Pakar : Studi Harvard Menghubungkan Daging Merah dengan Diabetes ‘Tidak Masuk Akal’

Matthew Lysiak

Sebuah penelitian di Harvard yang mengklaim bahwa mengonsumsi daging merah dapat meningkatkan risiko diabetes mendapat kecaman dari seorang ahli nutrisi yang mengatakan kalau data para peneliti tidak mendukung kesimpulan mereka – dan berita utama yang terlalu dibesar-besarkan merupakan disinformasi.

Studi yang dipublikasikan pada 19 Oktober di The American Journal of Clinical Nutrition ini mengklaim bahwa orang yang makan hanya dua porsi daging merah per minggu dapat meningkatkan risiko terkena diabetes tipe 2 dibandingkan dengan orang yang makan lebih sedikit, dan risikonya meningkat lebih tinggi seiring dengan banyaknya daging yang dikonsumsi. 

Para peneliti juga menemukan bahwa mengganti daging merah dengan sumber protein nabati, seperti kacang-kacangan dan polong-polongan, dikaitkan dengan penurunan risiko diabetes.

Penulis pertama studi ini, Xiao Gu, seorang peneliti postdoctoral di Departemen Nutrisi, mengatakan dalam siaran pers bahwa “temuan ini sangat mendukung pedoman diet yang merekomendasikan untuk membatasi konsumsi daging merah, dan ini berlaku baik pada daging merah yang diproses maupun yang tidak diproses.”

Rilis penelitian ini mendorong beberapa berita utama yang menggembar-gemborkan apa yang tampaknya merupakan terobosan dalam ilmu gizi karena berita tentang temuan ini diambil oleh organisasi berita besar, termasuk The New York Times, Yahoo, CBS News, New York Post, dan lainnya.

“Studi :Makan daging merah secara signifikan meningkatkan risiko diabetes tipe-2 ,” demikian bunyi salah satu judul berita di Jerusalem Post, yang kemudian diangkat oleh MSN.

Namun, dasar dari penelitian tersebut, dan banyak artikel yang mengikutinya, tampaknya didasarkan pada ilmu pengetahuan yang tidak kuat dan juga terperosok ke dalam potensi konflik.

Pendiri Nutrition Coalition Nina Teicholz, seorang penulis investigasi dan jurnalis sains, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa jenis data yang digunakan dalam penelitian Harvard tidak dapat membangun hubungan sebab akibat antara daging merah dan diabetes.

“Ini adalah studi epidemiologi observasional, yang memberi kita data yang sangat lemah,” kata Teicholz. “Dalam sains, masalah utamanya adalah bahwa telah ada beberapa upaya klinis secara random untuk menguji hipotesis bahwa daging merah menyebabkan diabetes, dan hasilnya adalah tidak, saat ini tidak ada bukti dari penelitian standar tertinggi bahwa daging merah menyebabkan diabetes.”

Penelitian ini juga tampaknya tercemar oleh potensi konflik kepentingan. Tim peneliti yang mengumpulkan data bekerja di Harvard T.H. Chan School of Public Health, yang sebagian disponsori oleh Bill and Melinda Gates Foundation. Bill Gates adalah investor di Upside Foods, salah satu dari dua produsen daging sintetis yang disetujui oleh Departemen Pertanian AS. Gates telah menyatakan bahwa ia percaya bahwa alternatif daging diperlukan untuk menyelamatkan dunia dari bencana iklim yang ditimbulkan oleh gas rumah kaca.

Dalam sebuah wawancara dengan Technology Review pada tahun 2021, Gates mengatakan bahwa semua negara kaya harus beralih untuk sepenuhnya berhenti mengonsumsi sapi yang masih hidup dan bernapas.

“Semua negara kaya harus beralih ke 100% daging sapi sintetis. Anda akan terbiasa dengan perbedaan rasanya, dan klaimnya, mereka akan membuatnya terasa lebih enak seiring berjalannya waktu,” kata Gates kepada pewawancara. 

“Pada akhirnya, premium hijau itu cukup sederhana sehingga Anda dapat mengubah masyarakat atau menggunakan regulasi untuk mengubah permintaan secara total. Jadi untuk daging di negara-negara berpenghasilan menengah ke atas, saya rasa hal itu mungkin saja terjadi.”

Teicholz mengatakan bahwa masih belum jelas apakah dana dari Bill and Melinda Gates Foundation dapat ditelusuri secara langsung ke penelitian ini atau digunakan untuk operasional lain di sekolah. Namun, ia mengatakan bahwa ada hubungan keuangan dengan raksasa industri makanan lainnya dan penelitian ini.

“Sudah jelas bahwa mereka menerima sejumlah besar uang dari perusahaan industri makanan yang memiliki kepentingan untuk menyingkirkan daging dari piring makan,” kata Teicholz.

Lebih lanjut, salah satu penulis studi tersebut, Walter C Willett, seorang aktivis vegan yang terkenal, telah lama berargumen bahwa pengurangan konsumsi daging diperlukan untuk mencegah krisis planet.

Namun, hanya 2 persen dari total emisi gas rumah kaca di Amerika Serikat yang berasal dari produksi sapi potong, sementara produksi energi dan transportasi menghasilkan 53 persen emisi, menurut Badan Perlindungan Lingkungan AS.

Sejarah Kontroversi

Program ilmu gizi di Harvard memiliki sejarah panjang yang diwarnai kontroversi.

Pendiri Sekolah Nutrisi Harvard, Frederick Stare, berulang kali menegaskan pada tahun 1960-an dan 1970-an bahwa mengonsumsi gula dalam jumlah besar bukanlah hal yang tidak sehat, bahkan menggembar-gemborkan Coca-Cola sebagai “camilan sehat di antara waktu makan.”

Sementara itu, selama 44 tahun kariernya sebagai ahli gizi, Stare mengklaim telah mengumpulkan hampir 30 juta dolar, sebagian besar dari industri-termasuk jutaan dolar dari Kellogg’s dan General Foods, yang keduanya menjual sereal bergula-untuk melakukan penelitiannya, menurut otobiografinya, “Adventures in Nutrition.”

Teicholz mengatakan bahwa dengan mempromosikan penelitian ini sebagai ilmu pengetahuan yang mapan, para peneliti, bersama dengan media yang memperkuat hasil penelitian mereka, telah merugikan kesehatan masyarakat.

“Ada bukti yang kontradiktif bahwa diet keto dan diet rendah karbohidrat, yang mencakup banyak daging, sebenarnya dapat membalikkan diabetes, namun orang-orang mungkin mengikuti saran ini karena mereka melihat itu berasal dari Harvard,” katanya.

“Penelitian ini tidak masuk akal secara logika dan tidak boleh dianggap serius.” (asr)