Kelompok Houthi Mengincar AL Amerika, Dari Mana Kepercayaan Dirinya Berasal?

Li Xin

Ketika seluruh dunia menaruh perhatian pada Israel yang sedang memerangi Hamas di Gaza, di kawasan lain di Timur Tengah konflik berskala lebih kecil secara perlahan mulai memuncak, pengamat militer mengkhawatirkan hal ini akan merusak perekonomian seluruh dunia, dan bahkan dapat meningkat menjadi suatu perang serius yang akan melibatkan seluruh kawasan tersebut.

AS Membalas di Laut Merah, Tenggelamkan Tiga Kapal Militan Houthi

Komando Pusat AS (CENTCOM) pada Minggu (31/12) lalu menyatakan, pasukan AS (Amerika Serikat) telah merespon sinyal meminta pertolongan yang dikirimkan oleh sebuah kapal dagang yang berlayar di Laut Merah, dan menenggelamkan tiga unit kapal kecil bermotor milik kelompok militan Houthi.

Dalam suatu pernyataannya pada Minggu lalu CENTCOM menyebutkan, sekitar pukul 6.30 pagi waktu setempat, kapal kontainer “Hangzhou” berbendera Singapura milik perusahaan pelayaran Denmark yakni Maersk A/S telah mengirimkan sinyal S.O.S (meminta pertolongan, red.), dan menyebutkan bahwa ada empat kapal kecil sedang menyerang mereka.

Pihak CENTCOM menyatakan, “Kapal-kapal kecil dari wilayah kekuasaan kelompok militan Houthi yang berasal dari Yaman itu telah menembakkan senjata multikru (crew-served weapon, red.) dan senjata jenis ringan dari jarak kurang dari 20 meter dari kapal tersebut, dan berupaya untuk menaiki kapal.” Pejabat AS tersebut melanjutkan, untuk meresponnya, kapal induk USS Dwight D. Eisenhower bersama kapal perusak USS Gravely mengirimkan sejumlah helikopter, untuk memberikan peringatan verbal terhadap kapal-kapal kecil itu.

CENTCOM AS juga mengatakan, ketika helikopter memberikan peringatan secara verbal terhadap kapal-kapal kecil itu, para militan Houthi di atas kapal itu justru melepaskan tembakan pada helikopter militer AS, maka helikopter pun menenggelamkan tiga dari empat kapal tersebut, dan menembak mati awak kapalnya. Satu kapal yang tersisa lalu melarikan diri dari lokasi. “Helikopter AL Amerika melakukan serangan balasan untuk membela diri”, begitu penjelasan CENTCOM, dan menambahkan, tidak ada personel militer AS yang terluka, juga tak ada perlengkapan militer AS yang mengalami kerusakan.

Sejak Israel diserang oleh Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu dan menyatakan perang terhadap kelompok itu, pemberontak Houthi Yaman yang mendukung Hamas terus meningkatkan serangannya terhadap semua kapal dagang yang berlayar di Laut Merah. 

Rudal balistik Iran juga sangat mengkhawatirkan, tapi kemungkinan besar belum memiliki kemampuan melacak dan menyerang kapal yang bergerak di lautan. Walau demikian, rudal balistik Iran yakni Shahab-3 yang mampu membawa 1.000 kg hulu ledak, memiliki jarak tembak setidaknya 1.300 kilometer. 

Rudal balistik generasi ke-4 yang lebih berbahaya yakni Khorramshahr, dikabarkan menggunakan bahan bakar gas, mampu membawa hulu ledak seberat 1.800 kg, dan jarak tembaknya antara 2.000 hingga 3.000 kilometer. 

Semua rudal tersebut dapat ditembakkan oleh militan Houthi, juga dapat ditembakkan dari berbagai lokasi di Iran untuk langsung menyerang Israel. Iran juga memiliki rudal balistik jarak menengah dan rudal jelajah yaitu Emad dan Paveh yang memiliki jarak tembak lebih dari 1.600 kilometer.

Walaupun kapal militer AS berhasil menghancurkan rudal dan drone yang diluncurkan Houthi, akan tetapi jika ditembakkan serempak dalam skala besar atau diserang secara mendadak oleh Houthi tetap akan berbahaya. 

Jika armada AS tidak mampu memberikan respon terhadap serangan Houthi pada kawasan perang yang lebih luas, maka ada kemungkinan militan Houthi akan menggunakan serangan serempak rudal berskala besar yang dapat langsung meningkatkan konflik, akibatnya mungkin menyebabkan kapal dagang bahkan kapal militer AS terjebak dalam bahaya. 

Karena serangan Houthi terus meningkat, maka tingkat bahaya ini eksis secara objektif. Tentu saja AL Amerika mampu mencegah bahaya ini yang dapat menyebabkan kerugian yang sesungguhnya. Radar Aegis, intelijen satelit, sistem pengawasan dan pengintaian serta sistem kendali komando zona perang terpadu yang dimiliki armada kapal induk AS, mungkin dapat mendeteksi rudal yang ditembakkan Houthi sejak dini dan bisa mencegatnya.

Sejak perang Israel dengan Hamas meletus, rezim Iran dan militan Houthi Yaman telah melakukan lebih dari 33 kali aksi serangan di laut, termasuk menembakkan rudal dan serangan drone terhadap kapal dagang, menyita secara ilegal dan mengusik kapal AL Amerika dan pasukan sekutu di kawasan perairan Timur Tengah. 

Menurut data yang dirilis oleh Institut Riset Keamanan Nasional Yahudi (JINSA), hanya pada Desember saja telah terjadi 27 kali serangan di laut yang melibatkan Iran. Houthi dan pendukungnya dari Teheran tidak hanya ingin meningkatkan tekanan terhadap Israel, sebenarnya juga telah merusak perekonomian dunia. 

Serangan seperti ini telah menimbulkan dampak bagi perekonomian, dan sejumlah kapal terpaksa menghindari jalur pelayaran Timur Tengah yang lebih cepat, serta memilih jalur pelayaran memutar mengitari Afrika yang menelan biaya lebih besar.

Akan tetapi, hingga kini, AS hanya menjanjikan akan mencegat rudal dan drone dengan dukungan AL sekutu. AS belum mengambil langkah konkrit untuk membalas tindakan agresi maritim oleh Iran dan juga Houthi di perairan Timur Tengah, hanya sebatas mengambil tindakan perlindungan terhadap peningkatan serangan yang didukung oleh Iran. Dalam tingkat tertentu, ini sama saja dengan mendorong Iran dan Houthi agar terus menyerang.

Krisis yang intens menuntut AS mengambil tindakan, untuk membuat rezim Iran dan militan Houthi mendapatkan ganjaran langsung atas agresi yang telah dilakukannya. “Operation Prosperity Guardian” adalah langkah penting untuk mengorganisir para mitra bekerjasama mencegah serta membalas serangan agresi Iran di laut. 

Negara yang telah secara terbuka menyatakan ambil bagian dalam “Operation Presperity Guardian” adalah AS, Inggris, Bahrain, Kanada, Prancis, Italia, Belanda, Norwegia, Seychelles, dan Spanyol. Aliansi yang longgar ini akan dipimpin oleh Satuan Tugas Gabungan (Combined Task Force atau CTF) ke-153 dari Combined Maritime Forces (CMF) AS, yang akan bertanggung jawab atas keamanan di Laut Merah.

Komandan senior pasukan AL Amerika di Timur Tengah mengatakan, untuk mencegah militan Houthi melakukan serangan di Laut Merah, AS harus berubah dari bertahan menjadi menyerang, dan tidak hanya mengambil tindakan perlindungan. Mereka menilai, sekarang sudah waktunya bagi “Operation Prosperity Guardian” AS itu untuk mengambil tindakan konkrit. 

Untuk mencegah dan melemahkan kemampuan Iran dan Houthi melakukan serangan, maka harus dilakukan operasi militer menyerang basis kelompok Houthi di Yaman, menghancurkan menara peluncur rudal, bahkan aset terkait di wilayah Iran, agar dapat tercapai sasaran menghentikan Houthi berikut pihak lain yang didukung oleh Iran memperluas konfrontasi.

AS tentu memiliki kemampuan menghancurkan fasilitas peluncur rudal milik Houthi. Dalam konflik pada 2016, AS telah menghancurkan tiga sasaran militan Houthi, beberapa tahun terakhir juga telah beberapa kali menyerang kawanan Iran lainnya di kawasan tersebut, termasuk Pasukan Mobilisasi Populer (PMF) Irak.

Bagaimana pun, Komando Pusat AL (NAVCENT) AS dapat segera memanfaatkan satuan tugas pada CMF dan IMSC untuk melakukan operasi militer. CMF dan IMSC telah membentuk tim kerja khusus, fokusnya adalah melenyapkan ancaman pada jalur pelayaran internasional di Timur Tengah. Lewat koordinasi AL Amerika, aliansi gabungan dapat mengambil tindakan yang lebih percaya diri, untuk menurunkan atau menyingkirkan ancaman yang ada. (sud/whs)