBOR dari berbagai pertanda dan data yang ada, PKT masih saja membual, tapi bualannya sudah tidak bertenaga.

Faktanya, setelah OBOR dijalankan selama 10 tahun ini, dalam 5 tahun terakhir sudah mulai merosot, nilai investasi tahunannya telah menyusut drastis, dari puncaknya yang mencapai 120 miliar dolar AS pada 2018, anjlok hingga 60-70 milyar dolar AS per tahun, khususnya setelah pandemi 2020, sebanyak 60% negara terkait kesulitan memperoleh pendapatan, Srilanka dan banyak negara lain bangkrut, dari hampir 1 triliun dolar AS kredit yang telah disalurkan ternyata seperempatnya adalah kredit “bersifat bantuan” yang baru bertambah, dan kredit macet mencapai 78,5 milyar dolar AS.

Beberapa hari lalu, seorang pejabat RRT bahkan mengungkapkan kepada Bloomberg, proyek OBOR telah mati, Xi Jinping berniat memanfaatkan KTT ini untuk menghidupkannya kembali, tetapi karena perekonomian Tiongkok sendiri dalam kesulitan, sangat sulit untuk menghidupkannya kembali.

Dari pidato terbaru Xi Jinping, dan pengelola keuangannya yakni Wakil PM RRT He Lifeng, juga dapat dilihat gejala ini. Misalnya, dari 8 program tindakan yang dibicarakan Xi Jinping, mempromosikan proyek “kecil tapi indah”, yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa manusia berarti “tidak ada uang lagi”. 

Di luar kebiasaan, He Lifeng hadir dalam rapat pengusaha, dan berbicara panjang lebar soal niatnya memperluas keterbukaan dengan semua negara, tidak hanya mengutamakan menebar uang, melainkan mencari pasar bagi produk ekspor Tiongkok yang telah menyusut serius; sebelumnya, pihak berwenang juga mencoba melibatkan perusahaan swasta Tiongkok dalam proyek OBOR, yang juga menunjukkan bahwa proyek OBOR merugi dan badan usaha milik negara tidak dapat dilanjutkan.

“Keindahan matahari terbenam tak terbatas, sayangnya waktu telah senja”. Para elite di dunia finansial di Tiongkok jelas telah mengendus masa senja yang menyedihkan di tengah kemewahan dan dentingan gelas yang bersulang itu, maka dari itu, mereka memutuskan memilih hengkang.

Putin Rela Menjadi Adik Kecil? Salah! Sambil Tertawa Dia Mengkhianati Xi Jinping

Yang paling menarik dalam KTT kali ini, adalah Putin yang diburu oleh Pengadilan Kriminal Internasional dengan tuduhan kejahatan perang itu telah menjadi tamu kehormatan, dan Putin terus memuji Xi Jinping. Sepertinya ia yang selama ini sebagai kakak tertua dengan kedudukan tinggi, telah merendahkan diri dan menjadi adik kecil Xi Jinping.

Perkataan Putin terdengar menjijikkan, ia mengatakan Xi Jinping adalah “pemimpin yang telah diakui dunia”, yang tidak mengambil keputusan sesaat seketika, melainkan dapat menganalisa dan mengevaluasi situasi, serta membuat pertimbangan jauh untuk masa depan. Putin bahkan menyebut presiden negara lain yang (demokratis) dipilih oleh rakyat sebagai “pekerja lepas”, hanya datang “5 menit”, tampil sesaat di pentas internasional, lalu menghilang tak berbekas. Namun Xi Jinping bukan orang seperti itu.

Dengan demikian, hampir semua orang berpendapat, Putin sedang dililit masalah dalam dan luar negeri, yang membuatnya tidak berdaya, maka itu barulah berupaya mengambil hati Xi Jinping, dan berharap Xi merasa senang sehingga mau memberikan bantuan bagi Rusia. 

Sebenarnya Putin sengaja berpura-pura lemah, karena Xi Jinping hendak didorongnya ke depan panggung, agar masyarakat internasional bisa melihat, bahwa di tengah poros kekuatan jahat di dunia yang saat ini sedang menentang Amerika, adalah PKT ketuanya, dan sama sekali bukan Rusia. Ini adalah jurus yang sangat lihai, jadi ibarat kata peribahasa: “mengalihkan bencana ke timur.”

Pertama, Putin adalah seorang nasionalis sejati, negara Rusia selalu penuh kewaspadaan terhadap RRT, setahun terakhir walaupun terdesak dalam Perang Ukraina, Rusia tidak pernah sekalipun mengendurkan perlindungan kawasan timur jauhnya yang berdekatan dengan Tiongkok; kedua, Putin itu sangat cerdik, mahir bermain keseimbangan dalam hubungan internasional, memukul dengan meminjam tenaga lawan. Contoh, saat menjawab pertanyaan wartawan pada 2019 lalu apakah Rusia akan berpihak pada RRT dalam perang dagang AS-Tiongkok, Putin mengatakan, “Ada peribahasa Tiongkok yang mengatakan, dua macan bertarung di dalam lembah, monyet yang cerdik akan duduk di atas gunung, melihat siapa pemenangnya.” Ketiga, dalam perang Israel dengan Hamas, PKT bertaruh pada Hamas, tindakan ini sebenarnya tidak cerdas. Karena, negara-negara Arab sendiri pada dasarnya bukan hanya kekuatannya tidak besar, juga banyak terjadi konflik di antara tiap negara, yang mayoritasnya tidak mungkin berkonfrontasi terang-terangan dengan AS.

Dibandingkan Xi Jinping, Putin jelas lebih cerdik. Beberapa hari lalu, Putin secara terbuka berkata serangan Hamas itu “adalah serangan brutal yang belum pernah ada sebelumnya”, dan Israel berhak membela diri, dengan demikian, Putin tidak menyinggung Israel; pada saat yang sama, ia juga mengatakan mendukung Palestina sebagai bangsa yang merdeka, lagi pula ungkapan ini juga dapat mengambil hati negara-negara Timur Tengah lainnya; sekaligus ia juga mengutuk masalah ini ditimbulkan oleh AS, ia lagi-lagi menunjukkan sikap kerasnya terhadap AS, dan melanjutkan pembentukan sosok dirinya sebagai pria perkasa. 

Oleh sebab itu, jurnal Inggris The Economist dan jurnal AS Foreign Policy menyebutkan, Presiden Rusia Putin telah menyadari perang Israel-Hamas dapat memecahkan konsentrasi AS, bahkan bisa memanfaatkan peluang ini untuk memfitnah AS, ia berencana mendapat keuntungan dari perang ini. Sementara ABC Australia secara lugas menyebutkan, siapa pemenang terbesar dari peperangan ini? Mungkin hanya Putin.

Tentu, mungkin ada orang yang mengatakan, apakah Putin tidak akan menyinggung negara-negara Arab yang dipimpin oleh Arab Saudi? Jawabannya adalah: tidak. Karena pada Kamis (12/10) waktu setempat, Pangeran Arab Saudi menyampaikan pidato, pertama mengutuk Hamas, tapi juga mengutuk Israel.

Ia berkata, “Saya dengan tegas mengutuk tindakan Hamas yang tidak memandang usia dan gender warga sipil. Sasaran seperti ini telah menutupi status Hamas yang menyebutnya beragama Islam. Dalam ajaran Islam dilarang melukai anak-anak yang tak berdosa, wanita, orang tua, dan rumah ibadah. Saya juga mengutuk Hamas yang telah memberikan pondasi moral yang lebih tinggi bagi pemerintah Israel.” Ia juga mengutuk keras Israel, tapi jelas perkataan ini ditujukan kepada negara Arab lainnya, semacam teknik penyeimbang yang brilian, karena secara bersamaan ia mengatakan, perjanjian normalisasi Arab Saudi dengan Israel belum mati.

Perkataan Pangeran Arab Saudi ini sama halnya seperti Putin, yang merupakan melempar satu batu mengenai tiga burung yang sangat tipikal, ia secara cerdik mengambil hati AS dan Israel serta negara Barat lainnya, yang benar-benar diserangnya hanyalah Hamas.

Ini juga menyiratkan, walaupun sedang terpuruk dalam perang Rusia-Ukraina, namun dalam hal menilai berbagai peristiwa besar lainnya, alur pikiran Putin masih sangat jernih. Pada permukaan ia tampak tunduk pada Xi Jinping, membuat PKT mengeluarkan uang dan tenaga membantunya dalam melawan AS dan Eropa, tetapi dengan cerdik juga mendorong PKT ke panggung terdepan, dan memberitahu seluruh dunia: Dalam hal kontra AS dan Eropa, tolong jangan mengincar saya, pusatkan saja kekuatan kalian menghantam PKT.

Pottinger Ungkap Ambisi Xi Jinping, Eropa & India Melawan PKT

Sebenarnya, setiap tindakan dan gerak gerik PKT, telah disoroti oleh dunia bebas.

Pada Rabu lalu (18/10), mantan wakil penasihat keamanan AS Matthew Pottinger saat diwawancarai VoA berkata, Xi Jinping menjamu Putin di Beijing, “Sebagai upaya menimbulkan kekisruhan di Eropa dan Timur Tengah, dan pada akhirnya menimbulkan kekacauan di halaman depan Tiongkok.” Pottinger menilai, hubungan kemitraan PKT-Rusia yang sedang mendalam “tanpa batas”, seharusnya AS membuat Beijing memahami, menjalin hubungan dengan rezim kediktatoran harus mengorbankan reputasi dan membayar mahal dari segi ekonomi.

Potttinger juga mengkritik, “Titik berat Xi Jinping adalah ‘komunitas bersama umat manusia senasib’ yang hendak dibangunnya, ini adalah visi yang jahat yang membuat seluruh dunia tidak tenang. Ini bertentangan dengan tatanan perdamaian dan demokrasi, sebagai upaya menempatkan rezim kediktatoran dan porosnya di puncak kekuasaan dunia. Jika kita membiarkannya terwujud, maka dunia ini akan menjadi sangat gelap. Kita harus mencegahnya terwujud.”

Tentu, negara lain barangkali belum tentu memiliki pemahaman sejelas Pottinger, tapi juga semakin tersadarkan. Misalnya Eropa. Hari Kamis lalu, Bloomberg mengutip ungkapan nara sumber yang mengatakan, minggu depan Uni Eropa akan menjamu pemimpin dari 20 negara, untuk mendorong program infrastruktur global di kawasan persaingan strategis dengan Beijing.

Seorang pejabat senior Uni Eropa menyataan, program Global Gateway Uni Eropa, yang rencananya akan diadakan di Brussels pada 25 hingga 26 Oktober, akan dihadiri oleh pemimpin negara atau pemerintahan, termasuk Bangladesh, Senegal, Namibia, dan Moldova. Sementara perwakilan Mesir dan Republik Kongo belum memastikan kehadirannya.

“Global Gateway” diluncurkan pada 2022, rencana anggarannya sebesar 300 milyar Euro (sekitar 322 milyar dolar AS), yang bertujuan memajukan kecerdasan sektor digital, energi, dan transportasi, hubungan yang bersih dan aman, bersaing dengan pembangunan infrastruktur dan interkoneksi yang dilakukan PKT.

Tidak diragukan, kebijakan peredaan Eropa terhadap PKT sebelumnya telah mengalami perubahan yang signifikan, bersamaan dengan ditekankannya de-risking, juga diperkuat konfrontasi dengan PKT di bidang ekonomi, iptek, dan militer.

Pada akhir September lalu, Eropa, AS dan India, bersama Timur Tengah telah meluncurkan One Belt One Road versi anyar, yang disebut “Koridor Ekonomi India-Timur Tengah-Eropa” (IMEEC), yang disebut juga Koridor Ekonomi India-Eropa. Sebagian etnis Tionghoa mencemooh Eropa dan India telah mencontek, skalanya pun tidak sebesar “One Belt One Road” versi PKT, tapi program OBOR PKT telah mengalami masalah, skalanya terus menyusut dengan cepat.

Salah satu tanda-tanda atau fokusnya adalah, pemimpin negara yang menghadiri KTT OBOR kian tahun kian sedikit. Kali ini, walaupun Beijing dengan sengaja menciptakan citra seluruh negara berdatangan menghadap, tapi yang hadir dan tampil untuk foto bersama dengan Xi Jinping di atas panggung hanya 22 negara, banyak negara bahkan menteri luar negeri pun tidak diutus untuk hadir. Sungguh memalukan. Termasuk Timur Tengah, yang tadinya merupakan panggung utama program OBOR PKT, ternyata hanya ada satu negara yang mengirimkan pejabat seniornya untuk hadir dalam KTT! Ada media massa Barat yang menyebutkan, kali ini pemimpin negara yang hadir telah menyusut 37%, angka ini seharusnya membuat India merasa sangat puas.

Tentu saja, banyak orang akan mengatakan, itu karena PKT sudah tidak mempunyai uang lagi. Tetapi faktanya, dibandingkan dengan India, keuangan RRT masih jauh lebih unggul. Alasan sebenarnya tentu dipahami oleh Xi Jinping. Pada 4 Juli 2014 lalu, di saat menyampaikan pidato di Seoul National University, Xi Jinping mengutip kata-kata filsuf Wang Tong dari Dinasti Sui dalam kitab “Ritual dan Musik” yang mengatakan: “Berteman karena keuntungan, akan terputus bila keuntungan habis; berteman karena kekuasaan, akan terputus bila kekuasaan runtuh; hanya berteman dengan hati, akan berlangsung abadi.”

Lalu, mengapa teman Xi Jinping semakin lama semakin sedikit? (sud/whs)