Ekonomi Tiongkok 2024 ini dan 2023 lalu: Merosot dan Depresi

DR Xie Tian

Dilema perekonomian Tiongkok pada 2023 lalu dengan krisis bertubi-tubi telah membuat masyarakatnya terguncang; memasuki tahun 2024, lalu bagaimanakah penampakan perekonomian Tiongkok, apakah akan membaik? Atau akankah terus merosot menuju depresi? 

Pasar properti di Tiongkok  sangat lesu, rata-rata nilai pasar properti Tiongkok telah menyusut hampir 30% pada 2023 lalu, bahkan di Hong Kong pada November lalu harga properti masih terus turun, yang berarti telah tujuh bulan berturut-turut anjlok. 

Total kapitalisasi pasar saham real estate Tiongkok hanya tersisa 1,2388 triliun Yuan RMB, ini adalah yang terendah sejak 3 tahun terakhir. Mesin penggalang dana bursa efek Tiongkok tidak berfungsi, indeks bursa efek Shanghai tidak mampu bertahan di angka 2.900 poin, dan telah kembali ke titik awal berdirinya bursa efek Tiongkok. .

Menurut kantor berita CNA, total kapitalisasi pasar dari 100 perusahaan real estate saham seri A (A shares) di bursa efek Tiongkok pada akhir 2021 dan akhir 2022 masing-masing telah anjlok 10% dan 8%; di bursa efek Hong Kong total kapitalisasi pasar dari 81 perusahaan real estate anjlok masing-masing 24% dan 7%. 

Pasca pandemi 2023, harga properti di saham seri A turun 21% dibandingkan dengan awal tahun, dan bursa efek Hong Kong pun turun 32%. Penurunan ini terus membesar, diprediksi kondisi ekonomi masih akan terus merosot.

Tahun 2023 lalu, kondisi ekonomi Tiongkok secara keseluruhan terus merosot, dari data yang disajikan oleh media massa Jepang yakni Nikkei dan QUICK, nilai rata-rata yang diprediksi oleh ekonom Tiongkok maupun luar negeri, terus diturunkan dari kuartal ke kuartal, prakiraan Beijing sebelumnya dipatahkan sekali demi sekali, angka tahunan yang baru akan diumumkan pada awal tahun 2024, walaupun telah di-mark up sedemikian rupa, sepertinya akan sulit mencapai sasaran 5% yang ditargetkan penguasa PKT. 

Dihitung berdasarkan mata uang RMB, pertumbuhan tahunan PDB nominal (tanpa mempertimbangkan inflasi, red.) Tiongkok adalah kurang dari 3,5%. Sedangkan jika dihitung dengan USD, karena tahun ini RMB melemah, maka PDB nominal Tiongkok akan semakin menyusut lagi. 

Fenomena dimana kenaikan ekonomi Tiongkok secara kuartal maupun tahunan lebih rendah dibandingkan AS telah mulai tampak, fenomena ini belum pernah terjadi sejak lebih dari empat dasawarsa reformasi keterbukaan Tiongkok, ini menandakan kesenjangan ekonomi antara AS dengan Tiongkok  bukan hanya tidak mengecil, melainkan justru terus bertambah besar!

Melihat pangsa ekonomi dunia yang dicakup oleh skala ekonomi kedua negara AS dan Tiongkok, secara rasio PDB global kesenjangan antara AS dengan Tiongkok  juga semakin melebar. Tiga tahun lalu (2021), PDB AS adalah sekitar 5,2 triliun USD lebih tinggi daripada Tiongkok, berarti PDB Tiongkok adalah sekitar 77% dari AS, ini adalah titik tertinggi dalam sejarah. Dua tahun lalu (2022), PDB AS adalah sekitar 7,5 triliun dolar AS lebih besar dibandingkan Tiongkok, berarti PDB Tiongkok hanya sekitar 70% dari AS. Dan data semester awal tahun (2023) lalu menunjukkan, PDB Tiongkok tahun ini hanya sekitar 63% dari AS, jadi kesenjangan RRT-AS semakin membesar. 

Satu hal yang harus dijelaskan, besarnya skala ekonomi AS adalah sebagai badan ekonomi terbesar di dunia, salah satu negara paling makmur di dunia, sedangkan Tiongkok apakah benar-benar dapat memasuki negara makmur level bawah, hal ini masih menjadi tanda tanya, sedangkan kecepatan pertumbuhan ekonomi negara yang relatif tertinggal yang bahkan tidak mampu mengejar negara yang relatif lebih makmur, kesenjangan ini hanya akan makin membesar secara mencengangkan!

Substansi ekonomi Tiongkok mengalami resesi, sementara kapital di Tiongkok terus mengalir keluar dengan skala yang semakin besar sejak 2023. Menurut pemberitaan New York Times, dana terus mengalir keluar dari Tiongkok mencapai 50 miliar dolar AS setiap bulannya di tahun 2023, terutama berasal dari rumah tangga Tiongkok dan perusahaan swasta.

Pada September 2023, aliran dana Tiongkok yang keluar mencapai skala tertinggi seperti saat mengalir keluarnya dana yang pernah terjadi di tahun 2016 akibat melemahnya RMB (55,8 milyar dolar AS). Menurut surat kabar Wall Street Journal, sejak Agustus 2023 lalu, dana sebesar 24 miliar dolar AS telah ditarik dari saham seri A Tiongkok. 

Perusahaan asing di sektor manufaktur hingga akhir Juli lalu hanya tersisa 43.348 perusahaan, atau telah turun ke level seperti tahun 2004. Tujuh bulan pertama di tahun 2023 lalu, sekitar tiga perempat dari keseluruhan modal asing yang masuk ke bursa efek Tiongkok telah ditarik. Investasi asing langsung (FDI) Tiongkok pada kuartal ketiga mengalami nilai negatif, dan ini adalah pertama kalinya sejak 1998 silam. 

Arus modal keluar semakin cepat, perusahaan-perusahaan penanaman modal asing menarik diri, rantai pasokan bergeser, dan pabrik-pabrik di seluruh dunia direlokasi. Kelas kaya di Tiongkok telah mentransfer aset senilai ratusan miliar dolar ke luar negeri, dan investasi asing langsung (foreign direct investment) telah menurun, sehingga menyebabkan RMB berada di bawah tekanan yang lebih besar untuk terdepresiasi. Di balik aliran modal asing itu, adalah akibat telah hancurnya keyakinan asing terhadap pemerintahan Beijing maupun terhadap perekonomian Tiongkok.

Merosotnya perekonomian Tiongkok pada 2023 lalu adalah akibat sifat asli PKT sendiri dan karena sikap politik yang diputuskan oleh pemerintahan Xi Jinping sendiri. Xi Jinping meneguhkan tekad ingin mengukuhkan rezim partai komunis, serta ingin kembali pada sistem negara partai, dengan “tidak melupakan niat awal” untuk kembali ke tujuan “Manifesto Komunis” dan menghapuskan sistem kepemilikan pribadi. 

Selama dua dasawarsa ini, masyarakat di negara bebas dan Tiongkok akhirnya melihat jelas wajah asli PKT, dan telah memahami fakta, negara dunia bebas juga telah mencampakkan mimpi perubahan secara damai, memahami sistem PKT yang menekan rakyat, gemar berkonflik, mengekspansi militernya dan siap berperang (mencaplok Taiwan dan mengintimidasi Filipina, Red.), mengubah aturan internasional, serta berambisi merebut dominasi dunia.

Negara-negara yang telah tersadarkan itu mulai de-coupling dengan PKT di bidang teknologi canggih, dan de-risking, serta berkonfrontasi penuh dengan PKT dalam hal politik, militer, ekonomi, teknologi, dan geopolitik. Masyarakat internasional akhirnya telah mengenali, Tiongkok hanya ada reformasi pasar dan tidak ada reformasi politik, pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang terus menerus, hanya akan semakin memperkuat rezim PKT, dan meningkatkan kekuatan para penganut komunis itu untuk menghancurkan dunia; mengizinkan perekonomian RRT berasimilasi dalam ekonomi global, pasti akan mengakitbatkan sistem ekonomi dan tatanan politik dunia hancur total.

Berbagai indikator ekonomi Tiongkok di tahun 2023, walaupun telah dipoles dan dipercantik sedemikian rupa oleh PKT, tapi telah kehilangan daya tariknya, berbagai macam peristiwa Black Swan (angsa hitam, red.) dan Gray Rhino (badak abu-abu, red.) dapat terjadi sewaktu-waktu. PKT terus menerus menekankan berbagai kondisi “keamanan”, juga menekankan berbagai macam “stabilitas” tanpa peduli berapa pun harga yang harus dibayar, menekankan “ekspektasi stabil”, semua ini justru menjelaskan PKT sendiri sangat memahami, masa depan sulit diprediksi, harapan sangat tipis, dan PKT sudah menemui jalan buntu.

Pada akhir tahun 2022 lalu, Academic Center for Chinese Economic Practice and Thinking (ACCEPT) di Tsinghua University menggelar “Forum Ekonomi Tiongkok dan Dunia Tsinghua University ke-44” dengan tajuk “2023-2027: Peluang dan Tantangan”. 

Wakil Presiden Eksekutif ACCEPT yakni Li Keaobo beserta peneliti Guo Meixin, Wu Suyu, dan Lu Lin dalam laporan ekonomi makro berjudul “Revitalisasi Pertumbuhan: Pandangan Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok 2023-2027” mengatakan, menjadikan tren penurunan ekonomi yang monoton selama jangka waktu panjang ini menjadi sasaran negara maju menengah di tahun 2035 adalah hal yang paling mendesak. Mereka menjelaskan delapan masalah besar dan tujuh potensi yang ada dalam perekonomian Tiongkok, serta mengemukakan 12 rencana paket untuk merevitalisasi pertumbuhan.

Berdasarkan estimasi ACCEPT, untuk mewujudkan sasaran Xi Jinping dalam laporannya pada Kongres Nasional ke-20, yakni PDB 2035 mencapai level negara maju menengah, maka perekonomian Tiongkok dari 2023 hingga 2035 rata-rata pertumbuhan gabungannya harus mencapai 4,61%. 

Karena sejak 2010 hingga 2019 pertumbuhan PDB telah mengalami tren penurunan yang monoton, dengan kecepatan penurunan seperti ini, mulai 2023 hanya butuh waktu 2 tahun untuk turun sampai di bawah 4,61%. Itu sebabnya, hal yang paling mendesak saat ini, adalah memutar-balikkan tren penurunan ekonomi yang monoton, jika tidak, sasaran untuk menjadi negara maju menengah pada 2035 tidak akan dapat direalisasikan. 

Kini, pertumbuhan 2023 lalu sebenarnya hanya 3,5% saja, dan pada 2024 ini juga tidak ada kemungkinan akan membaik, sasaran menjadi negara maju menengah yang hendak dicapai oleh Xi Jinping di tahun 2035 sama sekali tidak dapat terwujud!

Delapan masalah besar perekonomian Tiongkok yang telah disebutkan oleh ACCEPT sungguh sangat realistis. Delapan masalah perekonomian Tiongkok itu adalah: 

1. Risiko jangka pendek dan titik balik jangka panjang pada pasar properti yang saling terjalin; 

2. Utang pemerintah daerah tidak bisa diteruskan, karena secara serius menguras vitalitas ekonomi daerah; 

3. Lemahnya pertumbuhan ekonomi swasta; 

4. Pertumbuhan konsumsi terus merosot;

5. Pemerintah daerah tidak proaktif mengembangkan ekonomi daerah; 

6. Jumlah populasi menurun dan penuaan usia penduduk; 

7. Tingkat pengangguran kaum muda terus menanjak; dan 

8. Kontribusi luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi Tiongkok menurun. 

Delapan masalah besar perekonomian Tiongkok yang ditunjukkan dalam laporan ACCEPT tersebut masih akan eksis sampai 2024 ini, dan akan terjadi tren kuat semakin memburuk. 

Utang daerah semakin membesar, perusahaan swasta semakin lama semakin melemah, konsumsi juga merosot, pemerintah daerah mulai tiarap dan tidak mau melakukan apapun, skala populasi Tiongkok berkurang, tingkat pengangguran kaum muda yang tingginya begitu mengejutkan, ekspor ke AS dan Eropa yang selama ini menjadi kereta penggerak untuk menghasilkan Hard Currency juga meredup dengan cepat.

“Tujuh potensi pertumbuhan” ekonomi Tiongkok yang disebutkan ACCEPT adalah: 

1. Geografi ekonomi penduduk di masa mendatang yang semakin membaik berpotensi bertumbuh; 

2. Rasio simpanan yang tinggi dijadikan sebagai pondasi untuk penyesuaian dan revitalisasi pertumbuhan; 

3. Sumber daya manusia yang berkualitas tinggi menjadi pondasi menopang pertumbuhan ekonomi; 

4. Potensi baru invasi iptek; 

5. Perusahaan ekonomi digital yang lahir dari pasar Tiongkok;

 6. Kemampuan merespon dan membentuk ekonomi internasional;

 7. Pasar terpadu untuk melepaskan potensi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. 

Setahun lagi, dari “tujuh potensi pertumbuhan” yang disebutkan itu, banyak yang telah lenyap tak berbekas: populasi warga Tiongkok terus berkurang, rasio pernikahan dan rasio kelahiran serta jumlah kelahiran yang menurun tajam; rasio simpanan yang tinggi tidak mampu menggerakkan pertumbuhan, sebaliknya justru merupakan pertanda tiarap; orang berbakat angkat kaki, kaum konglomerat menghilang, seluruh lapisan masyarakat meninggalkan negara Tiongkok; inovasi teknologi sekarat setelah AS memberlakukan blokir teknologi; bisnis ekonomi digital sebagai perusahaan swasta justru menjadi sasaran penindasan; kemampuan merespon dan pembentukan ekonomi melemah, program One Belt One Road dan Komunitas Senasib Bersama secara berangsur memburuk; dan pasar terpadu sebagai jalan lama ekonomi terencana justru membunuh potensi pertumbuhan ekonomi Tiongkok!

“12 Paket Program Revitalisasi” yang dikemukakan laporan ACCEPT, hari ini terlihat seperti lelucon, karena tiap program tersebut adalah miniatur yang menonjolkan kemunduran pemerintahan Xi Jinping serta kemerosotan masyarakat di bawah pemerintahan PKT. 

“Mendorong peningkatan konsumsi” segala, tapi lantas dipatahkan oleh menurunnya konsumsi warga Tiongkok; “Menstabilkan properti” segala, tapi dipatahkan dengan meletusnya gelembung properti; “Menyelesaikan badak abu-abu utang pemerintah daerah” segala, lalu dipatahkan oleh semakin parahnya utang daerah serta PHK dan pengurangan gaji di instansi pemerintah; “Membangkitkan stamina ekonomi swasta” segala, tapi dipatahkan oleh dengan dilenyapkannya satu demi satu industri tersebut oleh faksi Xi; “Revitalisasi inovasi ekonomi digital” segala, justru dipatahkan dengan menekan perusahaan swasta dan bobroknya industri internet serta pemblokiran AI dan cip oleh AS; “Mengutamakan jumlah sumber daya manusia” segala, lantas dipatahkan oleh realita jumlah populasi yang menurun; “Perluas lapangan kerja dan turunkan pengangguran” segala, tapi dipatahkan oleh rasio pengangguran 50% yang mengejutkan; “Meningkatkan kalangan pendapatan menengah” segala, lantas dipatahkan oleh pernyataan mendiang mantan PM Li Keqiang bahwa ada 600 juta warga yang pendapatannya hanya 1.000 Yuan per bulan; “Jamin keamanan rantai pasokan, pimpin globalisasi tipe baru”, tapi dipatahkan oleh melemahnya WTO dan bangkitnya kerangka ekonomi baru Indo-Pasifik; “Industri hijau dan rendah karbon” segala, lalu dipatahkan oleh tatanan ekonomi internasional baru dan hancurnya Great Reset; dan terakhir, “Memperbaiki pemerintahan dan ekonomi pasar” segala, ini lebih kedengaran seperti dongeng, karena PKT bahkan tidak tahu apa sebenarnya hubungan sesungguhnya antara pengendalian pemerintah dengan ekonomi pasar!

Pada saat surat kabar Wall Street Journal mendata kondisi ekonomi Tiongkok pada 2023 lalu, telah dijelaskan banyak keraguan terhadap data dari pemerintahan PKT, juga meragukan pertumbuhan ekonomi Tiongkok di tahun 2024. 

Kolumnis Wall Street Journal sekaligus pendiri Rhodium Group yakni Daniel H. Rosen menjelaskan, mengawali 2023, banyak orang memprediksi perekonomian Tiongkok akan membaik, tetapi hanya enam bulan kemudian, berbagai kegagalan ekonomi Tiongkok telah bermunculan, semua orang berupaya mencari tahu bagaimana prediksi mereka bisa salah! Jawaban Rosen adalah, hasil dari lockdown pandemi yang terlalu ketat yang telah merusak kepercayaan masyarakat itu adalah “hanya mengatasi gejala tanpa menyembuhkan sumber penyakit”. 

Jauh sebelum pandemi COVID-19, efek gelembung properti di Tiongkok, polesan terhadap utang pemerintah daerah dan reformasi pasar yang tak kunjung datang telah mentakdirkan terjadinya stagnasi ekonomi. Rosen menilai, dilihat secara menyeluruh, PDB Tiongkok pada 2023 lalu mungkin antara 0 sampai 2,5% saja, penentuannya adalah tergantung pada tingkat pertumbuhan negatif investasi properti yang diasumsikan di tahun 2023!

Selain itu pula, pada 2023 lalu, di mata Rosen, kebijakan berbagai negara dan para pemimpin perusahaan telah melihat, masa keemasan RRT telah berlalu! Lagipula, terhadap perekonomian Tiongkok di tahun 2024 ini, dan efek samping dari tahun 2023 ini akan terus menimbulkan dampak negatifnya. Karena konsumsi, anggaran pemerintah, dan keterbatasan struktur ekspor impor jangka panjang masih eksis, risiko krisis dan masalah utang tak diselesaikan pada 2023 lalu, akan terus memburuk di tahun 2024 ini, dan “pragmatisme” politik PKT juga akan bangkit.

Dalam artikel analisa di Radio Free Asia yang berjudul “Ekonomi Tiongkok 2024: Bagaimana Kehilangan Keyakinan? Bagaimana Pula Membangun Kembali?” juga dijelaskan, tahun lalu PKT membatalkan kebijakan “Nol Covid” yang ketat, tapi rebound cepat yang diharapkan ternyata tidak terjadi. 

Di dalam tahun 2023 itu, indeks harga konsumen (CPI), konsumsi, investasi bidang jasa, dan investasi properti, semua menjelaskan satu hal, yakni: Rakyat telah kehilangan keyakinannya! Selain itu, PKT tengah menghadapi situasi dalam dan luar negeri yang sangat rumit, masalah dalam dan luar negeri saling silang sengkarut, dan membangun kembali keyakinan masyarakat harus dengan mengembalikan roda ekonomi ke jalur yang benar, tetapi resep yang dibuka PKT “tidak jelas dan tidak langsung mengena”.

Dalam hal memberikan pandangan terhadap perekonomian Tiongkok untuk 2024, para pakar ekonomi dalam dan luar negeri yang meneliti perekonomian RRT dengan hati-hati memprediksi, sebisa mungkin agar tidak menyentuh saraf sensitif PKT, agar tidak ditendang keluar oleh PKT terpental dari negeri itu seperti yang menimpa perusahaan AS yakni Gallup Inc., jadi angka yang diprediksi dihitung sangat hati-hati dan tidak jauh berbeda dengan angka yang diimpikan oleh penguasa PKT. 

Tetapi merangkum investigasi kantor berita Reuters dan South China Morning Post, sedikitnya 76 orang pakar dari berbagai negara berikut ada 6 perusahaan investasi asing, yang belakangan ini telah menurunkan estimasi pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun ini. Hampir semua pakar yang diwawancarai berpendapat, pertumbuhan ekonomi Tiongkok dalam dua tahun mendatang akan lebih rendah daripada yang diperkirakan sebelumnya!

Melihat lingkungan di luar Tiongkok, situasi politik dan militer seluruh dunia juga tidak kondusif. Di Eropa, perang Rusia dan Ukraina mungkin akan berakhir 2024 ini, namun hasilnya Rusia mungkin akan memperoleh dua negara bagian yakni Kharkiv dan Odesa, setelah Ukraina tertekan kembali ke Kiev kedua belah pihak akan berunding, akhirnya masalah diselesaikan di meja perundingan. Tetapi walaupun perang usai, kerugian korban jiwa dan ekonomi telah membuat Ukraina terpuruk dan Rusia kehabisan stamina. 

Perang Rusia dengan Ukraina yang usai akan memperlihatkan secercah sinar perdamaian, sementara di Timur Tengah perang Israel-Hamas mungkin akan mengalami konflik dengan skala yang lebih besar di tahun 2024 ini, bahkan akan menyeret seluruh dunia Arab.

Di Asia, media massa pemerintah Korut menyatakan, Kim Jong-Un memerintahkan pihak militer agar mempercepat persiapan perang, sementara Korsel juga mengancam, begitu perang meletus, pihaknya akan melakukan operasi penggal kepala guna melengserkan rezim Korut. 

Kim Jong-Un bahkan sudah membina putrinya yang baru berusia 10 tahun untuk terlibat dalam urusan pemerintahannya, ini lantaran tiga lapis akibat yakni krisis rezim komunis Korut, krisis suksesi, dan krisis perang baru. Sementara masalah Taiwan, sebelum dan sesudah pemilu di awal Januari ini, akan berdampak pada ekonomi, sosial dan faktor tidak pasti terhadap kekuasaan PKT.

Pendek kata, kesulitan ekonomi Tiongkok  pada 2023 lalu, akan sulit membangkitkan kembali stamina dan pemulihan diri untuk 2024 ini, karena kebijakan Negara Maju Rakyat Mundur yang ditempuh Xi Jinping hanyalah demi mempertahankan kekuasaan partai komunis, dan melindungi posisi kekuasaannya sendiri. Sementara memasuki tahun 2024, ekonomi Tiongkok  mungkin akan terus memburuk di jalur kemunduran ini, memburuk setahap demi setahap, dan mungkin akan mengarah pada depresi berkepanjangan secara menyeluruh. (sud/whs)