4 Badak Abu-Abu dan Angsa Hitam di Pentas Politik PKT 

Wawancara khusus dengan Penulis/Komentator Hong Kong 

Belakangan ini terus bermunculan kekacauan di kalangan petinggi PKT (Partai Komunis Tiongkok), terutama Menhan Li Shangfu dan Menlu Qin Gang yang hingga kini hilang bak ditelan bumi, dan banyaknya perwira militer yang dihukum, menjadi sorotan opini internasional.

Penulis sekaligus komentator Hong Kong yakni Ngan Shun-kau saat diwawancarai oleh The Epoch Times pada 12 Oktober lalu, telah menganalisa badai yang melanda Zhongnanhai (kompleks bangunan di Beijing, yang bersebelahan dengan Kota Terlarang. Istilah ini sinonim dengan kepemimpinan dan administrasi pemerintahan RRT, dan sering digunakan sebagai metonimia untuk kepemimpinan RRT. Red.) pada masa jabatan ketiga Xi Jinping bahwa sedang terjadi peristiwa badak abu-abu (grey rhino, ancaman yang sangat mungkin terjadi, berdampak tinggi namun diabaikan) dan kemungkinan peristiwa angsa hitam (black swan, merujuk pada peristiwa langka yang berdampak besar, sulit diprediksi dan di luar perkiraan biasa. Red.). Berikut ini adalah rekaman wawancaranya:

Wartawan: Saat ini Menlu Qin Gang dan Menhan Li Shangfu menghilang, bagaimana Anda menilai hal yang menimpa kedua menteri yang ditunjuk langsung oleh Xi Jinping itu? Apakah ini merupakan akibat yang mutlak terjadi dalam pertikaian internal PKT?

Konflik politik internal di tingkat tertinggi PKT, tidak pernah berhenti terjadi sejak hari pertama PKT berkuasa. Mao Zedong menghabisi sendiri penerusnya, termasuk mantan Presiden Liu Shaoqi, mantan Suksesor Marsekal Lin Biao, lalu berlanjut dengan orang-orang yang disingkirkan oleh mantan ketua PKT Deng Xiaoping, termasuk mantan ketua PKT Hu Yaobang, dan mantan PM Zhao Ziyang.

Setelah Xi Jinping menjabat, yang dihabisinya dengan dalih pemberantasan korupsi lebih banyak lagi. Qin Gang dan Li Shangfu, tentu saja merupakan tumbal dalam perebutan kekuasaan, mereka adalah orang dari masa lampau, dalam sistem PKT, ini adalah hal lumrah, yang harus diperhatikan selanjutnya adalah siapa lagi yang akan menjadi korban berikutnya.

Xi Jinping adalah seorang kesepian yang tipikal, sangat minim akan rasa aman, sejak mulai menjabat, hal yang paling dipikirkannya adalah menyingkirkan lawan-lawannya, yang dialaminya sekarang seperti Mao Zedong di masa tuanya, yakni takdir akan dikutuk oleh sejarah pasca kematiannya, untuk itu ia mengukuhkan kader sendiri, dan melindungi posisi, ia tidak akan segan-segan membayar mahal. Oleh sebab itu, pembersihan serupa masih akan terus terjadi, hingga akhirnya, yang tersisa hanya segelintir penjilat di hadapannya, dan pada akhirnya negeri yang dikuasai oleh pemerintah RRT itulah yang berada di ambang bahaya.

Wartawan: Menurut Anda, apa alasan utama Xi Jinping melakukan pembersihan di tubuh militer dalam skala besar saat ini? Adakah hubungannya dengan krisis di Selat Taiwan?

Masih terlalu dini mengatakan pembersihan di tubuh militer secara besar-besaran, saat ini yang dibersihkan hanya Angkatan Roket (AR), yang lainnya seperti pasukan lapangan tidak diusik. Apakah Angkatan Roket terlibat kasus korupsi, atau ada kebocoran besar dalam hal pengadaan perlengkapan, belum diketahui pasti saat ini, dan masih harus diamati.

Pembersihan militer tidak begitu besar kaitannya dengan krisis Selat Taiwan, terutama karena kewaspadaan Xi Jinping terhadap krisis yang terlalu berlebihan, karena ia merasa ancaman berada dimana-mana sehingga selalu curiga, jadi ia berniat menyapu ranjau, tetapi apakah ranjau itu benar-benar ada, sepertinya dia sendiri juga tidak tahu pasti.

Ada hal yang memang harus dilakukan, ada pula hal yang dipikirnya harus dilakukan, padahal sebenarnya tidak perlu dilakukan, atau sama sekali tidak boleh dilakukan. Tetapi orang yang kehilangan pikiran normalnya, akan mudah mengambil keputusan yang salah, kaisar tidak percaya pada pejabatnya, lalu dengan mudahnya membunuh orang, seringkali para elite terbunuh semua, dan yang tersisa hanya sekelompok penjilat yang tidak becus, inilah jalan yang pasti ditempuh sebelum akhirnya dirinya sendiri menjadi korban.

Wartawan: Pada masa jabatan Xi Jinping yang ketiga, apa peristiwa black swan dan gray rhino terbesar yang dihadapi Xi Jinping?

Masa jabatan ketiga Xi Jinping, sebenarnya harus menanggung aset negatif politik yang ditinggalkannya dari dua masa jabatannya sebelumnya. Beberapa krisis gray rhino di hadapannya saat ini, yang pertama adalah hubungan RRT-AS yang memburuk, dan sudah tidak terselamatkan lagi, selanjutnya yang ada hanyalah persoalan yang lebih dalam dan lebih luas, dan terhadap hal ini, Xi Jinping sama sekali tak berdaya, hanya bisa menerima dengan pasif, sebisa mungkin mengurangi kerugian;

Gray rhino yang kedua adalah ekonomi Tiongkok yang telah merosot, untuk hal ini ia juga tidak memiliki cara penyelesaian;

Gray rhino ketiga adalah Hong Kong dan Taiwan, saat ini seluruh Hong Kong semakin bobrok setelah adanya UU keamanan nasional, reunifikasi Taiwan secara diplomatik maupun militer tidak memungkinkan, baik Hong Kong maupun Taiwan adalah pil pahit yang harus ditelannya;

Gray rhino keempat adalah Uni Eropa, Jepang, India, Australia, bahkan negara kecil ASEAN seperti Filipina dan Vietnam, semakin menjauh dari PKT, Xi memandang ke seluruh dunia, hanya Putin di Rusia satu-satunya teman yang tersisa, dan segelintir negara kecil lainnya (Korut, Iran, Afghanistan, Hamas) yang mengandalkan bantuan dari PKT, dalam hal diplomatik internasional telah terkucil, kondisinya semakin lama hanya akan semakin sulit.

Sedangkan peristiwa black swan, pada dasarnya tidak bisa diprediksi, tapi black swan itu datang atau tidak, semuanya ada hubungan sebab akibatnya, tidak akan tiba-tiba muncul angsa hitam yang mendarat tanpa sebab musabab. Baru-baru ini terjadi bank runs atau penarikan dana besar-besaran di bank, ini hanya tanda-tanda awalnya saja, tapi jika bank berskala besar mengalami kejadian serupa, maka itu adalah peristiwa black swan.

Untuk mengatasi dilema di depan mata, PKT terus mengeluarkan kebijakan darurat, tapi Xi Jinping telah kehilangan akal sehat, sewaktu-waktu mungkin akan mengeluarkan kebijakan yang dapat menyulut amarah warga, maka itu juga mungkin suatu peristiwa black swan. Pesawat dan kapal RRT kerap mengusik Taiwan, mungkin pada suatu hari nanti akan mengalami peristiwa kontak senjata, sehingga memicu perang di Selat Taiwan, dan pada akhirnya AS, Jepang, dan Korsel akan turun tangan, maka itu juga peristiwa black swan.

Wartawan: Sekarang Xi Jinping menekankan pertarungan, dan bahkan mengemukakan pengalaman Fengqiao, ini adalah tindakan penguasa PKT menekan masyarakat saat mengalami masalah, apakah akan berdampak sesuai harapan? 

Mengenai pertarungan, ada dua makna disini, pertama adalah pertarungan terhadap luar negeri, dan kedua adalah pertarungan terhadap dalam negeri. Pertarungan dalam negeri terbagi lagi menjadi dua lapisan, yang pertama adalah pertarungan terhadap kader internal partai yang berbeda haluan, dan yang kedua adalah tekanan terhadap masyarakat yang membangkang. Karena situasinya sangat buruk, akan berakibat membahayakan, maka Xi Jinping mau tidak mau harus membuat rencana menghadapi situasi terburuk.

Rencana menghadapi situasi terburuk itu adalah seandainya terjadi pergolakan masyarakat dimana-mana, dan pemerintah daerah kehilangan fungsinya, satu-satunya cara adalah PKT harus menggunakan kekuatan militer untuk meredamnya, jadi baru-baru ini kembali digalakkan pembentukan angkatan bersenjata dimana-mana, tujuannya agar lebih leluasa menghadapi pergolakan yang timbul di masyarakat.

Mengenai pengalaman Fengqiao, itu hanya metode massa melawan massa, yakni dengan memprovokasi sekelompok massa yang tidak mengetahui fakta, untuk membantu rezim PKT melawan kelompok massa lain yang menentang PKT, ini hanya semacam tindakan antisipasi untuk meredakan tekanan bagi pemerintah.

Namun ketika seluruh masyarakat dalam kondisi hancur total, masih ada berapa banyak massa yang akan mematuhi perintah PKT untuk turun ke lokasi kerusuhan menjaga stabilitas bagi PKT, itu masih suatu tanda tanya besar. Jadi pengalaman Fengqiao hanya seutas tali penyelamat terakhir bagi Xi Jinping yang sudah tidak berdaya, dan yang tidak akan begitu banyak membantunya mengukuhkan kekuasaan, yang benar-benar berfungsi meredam, masih kekuatan bersenjata.

Wartawan: Dalam pembelajaran kedelapan Politbiro PKT Xi Jinping menekankan harus aktif berpartisipasi dalam reformasi WTO, meningkatkan kemampuan kendali yang tinggi dalam membuka diri, bagaimana Anda menilainya?

Xi Jinping selamanya tengah bermimpi “solusi penyelesaian Tiongkok”, “One Belt One Road”, propaganda luar negeri, menyusup ke PBB, menebar uang membeli negara-negara kecil, semua itu adalah pemikiran besarnya dalam mengelola pola dunia. Kegigihannya terlihat pada diplomatik serigala perang, namun justru telah melukai perasaan seluruh dunia.

Sekarang AS dan Eropa telah sepenuhnya sadar, dan bersatu membentuk barisan anti-komunis, nada yang dinyanyikan Xi Jinping dalam mengelola dunia sudah mulai sumbang. Yang dihadapinya sekarang, bukan berpartisipasi dalam reformasi WTO, yang dihadapinya adalah ancaman dari AS dan Eropa yang merombak sistem PBB, untuk mendukung Taiwan bergabung dalam institusi PBB, bahkan ancaman negara demokrasi Barat yang mengakui status kedaulatan kemerdekaan Taiwan.

Xi Jinping suka membual, membuat narasi besar untuk menunjukkan status sejarah dirinya sebagai seorang raja diraja, inilah caranya melebih-lebihkan kehebatannya. Orang yang kompeten, akan lebih dulu mengatasi masalah ekonomi Tiongkok, bila perekonomian Tiongkok mati, bagaimana bisa bertahan hidup, reformasi WTO pun hanyalah mimpi di siang hari bolong.

Wartawan: Bagaimana Anda menilai hubungan Xi Jinping dengan kalangan birokrat PKT, dengan para sesepuh PKT, keturunan kedua Dinasti Merah, atau para ‘princelings’ (pemimpin yang berasal dari keluarga pejabat tinggi)?

Xi Jinping dan para princelings adalah komunitas bersama senasib, begitu juga dengan para sesepuh PKT. Tetapi kegagalan terbesar adalah, Xi Jinping tidak mengelola tanah air PKT dengan baik, sebaliknya justru telah merugikan kepentingan fundamental kelompok para elite, oleh sebab itu banyak di antara para sesepuh dan princelings yang berniat menggulingkan Xi Jinping. Masalahnya adalah, seandainya Xi Jinping digulingkan, siapakah yang akan menggantikannya? Melihat seluruh jajaran birokrat PKT, orang berkompeten yang menguasai situasi saat ini, yang mampu membangkitkan negara itu dari kematian, tidak ada satu orang pun. Daripada menggantinya dengan orang lain dan menimbulkan risiko yang lebih besar, maka terpaksa menerima status quo, dan memberikan tekanan pada Xi Jinping, setidaknya masih bisa bertahan beberapa waktu.

Sekarang pasti tidak sedikit para sesepuh dan princelings yang menyadari tanah air PKT dalam bahaya, dan sebenarnya mereka semua juga tidak memiliki “kebijakan efektif menyelamatkan negara (partai)”, mereka hanya bisa menggerutu sambil menyaksikan saja. Begitu kapal itu karam, semuanya akan ikut tenggelam, hanya sebisa mungkin bertahan agar tidak segera karam, menyelamatkan sampai semaksimal mungkin.

Wartawan: Bagaimana Anda memprediksi arah masa depan Zhongnanhai, dan masa depan masyarakat Tiongkok?

Masa depan Zhongnanhai, ia berusaha bertahan di tengah terpaan hujan dan angin, bencana sebesar gunung itu tak terhindarkan, masalahnya adalah berapa lama lagi masih dapat bertahan.

Masa depan masyarakat Tiongkok, pasti akan melalui proses keruntuhan suatu rezim, kalau cepat dalam lima tahun, kalau lambat dalam 10 tahun, rezim akan runtuh, seluruh negeri akan mengalami kekacauan; karena kemerosotan masyarakat, membenahi tanah air untuk kembali ke kejayaan tempo dulu, ini akan menjadi proyek bersejarah yang sangat sulit. Tanah air yang tentram, dan nilai universal yang menyatukan Tiongkok, saat ini belum terlihat. (sud/whs)