Agen Perantara Transplantasi Organ Jepang Dihukum Penjara Karena Melanggar UU Transplantasi Organ

oleh Zhao Bin

Baru-baru ini, keputusan pengadilan distrik Jepang atas kasus yang melibatkan agen perantara dari Jepang yang pergi ke luar negeri untuk memperkenalkan transplantasi organ kepada pasien yang membutuhkan transplantasi telah menarik perhatian sejumlah kalangan. Kasus ini melibatkan rahasia mengerikan tentang pengambilan organ dari orang hidup yang dilakukan Partai Komunis Tiongkok (PKT). Ini juga merupakan pertama kalinya di Jepang seorang agen perantara dijatuhi hukuman karena keterlibatannya. Laporan yang relevan dari media arus utama Jepang juga telah menarik perhatian publik, sehingga pembasmian terhadap agen perantara transplantasi organ ilegal dapat dilakukan.

Pada 28 November, Pengadilan Distrik Tokyo Jepang menjatuhkan hukuman 8 bulan penjara dan denda sebesar JPY. 1 juta (setara USD. 6.778,-) kepada Hiromichi Kikuchi, 63 tahun, ketua organisasi nirlaba “Asosiasi Pendukung Pasien Berpenyakit Fatal”, karena melanggar Undang-Undang Transplantasi Organ. Asosiasi tersebut adalah agen perantara yang mengkhususkan diri dalam memperkenalkan orang Jepang yang membutuhkan organ untuk melaksanakan transplantasi di luar negeri. Ada pun asosiasi tersebut sudah memiliki pengalaman sekitar 20 tahun.

Hal ini telah menarik perhatian besar masyarakat Jepang, banyak sekali komentar yang ditinggalkan di kolom komentar laporan terkait, yang diteruskan ke media sosial seperti platform “X”. Banyak komentar merujuk pada topik sensitif, yakni menguak tabir transplantasi organ Tiongkok yang mengerikan :

“Dengan berkedok agen perantara transplantasi organ, sesungguhnya yang dilakukan mereka adalah jual beli organ, lebih seperti jual beli nyawa manusia”.

“Transplantasi organ dapat menyelamatkan nyawa, tetapi jika Anda pergi ke Tiongkok untuk melakukan transplantasi…ketika fakta tentang praktisi Falun Gong dan orang Uighur (yang organnya diambil paksa secara hidup-hidup) dipublikasikan di masa depan, apakah pasien-pasien ini (yang menerima donor organ) dapat menanggungnya secara mental ?”

“Negara ini setidaknya perlu membuat undang-undang untuk melarang transplantasi organ dari negara-negara yang melanggar hak asasi manusia”.

Banyak laporan tentang perantara transplantasi organ ilegal yang dilaporkan oleh media arus utama Jepang dalam satu tahun terakhir. Dan di antaranya ada sebuah laporan wawancara eksklusif oleh reporter Epoch Times Jepang yang isinya mengungkap adegan transplantasi organ mengerikan yang dilakukan PKT di Tiongkok.

“Epoch Times” Jepang mengungkap adegan pengambilan organ secara hidup-hidup yang kemudian ditindaklanjuti oleh media arus utama Jepang 

Meskipun laporan yang mengungkap pengambilan organ secara kejam dan meluas di rumah sakit-rumah sakit besar di Tiongkok, serta penyelidikan periferal terkait dengannya berikut sejumlah bukti tidak langsung telah dipublikasikan selama bertahun-tahun, namun tidak banyak laporan dari saksi di lapangan yang mengungkap kebenarannya secara detail. 

Pada 25 Juni 2022, Media “Epoch Times” Jepang melakukan wawancara eksklusif dengan Ushio Sugawara, mantan kader dunia bawah tanah Jepang Yamaguchi-gumi. Hasil ungkapan Ushio telah memungkinkan dunia ikut merasakan suasana mengerikan saat personel medis PKT yang kehilangan perikemanusiaan mengambil paksa organ dari orang yang masih hidup.

Ushio Sugawara keluar dari dunia bawah tanah Jepang pada tahun 2015, ia sekarang menjadi komentator ekonomi. Pada tahun 2007, ketika saudara laki-laki dari temannya pergi ke Rumah Sakit Umum Polisi Bersenjata Beijing di Tiongkok untuk transplantasi hati yang diperkenalkan oleh agen perantara, Ushio diminta bantuannya untuk mengantarkan obat protein yang diperlukan sebelum operasi, sehingga dirinya terpaksa berangkat ke Beijing dan berkesempatan untuk melihat dari dekat adegan horor pengambilan paksa organ dari tubuh hidup.

Ushio Sugawara mengatakan bahwa dokter mempersilakan dirinya pergi ke lokasi untuk melihat pendonor yang masih hidup. Akibat efek obat yang diberikan kepada pria pendonor tersebut, ia tidak sadarkan diri dan terbaring di tempat tidur. Dokter mengatakan kepada Ushio : “Pria ini berusia 21 tahun yang dijatuhi hukuman mati karena sebagai praktisi Falun Gong”. Sugawara menyimpulkan bahwa di balik situasi suram yang mempertaruhkan nyawa manusia ini tidak mungkin jika tidak ada keterlibatan dari pejabat pemerintah. Dia juga menunjukkan bahwa rumah sakit memperlakukan praktisi Falun Gong dengan sangat kejam, bagaimana tidak, coba bayangkan sebelum organnya diambil paksa, tendon tangan dan kaki praktisi tersebut dipotong terlebih dahulu. Kata dokter : “Yang pertama adalah mencegah korban berontak dan lari, yang kedua adalah mencegah ketegangan otot pendonor saat diambil yang bisa berpengaruh terhadap kualitas organ”.

Operasi transplantasi tersebut akhirnya gagal. Sugawara mengatakan : “Saudara laki-laki teman saya meninggal selama operasi. Tentu saja orang yang organnya diambil (praktisi Falun Gong) juga meninggal. Walau saya tidak tahu lagi bagaimana pihak rumah sakit menangani jenazahnya”.

Akibat “Epoch Times” Jepang menerbitkan laporan relevan yang disebutkan di atas, banyak sekali pertanyaan dari masyarakat Jepang yang khawatir mengalir masuk. Setelah itu, banyak media Jepang menindaklanjuti pemberitaan. Diantaranya, media berita terbesar Jepang “Yomiuri Shimbun” sejak 7 Agustus 2022 telah berturut-turut melakukan beberapa laporan tindak lanjut terhadap lembaga transplantasi organ luar negeri Jepang, dan memperoleh informasi tentang asosiasi yang dijatuhi hukuman kali ini, yakni bukti rekaman audio atas tindakan ilegal Hiromichi Kikuchi, ketua “Asosiasi Pendukung Pasien Berpenyakit Fatal” yang telah memperkenalkan dan berpartisipasi dalam setidaknya 10 kasus transplantasi organ ilegal ke berbagai negara. 

Menurut informasi yang disampaikan oleh situs resmi “Asosiasi Pendukung Pasien Berpenyakit Fatal”, bahwa pihaknya mulai tahun 2003 memperkenalkan pasien Jepang yang ingin melakukan transplantasi organ untuk pergi ke luar negeri, terutama Tiongkok.

Perlu dicatat bahwa saat asosiasi ini mulai terlibat dalam memperkenalkan transplantasi organ di luar negeri, bertepatan dengan saat rumah sakit-rumah sakit besar di Tiongkok mulai secara besar-besaran mengiklankan penerimaan transplantasi organ bagi orang asing. Pengacara hak asasi manusia Kanada David Matas dan mendiang mantan menteri kabinet Kanada David Kilgour telah menyelidiki skandal transplantasi organ yang dilakukan PKT selama bertahun-tahun. Pada tahun 2006, mereka mengeluarkan laporan dan menyimpulkan bahwa PKT terlibat dalam pengambilan organ secara ilegal, dan menggunakan metode yang “melanggar keinginan praktisi Falun Gong, dan mengambil paksa organ dari tubuh orang yang masih hidup dalam skala besar”. Laporan ini kemudian diterbitkan dalam sebuah buku berjudul “Bloody Harvest : Organ Harvesting of Falun Gong Practitioners in China”.

Menurut laporan survei terbaru David Matas pada 2019, terdapat 164 rumah sakit di Tiongkok yang disetujui oleh Kementerian Kesehatan Tiongkok untuk melakukan transplantasi organ pada 2007, dan terdapat lebih dari seribu rumah sakit yang mengajukan izin transplantasi organ. Sekitar 60.000 hingga 100.000 kasus operasi transplantasi yang dilakukan setiap tahun. Jumlah transplantasi organ setiap tahun di Tiongkok sangat besar, begitu pula jumlah personil yang terlibat.

Pada bulan Februari tahun ini, Hiromichi Kikuchi ditangkap karena dicurigai bertindak sebagai perantara transplantasi organ luar negeri secara ilegal dan menjalani proses peradilan. Sebagai kasus gelap pertama transplantasi organ yang melibatkan Tiongkok dan negara-negara lain di luar negeri, kasus ini sekali lagi menarik perhatian luas dari media Jepang seperti “NHK”, “Sankei Shimbun”, “Asahi Shimbun”, satu per satu surat kabar serta stasiun TV lainnya memuat laporan khusus ini. Laporan selain mengungkap kisah-kisah mengejutkan tentang pelanggaran etika manusia dalam transplantasi organ yang dilakukan negara dengan HAM yang buruk seperti Tiongkok, juga mengungkap berbagai pengalaman pasien Jepang yang terpaksa terlibat dalam kejahatan kemanusiaan setelah ditipu.

Terdakwa mengakui perbuatan memperkenalkan 90% pasien pergi ke Tiongkok untuk transplantasi organ

Pada 10 Oktober tahun ini, untuk pertama kalinya Pengadilan Distrik Tokyo menyidangkan “kasus Hiromichi Kikuchi” yang dituduh merekrut banyak pasien Jepang yang ingin menjalani transplantasi organ, mengenakan biaya tinggi, dan menjanjikan pasien waktu tunggu untuk menjalani operasi transplantasi hanya dalam beberapa bulan. Hal ini jelas melanggar peraturan “Hukum Transplantasi Organ” Jepang yang melarang penjualan organ manusia dan mencari keuntungan melalui perantara.

Di persidangan, terdakwa Hiromichi Kikuchi mengakui bahwa selama 20 tahun terakhir, asosiasinya telah menjadi perantara sekitar 170 orang pasien Jepang, dan 90% di antaranya telah menjalani operasi transplantasi di rumah sakit Tiongkok. Menurutnya, biaya rumah sakit di Tiongkok hanya 1/5 atau bahkan 1/10 dari biaya di Amerika Serikat. Namun, setelah wabah COVID-19 berkecamuk, penerbangan terhenti, sehingga Hiromichi Kikuchi kembali beralih ke rumah sakit di Eropa Timur dan Asia Tengah untuk kelancaran transplantasi.

Hiromichi juga menjelaskan biaya terkait transplantasi organ, termasuk JPY. 20 juta (setara USD. 136,000,-) untuk ginjal, JPY. 30 juta (setara USD. 204,000,-) untuk hati, JPY. 30 juta hingga 40 juta (setara USD. 204,000,- hingga USD. 272,000,-) untuk jantung., JPY. 40 juta hingga 50 juta  (setara USD. 272.000,- hingga USD. 340.000,-) untuk paru-paru. Biaya ini sudah berikut biaya operasi, biaya perjalanan, biaya agen, dan lainnya.

Pada 28 November, pengadilan menjatuhkan vonis terhadap Hiromichi Kikuchi : hukuman 8 bulan penjara dan denda JPY. 1 juta yen. Laporan yang relevan tersebar luas di media sosial. Beberapa orang Jepang meninggalkan pesan yang menyebutkan : “Demi kepentingannya, mereka secara paksa mengambil organ dari generasi muda Tiongkok yang berada di puncak kehidupan dan mengambil masa depan generasi muda Tiongkok. Ini adalah kelompok yang tidak manusiawi. Perilaku mereka tidak boleh ditoleransi”. Beberapa orang berkomentar : “Sebagai kaki tangan pembunuh, hukuman yang dijatuhkan kepada Hiromichi Kikuchi terlalu ringan”.

Ketika muncul di pengadilan negeri untuk pertama kalinya, Hiromichi pernah menyatakan bahwa dirinya “tidak bersalah” dengan alasan apa yang ia lakukan adalah bertujuan untuk “menyelamatkan ratusan nyawa manusia”.

Terhadap pembelaan Hiromichi Kikuchi, Hiroaki Maruyama, Ketua “Asosiasi Nasional Dewan Lokal yang Mempertimbangkan Transplantasi Organ” Jepang dan anggota dewan Kota Zushi, Prefektur Kanagawa, mengatakan kepada media “Epoch Times” bahwa hal itu “tidak dapat diterima”. Dia dengan marah mengungkapkan : “Banyak penyelidikan selama bertahun-tahun telah menunjukkan bahwa apa yang disebut transplantasi organ yang dilakukan di rumah sakit di seluruh Tiongkok pada dasarnya adalah pengambilan organ dari orang yang masih hidup untuk tujuan mendapatkan keuntungan besar. Itu adalah pembunuhan ! Ini sepenuhnya bertentangan dengan etika kedokteran untuk menyelamatkan nyawa manusia. Hiromichi Kikuchi adalah perantara semacam ini yang selain merupakan kaki tangan dalam pembunuhan orang lewat pengambilan organ di rumah sakit di seluruh Tiongkok, tetapi juga melibatkan banyak pasien Jepang yang tidak mengetahui kebenaran dalam kejahatan ini. Hal ini tidak dapat ditoleransi”.

Hiroaki Maruyama mengatakan, penangkapan dan pemidanaan terhadap agen perantara ilegal kali ini terkait dengan banyaknya pemberitaan media tentang kasus tersebut. Media mengungkapkan, alasan agen perantara ilegal memiliki pasar karena ia memiliki hubungan dengan pasar gelap organ di luar negeri, khususnya karena fakta, bahwa PKT melakukan pengambilan organ dalam skala besar karena didukung oleh negara untuk mendapatkan keuntungan. Namun, pemberitaan media sangat terbatas. Oleh karena itu pemerintah Jepang perlu membuat undang-undang untuk melarang transplantasi organ dari negara-negara seperti Tiongkok yang melanggar hak asasi manusia. (sin)